Tahun 2012 sebentar lagi akan berakhir, dan segera prospek UMR 2013 (sekarang diubah menjadi Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kota/Kabupaten) menjadi ramai dibicarakan. Sejumlah wakil pekerja menyuarakan agar UMP DKI Jakarta dinaikkan menjadi Rp 2,4 jutaan, atau naik secara dramatis dibanding UMP tahun ini yang angkanye berkisar pada Rp 1,5 juta per bulan.
Menjalani hidup di kota besar seperti Jabodetabek dengan dua anak, hanya dengan gaji 1,5 jutaan memang amat menghimpit. Empati sedalam-dalamnya harus selalu dihadirkan bagi perjuangan mereka menuntut kenaikan gaji (saya kadang bete terjebak kemacetan gara-gara demo buruh, namun saya kemudian ingat : anak-anak mereka di-rumah mungkin tengah menangis lantaran ayahnya tak lagi sanggup membeli nasi).
Di pagi yang mendung ini, ditengah beban biaya hidup yang kian menghimpit, ditengah kegalauan lantaran uang gaji yak pernah lagi bisa ditabung, kita mau membedah tema itu : tentang upah minimal yang selayaknya dihaturkan pada jutaan pekerja Indonesia yang tercinta.
Oke, oke, saya sudah sering mendengar kenapa usulan kenaikan UMP menjadi 2 jutaan per bulan itu tidak masuk akal. Pasti banyak perusahaan yang tidak sanggup, tutup usahanya (atau relokasi ke negara lain), dan akibatnya : PHK, dan akhirnya pengangguran justru melesat.
Sayangnya, alasan itu klise, dan berangkat dari pola pikir yang linear (bukan pola pikir lateral). Maksud saya, tak ada salahnya kita sedikit memberikan ruang bagi pandangan yang berbeda, yang mungkin lebih fresh, dan lebih inovatif (lantaran tidak terjebak linear thinking).
Maka, mari kita simak argumen kenapa usulan kenaikan UMR yang signifikan layak dipertimbangkan.
Argumen pertama : memberikan gaji yang memadai pada pekerja dan buruh adalah salah satu pilar penting untuk membangun kemakmuran bangsa (sejarah kebangkitan ekonomi Amerika dipicu oleh kenaikan upah buruh yang dramatis pada era tahun 50-an).
Sebabnya sederhana : dengan gaji yang memadai, kalangan buruh akan punya daya beli yang lebih bagus, dan secara kolektif hal ini akan memicu demand produk secara dramatis (dan persis inilah yang terjadi pada kebangkitan ekonomi Amerika di era tahun 50an dan ekonomi Korea di tahun 80-an yang mencengangkan itu).
Kalau jutaan buruh upahnya pas-pasan, daya beli mereka jatuh, lalu siapa yang akan membeli produk-produk yang dihasilkan pabrik itu?
Sebaliknya, dengan gaji memadai, para buruh akan memiliki consumption and buying power yang lebih baik. Dan percayalah : dalam jangka panjang ini JUSTRU akan menguntungkan para pengusaha (sebab permintaan akan produk-produk mereka pasti akan meroket).
Argumen kedua : UMR yang tinggi akan menggedor kreativitas pengusaha untuk mulai menciptakan high value added products dan juga level produktivitas pekerjanya.
Justru disini UMR yang tinggi menjadi pendorong the magic of innovation : pengusaha yang selama ini hanya maunya jadi “pengusaha kelas tukang jahit” atau hanya memproduksi barang-barang komoditi, dipaksa untuk mengembangkan high valued added product yang memberikan profit margin yang lebih tinggi (supaya bisa membayar UMR).
Transformasi tersebut amat krusial kalau kita tak ingin pengusaha tanah air berjalan di tempat. Dan ingatlah selalu : transformasi semacam ini yang akan membuat negeri ini tidak masuk dalam “middle income nation trap”.
UMR yang tinggi lantas tak akan pernah dikenang sebagai kutukan sejarah, namun justru “berkah terselubung” bagi kebangkitan inovasi ekonomi negri ini.
UMR yang tinggi juga akan memaksa pengusaha untuk inovatif dalam meningkatkan level produktivitas pekerjanya. Again, UMR yang tinggi mestinya dianggap sebagai PELUANG, bukan PROBLEM : peluang yang menantang pengusaha untuk menemukan cara-cara inovatif melejitkan produktivitas.
Mindset pengusaha harusnya begini : kalau UMR naik 50%, namun level produkvitas naik 300%, why not. Pan pengusaha katanya orang-orang yang berjiwa kreatif.
Argumen yang terakhir : puluhan riset empiris dengan ribuan responden perusahaan memberikan kesimpulan yang terang benderang. Bahwa semua perusahaan menjadi hebat lantaran memberikan upah dan gaji yang amat memadai bagi buruh/pekerjanya.
Dilema ayam sama telor duluan mana terpecahkan disini : riset itu menunjukkan bahwa perusahaan harus memberikan gaji yang memadai LEBIH DULU, baru kemudian kinerja bisnis mereka akan melesat.
Bukan sebaliknya : mari kita kerja keras dulu, gaji apa adanya dulu ya, baru nanti kalau profit bagus, kita akan naikkan gaji ya (masih dengan embel-embel, tapi ndak janji lho). Sekali lagi : terus guwe mesti harus bilang wow gituh?
Konon, pengusaha atau entrepreneurs adalah risk takers dan collective of innovative minds yang selalu haus dengan tantangan. Kalimat itu hanya akan menjadi fatamorgana, kalau etos inovasi yang legendaris itu tidak dihadirkan untuk mengatasi isu UMR ini.
Selamat hari Senin, teman. Selamat berjuang meningkatkan gaji dan upah Anda….
Mental pengusaha-pengusaha baru negeri ini sudah mulai oke kok, apalagi sudah banyak contoh pengusaha yang besar memakai model PIPA dalam membelanjakan omzet atau profitya.
PIPA: dapat uang salurkan, dapat omset salurkan dapat profit salurkan.
Menyalurkannya kemana? Karyawan dan keluarganya adalah tempat yang cocok menurut saya.
Terimakasih Pak atas sharingnya…memang seharusnya buruh mendapatkan haknya untuk hidup yang minimal di jakarta…apalagi inflasi semakin menggerus tiap tahun dan tak sebanding dengan kenaikan gajinya…
“Bahagiakan karyawan dan mereka akan berprestasi”. itu motto Google ya hehe 🙂
tag ke para pengusaha dan pemerintah nih pak..
Idealnya memang pengusaha meningkatkan kesejahteraan karyawan dulu agar produktifitas naik, di sisi lain, karyawan bekerja maksimal dulu, soal apresiasi itu urusan nanti. Kalo 2 hal ini ketemu, beruntung banget usaha itu 🙂
btw pak Yod mo tanya, saya bergerak di bidang IT dimana output kita adalah sebuah karya, bukan produk. Bagaimana cara mengukur produktifitas dept produksi ya? karena tiap karya punya karakteristik sendiri, baik dari sisi waktu maupun nilainya. Mohon pencerahannya pak Yod 🙂
saya setuju sekali Pak dengan apa yang Anda sampaikan di artikel ini.
Memang kesejahteraan karyawan harus sangat diperhatikan jika ingin bisnis/perusahaan berkembang cepat.
Yang jadi tantangan adalah meningkatkan produktivitas dan inovasi supaya lebih banyak nilai yang bisa diberikan ke sesama.
Terima kasih atas sajian maknyus nya di Senin pagi ini, benar-benar menginspirasi :).
Biasa nya kalau kenaikan pangkat atau level akan mendapatkan kenaikan gaji, sebagai prestasi atas produktifitas yang telah dicapai.
Tapi ini luar biasa, tanpa kenaikan produktifitas, mendapatkan penghasilan yang dianggap sebagai mahar nya produktifitas.
Saya lebih senang dg kata nya Pak Mario Teguh “Memantaskan diri terhadap apa yg kita dapatkan”.
Kalau pantas dengan produktifitas yg kita raih, Buruh Sejahtera , Perusahaan Maju.
Akankah kita punya perilaku memantaskan diri tadi dalam tanda kutip setelah kenaikan gaji tadi secepat itu produktifitas akan naik juga.
