DIGITALNOMICS : The Amazing Power of Digital Economy

Jagat digital dunia kembali begemuruh saat minggu lalu Facebook memutuskan mengakuisisi WhatsApp.

Nilai pembeliannya merepresentasikan fenomena yang saya sebut sebagai digitalnomics – the amazing power of digital economy : Rp 209 triliun untuk sebuah perusahaan yang baru berusia 5 tahun dengan karyawan hanya 55 orang (sebagai perbandingan, karyawan Telkom Indonesia butuh sekitar 30 ribu karyawan untuk mencapai value yang sama).

Market value Facebook sendiri juga mencengangkan : Rp 1200 triliun (Facebook baru berusia 10 tahun, jauh lebih muda dibanding Telkom yang sudah berusia 50 tahun lebih).

Ada tiga keping kekuatan yang amat powerful dari fenomena DIGITALNOMICS ini. Kita akan menguliknya di pagi ini, sambil ditemani secangkir teh hangat.

Market value WhatsApp, Facebook dan juga Instagram (dibeli Facebook dengan harga Rp 10 triliun, padahal hanya punya 13 karyawan) mencerminkan bahwa ada sejumlah fitur unik yang mungkin mesti dipetakan untuk memahami dunia digital, dunia digitalnomics.

Digitalnomics # 1 : The Power of Digital Network. Hampir semua perusahaan digital nilainya tumbuh dengan fantastis sejalan dengan pertumbuhan jaringan user-nya.

User Facebook per hari ini sudah tembus 1,2 milyar penduduk dunia. WhatsApp lebih mencengangkan : hanya dalam empat tahun, usernya sudah tembus 450 juta (sebagai perbandingan : dalam empat tahun pertamanya, Facebook hanya memiliki anggota 150 juta. Bisa dibayangkan potensi WA dalam tiga tahun ke depan).

Dan dalam dunia digital yang serba terkoneksi (dimana batas antar negara menjadi tidak relevan) pertumbuhan user yang fantastik itu mudah dilakukan.

Sepanjang di pojok dunia itu ada koneksi internet, maka mudah untuk menambah anggota jaringan secara cepat dan luas. Entah orang itu di Los Angeles atau Lenteng Agung, mereka semua bisa terkoneksi dengan FB, WA atau Instagram.

Dan ajaibnya : dalam dunia digital, pertumbuhan user yang amat masif itu TIDAK HARUS diikuti dengan pertambahan pegawai atau biaya.

Maka karyawan WA bisa tetap hanya 55 orang untuk menghandle 450 juta pelanggan. Bandingkan misalnya dengan Bank Mandiri : berapa biaya penambahan pegawai dan pembangunan kantor cabang yang harus dikeluarkan untuk mengikuti pertumbuhan pelanggan yang melesat.

Digitalnomics # 2 : Super Efficient and Really Big Profit. Maka industri digital adalah bisnis yang super efisien dengan potensi profit yang amat masif. Harga WA dan Instagram yang fenomenal (dengan karyawan yang hanya puluhan) menunjukkan prinsip super efficient/massive profit itu.

Ada contoh satu lagi yang tak kalah mencengangkan : meledaknya game Flappy Bird. Game yang simpel ini hanya dibuat oleh SATU orang dari Vietnam (bukan ratusan atau ribuan orang). Biaya pengembangan game itu mungkin hanya lima jutaan rupiah. Satu orang. Lima juta rupiah. Super efisien.

Namun kita tahu, game itu telah mendatangkan pendapatan iklan Rp 50 juta per HARI bagi pengembangnya yang hanya sendirian itu (atau Rp 1,5 milyar per bulan). Another amazing power of digital economy.

Kisah Flappy Bird hanya mungkin terjadi dalam dunia digitalnomics. Bisnis yang amat efisien, jumlah pegawai kecil, dan dengan potensi laba yang amat fantastik.

Digitalnomics # 3 : Digital Products = Amazing Business. Tahun lalu saya pernah menulis disini : jualan yang paling mudah dan enak dalam bisnis online itu adalah jualan “produk digital” (entah dalam bentuk aplikasi game seperti Flappybird, aplikasi SMS seperti WA, atau juga produk digital seperti ebook, presentation files, dll. Intinya produk bisa ditransfer ke pelanggan secara digital; bukan lewat TIKI JNE).

Dalam skala dunia, prinsip digitalnomics ketiga itu sudah dibuktikan dengan kisah fantastik WA, Instagram dan Flappybird.

Semua produk itu sejatinya aplikasi yang simpel dan karenanya tidak butuh BIAYA yang tinggi (membuat aplikasi seperti WA tidak perlu teknologi yang terlalu canggih. Flappybird dibuat dengan tampilan yang amat sederhana). Namun semuanya mendatangkan potensi profit yang TIDAK SIMPEL.

Dalam skala lokal, sudah banyak pengembang aplikasi yang produknya laris terjual di Apple Store. Begitu juga, banyak sekali anak-anak muda yang sukses “jualan informasi” secara digital (baik yang dikemas dalam produk ebook ataupun file presentasi).