Karena yang meminta kenaikan mayoritas buruh pabrik maka saya kupas dari sisi manufaktur.
Kenaikan Produktifitas itu didukung oleh 4 item, atau 4M (Man, Machine, Money, Methode)yg saling terkait.
Kalau Methode/teknologi/proses nya usang, dengan mesin usang, perlu suntikan dana utk mengganti teknologinya. Walaupun Man, pontang panting, dengan inovasi nya hasil produktifitas nya akan sedikit, dan akan kalah dari pemain baru baik dari luar negeri (china) dan dalam negeri.
Kalau Perusahaan Software seperti google, Faktor 4M ini, yg sangat berpengaruh adalam M (Manusia). Teknologi/proses bisa dibolak balik di dalam software, tergantung dari kecepatan, knowledge, dan talenta yg mengoperasikan proses bisnis ini.
Semoga kita tetap memantaskan diri, dan melihat perusahaan kita sendiri, seperti apa bentuk perusahaan kita, lakukan kebaikan walaupun sebesar atom pun, baik oleh Karyawan maupun Buruh.
Saya pernah mengalami hal seperti ini setelah krismon tahun 1998, dimana UMR naik secara dramatis. Banyak hal yang perlu dipikirkan perusahaan, tidak hanya gaji buruh.
Ketika UMR menjadi 2.5 juta atau naik 67%, maka sundulan gaji terjadi. Karyawan yang telah mendapatkan gaji 2.5 juta menuntut kenaikan gaji secara persentage, katakan menjadi 4.2 juta, lalu bagaimanakah dengan karyawan yang bergaji 4.2 juta? Apakah mereka juga mendapatkan kenaikan gaji 67% atau menjadi 7 juta rupiah? Kalau tidak, apakah itu adil?
Pertanyaan berikutnya, apakah pengusahanya sanggup?
Yang pasti, ketika itu banyak demo, menuntut gaji sundulan …
Dan inflasi melambung.
Karena biaya tinggi pasti dibebankan ke harga barang, dan harga-harga menjadi mahal. Gaji tinggi bertemu dengan harga tinggi … klop …
Just sharing …
Bagus! Terima kasih atas Saran terobosan yang menjanjikan ini. Alangkah baiknya kalau langkah ini bukan menjadi tindakan perusahaan (dan karyawan) saja, namun juga dengan penghapusan high cost economy a.l. dukungan Pemerintah berupa infrastruktur, kepastian hukum, jaminan keamanan dan penghapusan pungli oleh oknum instansi (dan preman).
Bravo!
Tantangan dan peluang akan menciptakan pengusaha yang tangguh atau justru sebaliknya collapse dimakan masa tergantung dari tingkat ‘kecerdasan’ pengusaha melakukan terobosan dalam mengembangkan usahanya. Selamat berkarya demi negeri tercinta!
Kebanyakan lulusan politeknik bahkan universitas, apalagi sma dan smk tidak tau setahun ada berapa minggu dan sebulan ada berapa minggu. Apakah dengan pengetahuan seperti ini bisa innovativ, kalau diberi gaji tinggi? Banyak diantara mereka juga tidak mengetahui hubungan antara meter dan millimeter.
semoga UMR itu juga berlaku untuk perusahaan outsource etc..
Selain kenaikan UMR kita pun juga harus mulai mengikis perilaku kita yang konsumtif agar kenaikan UMR benar-benar memberikan dampak yang besar pada penghidupan kita.
Orang bilang makin besar yang didapat makin besar pula pengeluaran (hukum tak pernah puas).
Klo sikap konsumtif dan budaya konsumtif tetap menggelora, tidak ada gunanya gaji/UMR tinggi karena akan habis-habis juga dan sama aja kondisinya. Karena sikap konsumtif biasanya akan selalu diimbangi reaksi pedagang karena mereka akan menaikkan harga-harga juga.
Jadi kenaikan UMR tidak berbanding lurus dengan kenaikan/perbaikan penghidupan.
Memang ini sibuah malakama, dinaikkan UMR sampai dengan 67 % sama saja dengan harus menaikkan gaji yang tersundul ( Buruh VS Staff ), kalau tidak dinaikkan gaji , Buruh juga tidak sejahtera, demo, dan akhirnya merugikan Perusahaan dan Buruh juga ( No Work No Pay ).
Yang terbaik adalah Win – Win Solution, konsep inilah yang harus dipegang oleh kedua belah pihak, Bukan Win- Lose.
Sebagai praktisi kita bisa memahami ini namun harus diimbangi dengan kemampuan masing-masing Pihak.
Buruh harus sadar dan Pengusaha juga harus menyadari bahwa Buruh perlu hidup yang layak. Terima kasih semuanya. Semangat Pagi.
Menurut saya UMP 2.5jt utk saat ini “mision impossible”, kalau dari jauh memang pencerahan mas-Yodhia ini sangat mengena, ttp tetap saja sulit utk diimplementasikan.
Utk perusahaan padat karya/pabrik yg berskala multinasional sekalipun tetap akan sulit memenuhinya, apalagi perusahaan nasional, dan gak kebayang deh perusahaan skala UMKM. Kalau buruh dan pemerintah ngotot juga dg hal ini….ya bakalan wassalam deh…
upah buruh naik, harga barang juga akan naik, sama aja bohong..
Sebagai staff departemen IT (yang level gajinya juga gak beda ama buruh) saya seneng sekali baca artikel ini, tapi apakah nanti bisa direalisasikan koq agak pesimis ya..
naik 10% per tahun aja boss masih bisa alesan ini itu yg mana kita gak mampu counter, apalagi kalo 67%?
dan akhirnya buruh cuma bisa bilang WAW.. (0_o)
Solusi tepat adalah perkerja meningkatkan produktivitas supaya pemilik modal berlomba-lomba menamkan modalnya karena banyak untung. Karena modal ditanamkan, maka mereka juga berlomba-lomba mencari pekerja. Kalau mereka berlomba-lomba cari pekerja, otomatis mereka berlomba-lomba menaikkan gaji.
Wah ini yg paling ditunggu, kenaikan upah bagi para pekerja. Memang sudah selayaknya, gaji buruh dinaikkan, toh berdampak positif bagi perusahaan. Sepadan gaji yang diterima dengan produktifitas yg diberikan
menarik sekali mas yodhia, terutama poin 2…pengusaha kita sudah saatnya naik kelas dari hanya tukang jahit menjadi pengusaha-pengusaha yang memiliki inovasi tinggi. Pemerintah di sini juga punya tugas yang penting untuk arahkan pengusaha ke arah tersebut, jangan masalah UMP ini dibebankan kepada pengusaha semata…
Ada yang terlewat sepertinya, tentang harga produk yang kemungkinan akan naik juga seiring naiknya production cost. Gimana Pak Yod?
Kalau cuma menggaji dengan Pisang, ya Monyet yang datang.
Semua di dunia ini pasti mempunyai dua keping mata uang yang berbeda, sangat tergantung dari sisi mana kita memandangnya…
Produktivitas dan inovasi adalah kunci; supaya usulan diatas tercapai.
Dengan level produktivitas dan inovasi yang tinggi, kenaikan gaji TIDAK AKAN meningkatkan inflasi.
Hanya sayang, kelas pengusahaan yang visioner seperti mendiang Edward Suryadjaja, yang intens dengan peningkatan produktivitas/inovasi, tidak banyak.
yang terpenting adalah membangun mental dari semua pihak. baik dari pengusaha maupun dari para buruh..
semoga saja ya, hal itu terjadi, karena memang banyak keluhan dari karyawan tentang gaji yang diterimanya tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.
sebaiknya standar gaji disesuaikan dengan kelas perusahaan masing masing, problemnya adalah apakah pengusahanya mau sharing profit dengan baik atau tidak.
jika pengusahanya baik hati bisa saja gajinya lebih besar dari umr dikarenakan laba perusahaan tinggi. kalau laba kecil ya harus realistis karyawannya.
I think its just a brilliant idea.
Nggak cuma brilliant, tapi juga feasible untuk dilaksanakan.
Hanya saja, proyek ini akan sukses bilamana diiringi dengan master plan yang oke.
Harus ada plan dimana perusahaan menyediakan dana yang cukup, beserta target tinggi dalam beekerja yang nantinya akan berujung kepada kenaikan gaji bagi paara kerja.
High risk,…
Karena, apa yang seandainya akan terjadi kalau produktivitas tidak tercapai maksimal karena kendala misalnya metoda yang jelek?
apa yang akan terjadi kaalau hal ini justru membuat biaya produksi membengkak dan karena sesuatu diluar prediksi tidak terpenuhi oleh sales yang ada?
Well,.. tapi sesuatu yang bersifat high risk juga bersifat high return.
Okesip.
hi kakak2 sekalian..
sebelumnya saya meminta maaf bila nantinya ada yg kurang berkenan dari komentar saya.
kita awali dari kenaikan umr buruh:
1. kenapa perusahaan harus menaikkan UMR buruh menjadi 2,5 jt. menurut saya hal ini tidaklah masuk akal.
ada yang menyebutkaan daya beli akan naik bila gaji UMR buruh naik. menurut saya bila UMR buruh naik, maka gaji staff juga pasti harus diseimbangi karena menjadi tidak adil bila hanya buruh yang dinaikkan.
sehingga seluruh anggota perusahaan akan meminta kenaikan gaji, dimana akan berdampak pada cost. tentunya bila cost naik, maka harga jual sebuah produk akan naik.
daya beli juga akan berkurang seiring dengan kenaikan harga, ujung2nya inflasi negara kita makin tinggi, harga barang dalam negeri akan lebih mahal dibandingkan harga barang luar negeri, lalu dapat diprediksikan investor akan angkat kaki dari negara kita. Semakin banyak investor yang kabur, semakin banyak perusahaan tutup, semakin banyak pengangguran.
belum lagi biaya2 yang harus dikeluarkan oleh para investor untuk pajak, perijinan, dan lainnya.
Untuk saat ini saja, mengontrol cost merupakan hal yang sulit, karena terlalu bnyk unexpected cost dr perusahaan.
apakah sebuah perusahaan besar itu untung? apakah ada yg pernah mengkaji net margin sebuah perusahaan bahkan perusahaan multinasional itu berapa? 20%? 30%? menurut saya, bnyk perusahaan yang memperoleh margin dibawah itu karena faktor2 external td.
Selain itu, apakah buruh yang belokasi di jakarta saja yang meminta untuk dinaikkan?
bagaimana dengan buruh yang bekerja di daerah?
tentunya hal ini akan menjadi isu nasional nantinya.
singkatnya: upah buruh naik, gaji karyawan naik, harga barang naik, buruh akan kembali menuntut kenaikan umr, gaji karyawan juga akan disesuaikan, harga barang naik kembali, dan seterusnya. karena pada dasarnya manusia tidak pernah puas, dan roda akan selalu berputar karena hukum sebab akibat.
bila nantinya mencapai “boiling point” maka bukan tidak mungkin negara kita akan menjadi negara dengan tingkat pengangguran yang sangat luar biasa.
2. upah kenaikan buruh menjadi 2,5 juta, apakah realisitis?
mengapa saya tulis demikian? saat ini saya ingin bertanya, bagi yang sudah berkeluarga, biaya apa yang paling besar?
saya rasa semua setuju, kesehatan dan pendidikan.
ditilikndari pendidikan, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para buruh, namun sudahkah kita berkaca, seberapa besar tingkat pendidikan kita?
mengapa karyawan dibayar lebih mahal dibandingkan buruh? apakah mereka tahu, bahwa bagi mereka2 yang memiliki status karywan dengan titel S1, para karayawan teesebut sudah merugi, karena gaji yang diterimanoleh karyawan tersebut hanya untuk menyambung hidup di jakarta.
apakah mereka tahu biaya yang diperlukan untuk mendapatkan titel S1 tidaklah murah. bila gaji karyawan S1 untuk fresh graduate berkisar di 2,5 -3,5 juta, maka apakah realistis bila buruh juga dihargai 2,5 jt? saya masih melihat banyak karyawan S1 yang rela digaji dibawah 2 jt.
lalu atas dasar apa buruh meminta kenaikan hingga 2,5 juta?
UMR yang ditetapkan, saya yakin sudah disesuaikan dengan tingkat taraf hidup untuk bertahan sebuah keluarga dalam sebulan.
sehingga menurut saya kita tidak bisa seenaknya menuntut hak yang belum kita tahu landasan hitungannya.
selain itu, saya yakin, hampir semua perusahaan juga memberikan santunan kesehatan bagi buruh-buruhnya.
sehingga tentunya biaya kesehatan dapat dibntu oleh prrusahaan tersebut. dan ketentutan santunan kesehatan juga merupakan peraturan pemerintah dalam menetapkan UMR.
3. Sistem subsitusi.
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan teknologi, semua perusahaan yang ingin berinvestasi terutama di segmen dimana buruh dibutuhkan, yaitu pabrik untuk produksi, umumnya mereka sudah ingin menanam sistem yang canggih.
Dengan sistem ini diharapkan produksi dapat lebih efisien dalam kapasitas produksi 7×24 dalam seminggu.Mesin tidak pernah lelah, tidak pernah protest atau demo, tidak memiliki mood untuk kerja dan lainnya.
untuk kapasitas buruh bekerja 1×8 jam per hari, saya ingin bertanya apakah kita benar2 bekerja full nonstop 8 jam?
apakah buruh seperti robot? tentunya bila hal ini dilihat dari kacamata investor dimana mereka tidak tahu pasti kapasitas kerja para buruh karena faktor-faktor tersebut, apakah mereka masih ingin menggunakan para buruh bila mereka dapat memperoleh jaminan yang pasti dari sistem atau mesin yang dipasang.
Lantas kenapa banyak investor yang masih menggunakan banyak buruh? hal ini karena peraturan pemerintah dimana bila sebuah perusahaan melakukan investasi yang berkaitan dengan produksi, maka perusahaan tersebut wajib menggunakan tenaga kerja dari sekitar daearah tersebut dengan kuota minimum yang telah disepakati.
Sehingga pada dasarnya peraturan ini jelas membantu para buruh.
lalu bagaimana dengan perusahaan yang memiliki banyak buruh.
sebagai analogi, saya ingin memberikan sebuah contoh: bila buruh menuntuk kenaikan menjadi 2,5 jt, sedangkan sebuah perusahaan memiliki 200 buruh untuk produksi seminggu, maka dalam sebulan, penambahan biaya menjadi 200 jt/bln, dan dalam setahun beban perusahaan bertambah 2,4 M.
angka ini bukanlah angka kecil, karena ini hanya diperhitungkan dari faktor kenaikan buruh, maka bila ada yang menawarkan mesin dengan harga 1,5 M dan hanya memerlukan 20 orang untuk mengoperasikannya dengan upah 2,5 jt, maka pengluaran bulanan lebih kecil dan bahkan dalam setahun perusahaan tersebut dapat melakukan penghematan besar.
maka apakah buruh masih digunakan? atau malah makin bertambah pengangguran?
4. MENTAL.
inilah faktor yang paling utama. Kenyataan yang terjadi adalah apakah dengan meminta gaji 2,5 jt para buruh tersebut sudah memberikan juga usaha mereka sehingga perusahaan menghargai mereka 2,5 jt?
apakah pekerjaan buruh setingkat dengan pekerjaan karyawan s1?
umumnya buruh di pabrik bekerja sebagai operator, dimana mereka hanya bertugas untuk mengawasi, apakah harga tersebut sepadan dengan pekerjaannya?
sebuah perusahaan akan menilai buruh atau karyawannya bila nenurut mereka buruh tersebut memiliki skill dan bekerja keras, lantas sudahkah mereka bekerja keras? atau hanya brrpolitik ria demi kepentingan pribadi?
saya juga sudah melihat banyak contoh dimana seseorang dari kedudukan rendah menjadi seseorang terkemuka karena mao belajar, berusaha dan bekerja keras.
sedangkan mental yang saya lihat dari buruh kita saat ini,( mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan ) yaitu mental ingin menerima tanpa memberi. mental yang hanya mau santai dan selalu disetor uangnya, mental dimana bila memiliki uang lalu harus dihabiskan.
saya juga bekerja di sebuah perusahaan swasta dan bukan munafik juga bila saya ingin menuntut kenaikan gaji, namun kita harus mencoba realistis kenapa saya meminta kenaikan gaji?
apa karena hak saya, atau karena memang saya sudah memberikan lebih sehingga perusahaan berkewajiban menaikkan gaji saya?
ada beberapa hal dimana saya merasa perusahaan wajib menaikkan gaji saya karena inflasi, lantas saya juga tidak menuntut karena saya tahu kondisi perusahaan sedang limbung. saya hanya bisa bersyukur bahwa saya bukan salah satu dari orang yang berstatus pengangguran pada saat itu. ( krisis keuangan)
saya juga bersyukur karena pencapaian saya saat ini mgkn karena usaha dan kerrja keras saya, walaupun usaha saya belum setengah dari kerja keras maksimum saya.
Hal ini yang harus kita sadari dan tentunya peranan pemerintah juga besar dalam mensejahterakan wArga. sejahtera bukan hanya dilihat dari kenaikan gaji tp dari bagaimana kita menjalani hidup tanpa kekurangan..
mampu memberi dan pada akhirnya kita akan menerima..
: )
sy setuju sekali dgn cara pikir vld sy rasa lbh pas mengena, ulasannya lebih detail dr mas yodhia sendiri 🙂 hehehe.
Ingat 6 tahun lalu, menjadi buruh pabrik di Batam, mati-matian kerja lembur tiap hari. Sampai nyaris tak ada hari libur, berangkat jam 7 pagi pulang jam 8 kadang jam 11 malam.
Kalau shift malam pulangnya jam 8-7 pagi. Begitu setiap hari sampai badan kurus kering gaji max. 2,5 jt. Wajar jika Buruh menuntut kenaikan upah.
Saya terinspirasi P. Yodya.
Harusnya berani keluar dan berwiraswasta…persisnya itu yang saya lakukan saat ini. Memulai berwiraswasta…Thanks P. Yod…
Buat Para Pengusaha : Kalau perusahaan anda untung, berilah upah yang memadahi bagi buruh anda, misalkan dalam bentuk insentif bulanan, bonus dsb. sehingga tidak hanya berdasarkan pada UMK saja.
Saya rasa itu lebih fair untuk mendewasakan keduanya (pengusaha dan buruh) dimana buruh akan bekerja lebih produktif dan pengusaha akan lebih menghargai buruh yang berprestasi. Jadi bukan mana lebih dulu antara telur dengan ayam.
Buat Para Buruh/Pekerja : Bekerjalah sebaik mungkin dan seproduktif mungkin, sehingga anda menjadi orang yang lebih dihargai dan layak untuk mendapatkan upah diatas UMP.
Jika perusahaan masih belum dapat menghargai upaya anda, saya yakin banyak perusahaan yang berani membayar anda lebih tinggi.
Buat Pemerintah : Jangan cuma bisa nekan pajak ke Perusahaan, biaya “entertaint” untuk tanda tangan surat ini dan itu dsb. sehingga perusahaan terpancing untuk “menekan” upah buruh. Kalau sudah terjadi bentrok antara buruh dan pengusaha cuma bisa diam saja dan sembunyi.
Pertama-tama, ulasan yang telah anda berikan ini cukup baik, dan secara logikanya memang dapat terjadi seperti demikian.. sayangnya untuk beberapa poin sy mungkin tidak dapat setuju, karena contoh yang paling gampang saja, kenaikan UMP/UMK akan memberikan 2 dampak, yakni dampak langsung dan jangka panjang.
Yang telah anda berhasil paparkan adalah dampak panjangnya, sedangkan dampak langsungnya justru terkesan terlupakan..
bayangkan apabila gaji naik dari 1.5 juta menjadi 2.4 juta, yang berarti naik 900 ribu atau sekitar 60%… dampak langsung yang terpikirkan adalah beban produksi akan meningkat dengan amat sangat…
dampak yang anda paparkan (yakni orang ada yang pindah dari indo, trus ada yang tutup, kemudian PHK besar2an) sudah benar, tapi tidak mencakup seluruhnya.
Misalkan saja ada yang mampu bertahan dengan perubahan drastis seperti demikian, tentunya dia akan juga menaikkan harga jual produknya >60% (dan saya yakin ini karena pebisnis nda mau rugi) karena biaya-biaya lainnya juga pasti akan naik dan PASTI akan ada opportunist yang mencoba mengambil margin lebih dari 60% karena beranggapan sama seperti saudara yakni konsumen kini lebih banyak uangnya, namun untuk pengandaian, kita umpamakan saja kenaikan harga barang juga 60%.
Pada pasar di mana kemampuan beli dan harga yang sama-sama naik, it’s OK… tapi bayangkan dengan masyarakat yang tidak bekerja? bayangkan dengan mereka yang selama ini bekerja serabutan dimana gajinya bahkan tidak terpatok sama dengan UMP… akankah mereka mampu untuk meng-afford barang yang kini dapat mereka beli?
dan kembali mengingatkan dampak yang anda telah paparkan sebelumnya, yakni PHK besar-besaran… akankah negara ini makin kaya dengan bertambahnya unemployment rate? 😉
mungkin cara berpikir saya linear, tetapi secara logika, pemikiran yang seirama dengan punya saya inilah yang tidak menyetujui pemikiran yang menaikkan UMP dengan drastis seperti demikian…
hanya berbagi pendapat ^^
Saat ini, kebijakan memang cenderung diarahkan ke investasi padat karya shg bisa menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja. Banyaknya buruh adalah hasilnya.
Dengan kondisi saat inipun, anak2 lulusan SMA dah pada ngantri pingin kerja di pabrik. Jumlah tenaga kerja kita dah over sampe diekspor jadi TKI, bahkan di luar sanapun diobral.
Menjadi buruh memang baru sebatas cukup, tapi untuk jadi cukup itupun sudah diidolakan banyak orang, krn yg nganggur banyak,dan mungkin makin bertambah jumlahnya.
Saya akan pinjam kalimat mendiang. UMP 2013. Naikan saja, gitu aja repot. Terus ikhtiar. Baru pasrah. Pan Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Pasti Allah lebih sayang juga pada pengusaha yang memberikan pekerjaan pada buruh. Terimakasih.
Postingan p’ Yodhia dapat memancing berbagai komentar cerdas, seru sekali membaca komentar dan masukkan kawan-kawan semua, menambah wawasan 🙂
luar biasa… media ini layak diacungi jempol sebagai ranah demokrasi intelektual.
siapapun berhak meletupkan gagasan, imajinasi, dan sensasinya.
bravo untuk mas yhodia selaku wistle blower this blog.
sdr vld dengan argumennya dari angle berbeda namun rasional. good point
setuju…., daya beli naik, pilihan ada, pasar kreatif, ekonomi jalan, pekerjaan ada, perasaan merdeka, kesejahteraan lahir batin, inovasi melimpah, bisnis untung…gaji naik lagi..ha..ha.
mohon add email sy yg baru pak yodhia..sukses terus.
regards
Dahsyat Bang Yod ulasannya, saya hanya berfikir apa iya kondisi di US dulu itu sama dengan kondisi dinegeri kita saat ini? siapa sih yang ngak butuh gaji dinaikin apalagi dengan mempertimbangkan kondisi kehidupan rekan-rekan buruh di Jakarta saat ini.
Tapi coba dibayangkan juga kalau ternyata company tersebut ngak sanggup membayar dan pada akhirnya collaps ( ujung-unjungnya rekan-rekan buruh kehilangan pekerjaan ) sungguh sadis kedengarannya tapi itu adalah kemungkinan yang bisa terjadi.
Jika para pengusaha batubara membaca ulasan Bang Yod ini saya yakin mereka bakalan meringis jika melihat kondisi harga batubara sekarang yang tak kunjung naik2 lagi setelah terjun bebas.
Saya hanya berharap pemerintah kita bisa berfikir Arif untuk bisa menjadi penengah dan memberi solusi yang berimbang bagi buruh dan pengusaha karena jujur saya juga ngak mau ” Bulan ini Naik Gaji trus Bulan Depan kena PHK “.
UMR bisa tidak tinggi asal pemerintah bisa :
1. Menekan kenaikan harga bahan-bahan pokok
2. Membuat murah biaya pendidikan, syukur-syukur bisa menggratiskan sampai Perguruan Tinggi
3. Membuat murah biaya pengobatan
4. Mempercepat pembangunan infrastruktur
5. Mempemudah dan mempercepat perijinan
Poin 1 itu yang dilakukan mantan presiden Suharto di masa lalu.
Poin 2 & 3 sekarang ini sangat dikomersilkan dengan menambah embel-embel Internasional
Poin 4 selama ini yang membuat biaya distribusi sangat tinggi karena kurang memadainya infrastruktur
Poin 5 Birokrasi yanga ada berbiaya tinggi karena proses berbelit dan ribet.
Kalau pekerja bekerja produktif dan effisien, selalu berusaha kerja lebih bagus dan cepat, maka biaya (cost) pasti turun.
Kalau cost turun barang2 akan jadi lebih murah.
Tidak naik gaji pun pekerja otomatis jadi lebih kaya.
Apalagi pemilik modal merasa senang dgn produktivitas pekerjanya, dia akan mati2an investasi, berlomba-lomba mencari pekerja tambahan dan berlomba2 menaikan gaji supaya bisa mendapatkan pekerja yg lebih banyak.
Trus kalau cost murah, barang2 bisa diekspor, devisa negara akan bertambah, negara kita semakin kuat, mata uang semakin kuat, otomatis semua org yg menyimpan rupiah menjadi lebih kaya. Simple.
Dengan adanya aturan UMR, maka perusahaan tidak berani mempekerjakan pekerja yg kurang produktiv, seperti orang cacat misalnya. Akibatnya orang cacat hanya bisa menunggu uluran tangan dermawan.
setuju banget ma Jhony Rusly dan rekan lainnya. Banyak tenaga kerja yang memang tidak memiliki kompetensi, kerja buruh, tetapi menuntut hak yang tinggi. tetapi kalau diukur dengan kinerjanya mungkin tidak setara untuk mendapatkan UMR. iklim diindonesia yang harus diubah, mental pekerja juga harus dibentuk, sistem pendidikan yang harus diubah. jadi semuanya saling terkait.
Sebagai pengusaha yg baru belajar,kebetulan saya bergerak di bidang yg produksinya bisa mengandalkan mesin. Membaca ulasan dan komentar di atas saya jadi punya kesimpulan utk diri saya sendiri; ketimbang repot ngurusi buruh dan kenaikan gajinya tiap tahun,mendingan saya inves ke mesin, produksi sebisa mungkin diotomatisasi. Merekrut banyak tenaga saat ini kok rasanya kaya memelihara anak macan,kalo udah besar malah nggigit!
Kalau gaji pekerja 2,5juta sebulan. Utk kerja 24jam/hari, 365 hari/tahun, maka diperlukan 4 org pekerja. Seandainya sebuah robot bisa menggantikan 3 orang, maka robot yg bekerja 24jam/hari, 365hari/tahun, bisa menggantikan 12 orang yang gaji setahunnya rp.2,5juta/org bulan x 12 org x 13bulan = 390juta.
Kalau harga 1 robot = 300juta, maka roi robot hanya kurang dari 1 tahun. Tahun2 berikutnya pengusaha bisa hemat 390juta setiap tahunnya. Itupun kalau tidak naik gaji. Kalau naik gaji lagi, penghematan tentu lebih besar lagi.
Gaji di Eropa dan USA sgt tinggi, tetapi tidak mencukupi, karena mereka boros. Setiap tahun menuntut kenaikan gaji dan tidak dibarengi dgn peningkatan produktivitas, (jam kerja semakin pendek dan kurang innovasi), sehingga perusahaan pada keluar, akibatnya krisis terjadi.
Gaji di China hanya berkisar sama dgn gaji Indonesia, tetapi rakyat dan negaranya masih bisa nabung. Tabungan masyarakat China dan Cadangan Devisa China adalah yg tertinggi di dunia. Pada saat krisis terjadi, ekspor menurun, maka tabungan bisa dipakai utk menangkis pukulan krisis.
Saya pengusaha kecil. Karyawan saya sedikit. Saya selalu bilang : “saya mampunya bayar segini (di bawah UMR”. Dan karyawan selalu bilang : “ndak apa2 pak, daripada saya ndak kerja”.
Yang menjadi masalah jika ada provokatornya. Orang luar, misalnya pacar si karyawan, mengompor-ngompori antara lain : “kalau dibayar cuma segitu, kerjanya ya asal aja, males-malesan aja”.
Dalam skala yang lebih besar, di perusahaan besar, hal yang sama terjadi. Sebagian buruh mau menerima gaji yang dibawah UMR, tapi atas nama serikat, atau apa pun, disampaikan ancaman2 agar menolak. Disampaikan pikiran2 untuk merusak.
ini pembicaraan yg sangat menarik…. saya sangat setuju dengan vld. kurang pas dengan mas Yodhia ( heheheh sory ya brow )
sekedar sharing,
saya pernah punya pabrik dengan karyawan 160 org saat saya usia 21 tahun ( skrg 31)
pada saat itu UMR adalah 900rb, dan saya bayar sebesar itu lebih sedikit. tapi sayangnya, mental para buruh kita yg sebagian besar lulusan SMA atau STM. Selain pemakaiannya upah yg tidak tepat guna (hp, mabok, shoping, roko, jajan ) dan uncotrolable livingcost.
banyak dr mereka yg kurang produktif secra maksimal, kenapa?
krn PGPS ” Pinter Goblok Pendapatan Sama ” atau RMPS ” Rajin males Pendapatan sama ”
tak lama dr itu saya buat ketentuan, Upah saya pas atau bahkan saya tidak naikkan pd thn berikutnya. tapiiiiii
Ada target Komulatif, Divisi dan Individu yang sangat menarik.
bahkan lebih dr pada gaji mereka bila tercapai.
Sejak itu, tidak ada lagi ngumpet meroko, tdk ada ngobrol sambil kerja, tidak ada lagi wasting time. mereka bekerja cepat dengan senang hati, bahkan saling ejek bila ada karyawan yang jauh lebih rendah dr target.
Alhasil, saya senang penjualan dan produksi naik… karyawan senang dapat penghasilan jauh dari UMR dengan waktu yang sama…
tapi sayang, tetap bangkrut 2008 saat harga besi melambung 5 kali lipat
saat ini juga saya usaha distributor, Upah sales dan gudang dibawah UMR, tapi pendapatan total sebulan bisa mencapai 2 hingga 3 juta.
Kenapa foxconn memakai banyak robot. Berikut uraiannya.
https://intltionghoanews.blogspot.com/2012/11/mengapa-foxconn-pekerjakan-banyak-robot.html?m=1
Artikel menarik,
You pay peanut You get mongkey
salam
Mengapa gak dibalik aja.
You are monkey and you get peanut.
pola pikir dengan biaya sekecilnya, mendapatkan hasil sebesarnya…harus dirubah…
Idealnya, bisnis yg OK itu harus mampu mensejahterakan semuanya.
Dari bos hingga pegawai rendahan sekalipun. Kalau memang angka kecukupan minimum suatu daerah katakanlah 2,5 juta, ya perusahaan yg pantas eksis di situ ya yg bisa survive di cost tsb.
Perkara untuk survive mereka harus menseleksi buruh2 yg produktif, rajin, dlsb, itu urusan mereka.
Di lain pihak, ke depan, seorang buruh memang perlu memantaskan diri untuk digaji di level segitu agar layak dipekerjakan, kalau nggak ya dipersilahkan nganggur atau berwirausaha.
Konsekwensinya seperti itu. Nggak mungkin perusahaan bisa berjalan normal saat sebagian besar personilnya merasa diperlakukan tdk adil, atau perusahaan harus membayar lebih untuk imbal balik yg tdk setimpal.
Efek lanjut kenaikan UMR bisa variatif, tapi paling tidak, ada satu profesi yg terangkat penghidupannya, yaitu buruh.
Kalaupun nantinya banyak manusia diganti robot atau mesin, belum tentu itu hal yg buruk. Mungkin manusia memang sepantasnya tidak melakukan rutinitas sebuah mesin. Ada banyak kemungkinan di depan.
Meskipun agak telat, saya setuju dengan argumen terakhir mengenai ayam dan telur. Seorang relasi melakukan penelitian pada 50 perusahaan plat merah (BUMN), saat ini hasil penelitian masih dalam proses penerbitan oleh Kementerian BUMN, bulan depan mungkin sudah diterbitkan di http://www.bumn.go.id
Inti dari penelitian menunjukkan, bahwa kenaikan biaya tenaga kerja di BUMN, ternyata mendorong kenaikan laba bersih.
Lho koq bisa? Padahal itu kan jadi biaya tambahan yang akan mengurangi pendapatan? Ternyata, dengan penambahan biaya tenaga kerja, para pegawai di BUMN cenderung menurunkan penggunaan sumber daya yang lain. Artinya, pos-pos biaya lain cenderung turun, seiring dengan bertambahnya pendapatan yang diterima.
Hal ini mengkonfirmasi dua hal, pertama bahwa BUMN dulunya memang inefisien, dan beroperasi asal-asalan sehingga biaya tinggi, dan kebijakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pegawainya (dan diimbangi dengan penerapan manajemen kinerja) ternyata menyebabkan pola kerja mereka juga berubah.
Mungkin saat ini pun masih belum efisien, tetapi kinerjanya jauh lebih baik di banding masa lalu.
Kedua, mendukung konsep yang menyatakan bahwa kepuasan kerja (yang salah satunya diukur dari kemampuan memenuhi kebutuhan hidup) akan mendorong motivasi pegawai dalam bekerja.
Saya tidak bisa bicara banyak tentang pengalaman, karena saya baru memulai, dan itupun dengan pegawai yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Tapi saya menggunakan mazhab yang saya yakini dalam mengelola aset manusia, dan kebetulan mazhab itu sama dengan argumen dalam topik ini.
Salam.
Sebenarnya setiap kebijakan yang diambil dalam hal kenaikan UMR ini harus sebisa mungkin menguntungkan kedua belah pihak dalam hal ini pekerja dan pemberi kerja (dalam hal ini perusahaan).
Selain itu tidak semua perusahaan memliki kondisi keuangan yang sehat, terutama perusahaan kecil dan menengah yang lagi berkembang sehingga apabila kebijakan ini disamaratakan juga sangat berbahaya sekali dimana akan banyak perusahaan yg tidak bisa membayar gaji pegawainya.
Selain itu apabila kebijakan tersebut dilaksanakan apakah biaya2 yang tidak jelas selama ini juga tidak naik juga ?
kebijakan kenaikan UMR tetap hrs dilaksanakan akan tetapi harus adil… jangan sampai banyak perusahaan yg tutup krn tidak bisa menggaji karyawannya atau banyak perusahaan yang memindahkan produksinya ke luar negeri .. ini lebih gawat akan banyak pengangguran.
Update…sudah ditetapkan Dewan Pengupahan, sebesar 2,2 juta sekian….tinggal tandatangan Mas Jokowi..hehheh
Setuju sama smua pendapatnya…tinggal disesuaikan sj dgn kebutuhan agar win-win…thanks all
Kalau semua org mulai dari buruh pabrik, guru, pns, dosen, insinyur, dokter, pekerja bangunan dll. Semua berpendapat, tunggu dulu gaji saya mencukupi baru saya kerja lebih giat, apa yg akan terjadi dgn negri ini?
Thanks Bro posting nya mudah menjadikan kita berwawasan yg lebih dalam hal menyikapi UMK/P atw apapun nama nya…
dari semua komen saran masukan semua nya kita harus berpikir yg positif saja karena salah satu penyebab yg paling utama adalah control dari pemerintah yg nota bene nya selalu berubah…ganti peminpin ganti kebijakan terus…
berlanjut sampai rakyat yg menjadi korban dari semau itu…
Sebenarnya ini berpulang kepada karyawan sendiri.
UMR sebesar apapun jika tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja dan peningkatan aset buat perusahaan, maka ujung-2nya pasti ada yang jadi korban.
Dimana perusahaan dengan terpaksa akan meng “cut” budget antara lain dengan pengurangan jumlah karyawan, fasilitas dll.
Diperlukan satu formula yang lebih jitu dan tepat, baik dari instasi pemerintah terkait atau pihak lainnya .
Jika kondisi bisnis sedang bagus dan keuntungan perusahaan berlimpah, hal ini akan menjadi lebih mudah untuk diselesaikan.
Harusnya ada timbal balik yang seimbang
Saya kebetulan seorang pengusaha kelas menengah, saya mempunyai sebuah pabrik yang mempunyai kapasitas 3xx buruh.
Menurut saya sendiri sebaiknya apabila bisa lebih baik UMR ditiadakan.
Saya lebih prefer menggaji buruh saya lebih tinggi dari UMR sekarang tetapi dia telah berjasa demi perusahaan saya bekerjasama dengan baik dari pada menggaji sesuai UMR sekarang yang akan naik tetapi kerjaanya malas, buang uang untuk tidak benar dan lain sebagainya.
Apalagi sekarang hampir semua perusahaan tidak lolos dari material import yang juga naik harganya. Saya sangat menyesal karenaakan mengurangi buruh dan membuat mereka menganggur dan semakin sulit membeli nasi. Mau tidak mau.
Hanya menanggapi maafkan saya apabila tidak sependapat. thx.
Just share.
Saya setuju banget dengan komentar vld,
Untuk lulusan S1 saja yang notabene kerjanya di Perbankan (yang anggapan orang itu elite) gajinya bahkan ada yg cuma 1.8 (dr bank 2,4juta tp dipotong untuk outsourching), masak gaji S1 sama bahkan lbh kecil daripada para buruh yang hanya lulusan SMA?
tapi selama ini g ada demo tuntutan kenaikan gaji dari para lulusan S1, krn mereka cerdas mengelola keuangan, bisa hemat, bisa invest.
Mereka akan menuntut karena merasa layak, jika memang apa yang mereka berikan sudah lebih daripada apa yang mereka telah dapatkan.
Yang paling penting itu adalah Gaya Hidup, kalau Gaya Hidupnya boros ya alhasil gaji berapapun g akan cukup.
Sebenarnya yang diperlukan itu adalah Kesejahteraan, bukan gaji tinggi. Gaji tinggi pun belum tentu sejahtera. karena gaji tinggi akan menyebabkan masyarakat kita tambah konsumtif (g gaji tinggi aja sudah konsumtif).
Yang paling penting dan dibutuhkan adalah perusahaan mampu menjamin kesejahteraan karyawannya, mis. dengan bantu kredit rumah, menyediakan beasiswa pendidikan, menyediakan fasilitas kesehatan gratis, makan dan transpotasi disediakan dan tentunya kepastian pekerjaan tetap dll. g perlu gaji tinggi tapi biaya hidup juga tinggi.
Jika gaji buruh naik smp 40%, bayangkan total berapa yg hrs dibayar oleh perusahaan.
alhasil hal ini akan berdampak terhadap harga produk. bagaimana nasib para petani, pemulung, tukang ojek, pedagang kecil, dll yg notabene penghasilannya g tetap? mereka yg akan terbebani dengan kenaikan harga produk. kec. ada jaminan harga barang g akan naik walaupun upah buruh akan naik. apakah anda bisa menjamin?
apalagi dengan kenaikan upah buruh di jakarta, maka di daerah2 lain pun akan mulai bergejolak demo besar2an yg menuntut keadilan (padahal adil itu belum tentu harus sama rata).
Mungkin saja ini bisa jd efek agar perusahaan menjadi lebih kreatif {2}, namun yang perlu ditanyakan apakah mental pengusaha di Indonesia sdh siap? dan apakah fasilitas di negara ini sdh memadai? Saya rasa waktu untuk menuju ke sana, perusahaan2 malah sudah colaps semua atau akhirnya pindah ke Vietnam atau China yg tingkat buruhnya rendah.
Apalagi jumlah tenaga kerja di Indonesia sangat banyak, bahkan tidak memiliki keahlian yang baik. yang berkeahlian pun banyak yg masih nganggur. sehingga nilai tawar tidak bisa tinggi.
ohya tambahan promosi sdkt,
buat yang tertarik menulis buku ekonomi, bisnis dan investasi bisa sharing dengan saya di jesicca@andipublisher.com
tx
upah buruh naik, harga barang juga akan naik, sama aja bohong
UMR besar itukan sebenernya buat menggeser tempat para pengusaha yang di jkt aja,,, pengusaha akan berfikir kalau daerah lebih murah kenapa meski dijakarta gitu loh..
mohon penjelasannya.. saya buruh di daerah karawang, kebetulan untuk UMR thn 2013 ada kenaikan sekitar 61.7% untuk level operator..
kalau untuk level leader, foreman, supervisor berapa % kenaikannya jika berdasarkan kenaikan UMR tersebut diatas.
mohon penjelasannya ? terima kasih
buruh pengen gaji yang tinggi, tahun depan juga sama, tahun depan juga sama, tahun depan nya lagi sama juga, 5 tahun kemudian bukan tidak mungkin umr di indonesia paling tinggi di dunia. prestasi yg sangat membanggakan
Bagus sekali ulasan dan komentarnya.
Surabaya saat demo buruh ricuh dan ada gas air mata juga plus bakar ban di Tuguh Pahlawan. Maka simpati terhadap buruh yang menghadang jalan raya juga agak kurang benar. Sayang sekali.
kita berharap semua maximal bekerja keras, sebenarnya tidak salah juga ada UMR naik, kita yang jual barang juga senang kok. Ada perusahaan rokok terkenal pindah ke Jember juga. 🙂
nah klo 2013 2,5juta, kira2 tahun 2023 harus berpa ya? hihihi
..ikut nimbrung nih..
klo saya tetep positif thinking aja..awal pasti ada gejolak..di masing2 pihak ( baca: pengusahan pekerja)..tapi itu grafiknya tak akan konstan..cenderung turun..
saya yakin akan ada hasil positif dengan berita kenaikan umk yg signifikan tsb.
kehidupan tdk hanya ada satu dua simpul pilihan,,tak hingga jawabanya..tinggal apa yang ada di pikiran masing2. jika berpikir positif ya itu jawabanya..dan sebalikknya pula.
banyak contoh kasus yang awalnya rame dgn masing2 opini n analisa..tp setelah berjalan sekian waktu semua bisa melihat jawabannya.
Menarik apa yg anda katakan, tapi yang anda tulis diatas adalah permasalahan domestik, tetapi apakah terpikirkan oleh anda masalah perusahaan export, dimana kami harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing, dengan produk yang sama..
akankah kami bisa menjual barang harga kami dengan lebih kompetitif, sementara kenaikan UMP kita tidak dibarengi dengan pengontrolan harga? kami tidak bisa menjual barang dengan harga sekarang di 2013 nanti.
Kalo menurut saya, yang perlu di lakukakn adalah mengontrol harga, karena berapun UMP di naikkan, harga akan tetap ikut naik, dan daya beli pun akan sama…. trimakasih
Kalau saya jadi pengusaha, saya sih juga kepikiran untuk mensejahterakan karyawan saya. Turut membantu mereka mengembangkan kemampuan. Entah itu dengan menaikkan gaji bagi karyawan berprestasi. Atau mengoptimalkan perusahaan saya sebagai laboratorium untuk mereka.
Tapi salah satu kekhawatiran pengusaha, adanya biaya-biaya ‘siluman’ dari pemerintah ya ? 😀
Ada nggak cara dari pengusaha untuk mengatasi biaya2 ‘siluman’ ini ?
Semoga rencana kenaikan gaji ini dapat terpenuhi dengan pasti dan akurat ajam terpercaya.. gaji naik asal jangan nantinya BBM ikut naik, nah loh.. standart hidup jadi sama saja.. gak pernah cukup.. jadi harap2 cemas nih saya..
Saya lagi sedih….karyawan saya entah ada angin dari mana…saat ini lagi mogok kerja…mereka minta gaji naik padahal gaji mereka sudah diatas UMR tahun lalu dan produksi kami ndilalah kok ya lagi menurun cukup drastis ketimbang kemarin-kemarin….
kayaknya kami harus tutup buku…..mempersilahkan mereka mencari kerja ditempat yang lebih baik.
Semoga tidak banyak pengusaha yang mengalami hal serupa dengan saya….
(jadi ketawa sendiri dengan istilah diatas “memelihara anak macan” :))
mending PHK aja semua karyawannya
Makanya pihak pemerintah perhatikan kesejahteraan rakyat dong.berobat gratis.sekolah gratis.Dana BOS jangan dikorupsi,kontrol harga barang di pasar.ini UMP belum diterima,barang-barang udah pada naik aja.
Kenapa bisa UMR kalimantan lebih kecil dari pada DKI cuma 1337.500??????????????
semeng bgt umr naek tapi cuma 3bln gw senengnya april gw kena phk berikut 78
tmen gw…
tpmasih ada ajj,.pengusaha/pt yg memberi gaji karyawany dibawah @1,5 juta.
trimakasih atas penjelasannya, bermanfaat sekali
Andaikan kita naikan UMR karyawan , apakah ada jaminan aktifitas kerja mereka meningkat ? contohnya saja kenapa kuli bangunan yg bekerja di luar negeri kok gajinya kecil dari pada gaji orang lokal sana ? jawab mereka : karena orang indonesia kalau kerja cuma pakai tangan 1 , saya tanya : kenapa bisa begitu ? jawabnya : orang indonesia kalau kerja tangan satunya pegang rokok jadi yg bisa bekerja cuma tangan 1 saja.dari sini kita bisa ambil kesimpulan pekerja indonesia belum bisa profesional .
berdasarkan artikel ini,sepertinya hanya dilihat dari sudut pandang buruh atau karyawan ya.
kenaikan gaji spt ini baik di jkt maupun di medan,saya rasa tidak tepat
.karena tindakan ini sama saja akan menaikkan cost produksi yg cukup signifikan,sebabnya bahan baku produksi pabrik juga berasal dari perusahaan lainnya atau supplier dan karyawan mereka jg mengalami kenaikan gaji,ya harga jual bahannya ke produsen dinaikkan donk.
jadi karena harga bahan baku naik,gaji karyawan juga naik,modal produksi jg naik,produk mau dijual berapa?
apakah terjangkau daya beli?
apalah artinya kenaikan gaji karyawan sekarang, sementara semua harga barang juga ikut naik.
1 banding satu kan? masalah disini,segala sesuatu yang dibutuhkan badan kita semua buatan sektor industri.dari rambut sampai ujung kuku,semuanya naik harganya.
jadi, saya rasa kurang tepat kalau gaji karyawan naik, mereka akan sejahtera.
menurut saya solusinya.pemerintah harus segera merubah pola subsidi mereka.
harus mendukung sektor industri,segala yang berbau industri, tanpa kecuali contohnya industri pariwisata,perfilman,pendidikan,transportasi dsb.adapun subsidinya berupa: harga khusus untuk bahan :
1. air
2. listrik
3. gas
4. bahan bakar minyak
5. bahan logam
alasannya:
pemakaian listrik di seluruh indonesia didominasi oleh rumah2 dan jalan,pemakaian untuk sektor industri hanya sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pemakaian listrik rumahan.sementara perusahaan wajib membayar tagihan listrik yang lebih mahal tarif dasarnya daripada rumahan.
maka tarif dasar listrik untuk industri harus lbh murah dari TDL rumahan.Untuk bahan bakar juga,terutama minyak,harga minyak jalanan jauh lebih murah daripada industri.
sementara bila dibandingkan dengan jumlah pemakaian jalanan untuk mobil dan motor pribadi, maka jumlah pemakaian untuk sektor industri jauh lebih sedikit.
jadi mana yang lebih baik disubsidi?subsidi yang pemakaiannya banyak dan boros?atau subsidi yang hanya pemakaian sedikit tapi tepat guna?
saya berharap kt melihatnya dengan positif ok,subsidi pemerintah ke warga miskin rp 300.000 per tiga bulan tidak tepat dan tidak berguna karena jumlah uang yang mereka terima tidak mampu untuk membeli bahan kebutuhan yang sekarang pada naik drastis, kadang pun penerima BLSM itu tidak pada target yang berhak.
tapi kalo subsidinya ke sektor industri, semua rakyat indonesia ikut menikmati barang2 yang harganya terjangkau.dari sabun, shampoo,sisir, sampai ke sandal dan makanan,semuanya terjangkau.
rakyat tidak akan kelaparan.
dari segi penjualan,sampai saat ini masyarakat kita masih saja mencari produk2 murah yang untuk dimakan yang mana harga produk tersebut sangat tidak masuk akal murahnya dan bisa saja berbahaya.bayangkan saja isinya banyak,tapi harga isinya lebih murah dari packaging?
terbuat dari apa tuh?kapan majunya rakyat kita kalo yang dikonsumsi dan yang dipake untuk kebutuhan aja asalan dan tidak bergizi?
ok.kita jangan takut pengusaha kaya, karena kita harus lebih takut mereka tidak mau lagi ekspansi untuk membuka lapangan kerja baru
mau dikemanakan anak2 kita yang fresh graduate?sementara lapangan kerja semakin terbatas.jangan sampai negara kita terjajah lagi secara ekonomi.
Ya dicoba saja gaji dinaikan 2,4 juta paling celaka perusahaan tutup kan.
Realita yang terjadi sekarang ini Perusahaan mengaji 1000 Karyawan dengan gaji – 1% dibawah UMR dengan Perusahaan menggaji 1 Orang dg gaji 1 % diatas UMR dimata Pemerintah / Disnaker adalah lebih baik perusahaan dengan 1 orang dengan gaji 1% diatas UMR.
Soal Pengangguran tidaklah penting bagi mereka.
Perusahaan harus 100% taat titik !
Bukankah di Surabaya sudah terjadi pengusaha dipenjara karena menggaji karyawannya dibawah UMR ?
Ironi memang.
Dengan kenaikan yang dituntut karyawan saya beberapa saat lalu…. Dan dihitung dengan apa yg saya dptin sbgai pengusaha, maka tahun ini saya memutuskan untuk memberhntikan karyawan saya…
Sy tidak sanggup dgn keadaan bgini, cost smakin tinggi, sewa tmpt jg makin tinggi..
Smoga tmn2 pengusaha laen tetap bertahan…
mau ikut menambahkan saja
apakah temen2 pernah tahu, bahwa kenyataanya dari 100jt sekian tenaga kerja produktif Indonesia, yang benar-benar kerja di sektor formal hanya sekitar 7% (atau 7 jutaan orang), sisanya bagaimana ?
Ya bekerja informal atau bahasa jalan nya ‘serabutan’ tentunya di bawah gaji UMR
jadi kalau buruh2 menuntut UMP yg naik gila2an (opini terakhir sampai 3,7 jt) Apa justru tidak egois ? karena domino effect dari kenaikan gaji tentu saja inflasi, dan 93 jt tenaga kerja informal lainnya masih berkutat dengan gaji di bawah 2 jt.
Efek lainnya adalah perusahaan2 akan lebih selektif memilih pegawai, dan tidak kecil kemungkinan atas nama efisiensi merumahkan para pegawainya dan menggantikannya dengan mesin yg jauh lebih efisien
Intinya adalah : semua ini hubungan tali temali yg harus dicari benang merah ‘win-win solution’ nya antara 3 pihak : tenaga kerja, perusahaan dan pemerintah
salam
harga tergantung dari permintaan dan penawaran, kenapa upah murah karena lebih banyak yang nganggur daripada bekerja….
Pak,memang betul kalo karyawan harus mendapat penghidupan layak,akan tetapi,situasi ini yg menjadi orang baik adalah pemerintah,yg menjadi orang jahat jg pemerintah.ibarat kalo ada pipa bocor,potong pipa,dop kan aja,lalu yang tidak mendapat air bagaimana?
jawaban pemerintah simple aja.”emang gue pikirin”.itu jawaban pemerintah kita.
Betul seperti comment dari saudara2 diatas,kenaikan gaji dibarengin dengan kenaikan harga barang ya sama saja 0.
Pemerintah dengan seenaknya menentukan standar gaji untuk karyawan segala bidang.Mana dukungan untuk para pengusaha yang sudah menyediakan lapangan kerja?
listrik industri lebih mahal dari rumahan,minyak,gas,semua untuk industri lebih mahal dari yang umum.
mau dijual berapa barang hasil produksi?
bagaimana kita bisa bersaing dengan produk impor? bagaimana kita bisa ekspor?
wong cost produksinya belum apa2 dah tinggi.belum lagi kutipan liar, salam amplop untuk pejabat pemerintah dari berbagai bidang yang berkunjung dengan dalih memeriksa.OKP2,dan sebagainya.
ibaratnya pengusaha itu sebagai sapi perah.pernah gak pemerintah memperhatikan pengusaha dan memberikan kemudahan atau subsidi untuk meningkatan sektor usaha dan industri indonesia ini?
kalo menurut saya,jikalau pemerintah tidak memperhatikan para penyedia lapangan kerja ini dalam hal yang bisa membantu pengembangan usaha mereka,maka cepat lambat berjuta2 orang akan mengalami kelaparan.
why?
karena kenaikan gaji yang signifikan tidak sebanding dengan kenaikan penjualan perusahaan.
naik gaji terus tidak akan pernah ada puasnya.situasi ini akan membahayakan sektor ekonomi indonesia secara menyeluruh.seperti bom waktu yang kapan saja siap meledak.
Pak mxm,saya turut sedih dengan keadaan bapak.
tapi ini salah satu contoh karena kenaikan gaji yang signifikan ini tidak sebanding dengan penjualan ataupun produktivitas perusahaan bapak.
akibatnya seluruh karyawan diberhentikan.
yang rugi siapa?
karyawan juga kan, gaji tinggi sekarang tapi pengangguran.artinya pengangguran bertambah dan kita kehilangan satu pengusaha penyedia lapangan kerja.doa saya semoga bapak akan mendapatkan peluang bisnis yang lebih baik lagi dalam waktu dekat.
Memang dah nasib,para buruh tinggal demo besar2an menuntut
tuntutannya terpenuhi,kalo nasib pengusaha itu ya jadi sapi perah baik bagi buruh dan pemerintah….
seandainya kalo pengusaha punya hak untuk mencetak atau fotocopy uang kertas untuk dibayarkan ke karyawan….
.bolehlah gaji minimal 100 jt perorang pun kita bayarkan.
jakarta sekarang demo naik gaji 2014 rp 3,7 jt,listrik naik lagi,air naik lagi….muak de….
maunya para pengusaha mogok jalankan usaha biar semua kelaparan sekalian baru bisa sadar ini.
Bagaimana dengan usaha UKM, tentunya menjadi tantangan karena harus ‘berebut’ dengan perusahaan besar yang bisa memberi gaji besar dalam hal rekrutmen sdm/ karyawan?
susah untuk di mengerti akan perkembangan jaman saat ini..
skrang gajih naik
kbutuhan semuanya juga naik
di saat banyak tuntutan dari kita kaum buruh
semakin menciutkan nyali pebgusaha untuk menanam invest di negri kita
yang ada
para pejabat lah yang untung akan hal ini..
dengan menaikan harga” pangan..
Pembuat UMR adalah orang-orang pintar yang dengan berbagai analisa dan bermacam pertimbangan akhirnya membuat keputusan berapa seharusnya UMR yang diberikan untuk buruh atau karyawan.
Saya selalu berusaha melihat dan mencari tahu besaran UMR yang diputuskan pemerintah untuk saya terapkan di usaha kecil saya.
Jika saya mampu, maka langsung saya terapkan, jika saya belum mampu, maka saya meminta semua karyawan saya untuk bersabar, sambil saya mencari jalan keluarnya.
Tapi terus terang untuk UMR tahun 2013 ini yang naik terlampau jauh dari semula, memang membuat saya pontang panting memeras keringat memelintir kepala untuk menyesuaikan nya ke UMR..
Sungguh tulisan anda di posting ini, membawa inspirasi dan semangat buat saya.
Salam
Bahrul
Saya setuju dengan pak Yodia.
Saya berharap para pengusaha bisa membaca tulisan ini, karena “Karyawan itu bekerja untuk memajukan perusahaan dan Perusahaan seharusnya memikirkan kemakmuran karyawannya”
Matur suwun pak Yodhia, anda selalu memberi inspirasi dengan dasar sejarah dan analisa.
Salam,