Meski skala berbeda, namun esensinya sama : semuanya percaya bahwa produk digital yang mudah dijual, tidak ribet, dan tidak butuh TIKE JNE adalah produk masa depan ekonomi. Simbol yang paling jelas dari kemajuan “fenomena digitalnomics”.

Sejalan dengan pertumbuhan user internet di tanah air yang sebentar lagi menembus angka 100 juta (sangat besar jumlahnya), maka fenomena digitalnomics pasti akan kian melesat skalanya.

Digitalnomics – The Future of Our Digital Life.

32 thoughts on “DIGITALNOMICS : The Amazing Power of Digital Economy”

  1. Alhamdulillah, ane juga baru sadar, ternyata memang ane selama ini jualan barang digital itu lebih mudah daripada jualan fisik. Ane jadi berfikiran mengembangkan ide bisnis baru nih, hihi.. top artikel nya. Sangat menginspirasi.
    :’)

  2. Tambahan pak

    1 Robot bisa mengalahkan 1.000 manusia.

    Bapak lupa kayaknya mencatumkan Perusahaan Google. Saya Percaya bapak udah tahukan kalau Google membeli banyak sekali robot.

  3. untuk penjualan produk digital sepertinya harus cepat-cepat di aplikasikan, wong saya jualan produk biasa yg masih pake jasa TIKI JNE aja laris manis kok, thanks for inspiring

  4. Lagi musimnya ya memang begitu…kan pernah juga rame 10 tahun lalu ttg dot com company trus nyungsep bbrp tahun kemudian…Fenomena bangkitnya era digital saat ini terbantu oleh perkembangan teknologi smartphone.

  5. Ketika sudah banyak sekali orang yang mempercayakan produknya ke dunia digital, berarti maju pula pemikiran dan kinerjanya.

    Hanya saja perlu dipertimbangkan dampak terburuk dari fenomena ini:
    semua produk berbentuk digital, produk analog menghilang perlahan.
    Ancaman seperti film The Matrix dan Terminator mungkin bisa menjadi nyata di dunia. Kita tunggu saja.

    Salam,
    Chris Aditra, Pecinta analog

  6. saya setuju dengan fenomena digitalnomics ini, tapi menurut saya kebanyakan produk yg terlahir dari era ini tidak long term, lifetime nya tidak seabadi produk konvensional

    contoh : mungkin umur FB tidak akan sepanjang umur Toyota atau Telkom dll, walaupun secara valuasi peningkatan FB atau WA sangat luar biasa

    just my opinion

  7. Pk. Yodhia, kira2 bisa ga bisnis digitalnomics ini bisa diterapkan dalam bisnis lain, menggunakan tenaga kerja sedikit, untuk meraup profit yang besar. thank.

  8. berbisnis digital.. banyak yang tergiur dengan fakta-fakta ekonominya.. namun banyak juga yang tumbang berjatuhan sebelum berbuah.. ya, esensi dari hal tersebut sebenernya lebih ke keseriusan dan ketekunan.

    plus, peluang yang segera diambil.

    WhatsApp dijual bisa jadi karena pertumbuhannya mulai stagnan, digerus mulai populer (kembali) BBM.

    Dan bisa jadi juga facebook membeli whatsapp untuk menaikkan value saham perusahaannya, kapitalisasi marketnya bisa jadi naik dengan kebijakan pembelian tersebut.

    ah, saya agak sok tau.. hehe..

    salam mabur semua,
    selamat berjuang di era digitalnomics .. 🙂

  9. Dear Yodhia,

    Nice article.

    Mohon advise, Digitalnomics apa yang dapat diterapkan pada industri asuransi umum (non life).

  10. Abu Arsil (12) dan Aryo (15) : yang paling mungkin dilakukan adalah dengan melakukan digital marketing (online marketing)…..atau bikin aplikasi yang berkaitan dengan bisnis Anda.

    Membuat hubungan dengan pelanggan menjadi lebih intens, dan komunikasi jadi murah karena via digital/online.

  11. Mungkin hanya sandang pangan papan saja yg tetap produk nyata meski bisa dijual online, sementara komunikasi, pendidikan, n hiburan bisa didigitalkan.

    Memang bisnis digital menjanjikan, namun utk jadi masif n bertahan, harus jd yg terbaik krn akses digital mudah n meluas.

    Contohnya aja yahoo search n friendster yg legendaris hrs gugur krn ada yg lebih baik.

    Produk non digital lebih bersifat regional. Tidak harus jd yg terbaik utk tetap survive, meski memang profitabilitasnya standar2 aja.

    Tidak masif, tp cukup menghidupi. Yg penting jgn taruh semua telur di 1 keranjang aja.

  12. Sangat setuju dengan Online jarak dan waktu tidak menjadi sebuah masalah, kunci yang perlu ditambahin dalam item diatas adalah menurut saya, aplikasi online tersebut mempunyai manfaat bagi manusia, terutama yang berhubungan dengan sosial karena basicly kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain

  13. iya juga ya saya baru kepikiran banget tentang Digital Products atau digital content, utk shippingnya mudah dan produksi nya mudah banget tinggal kita punya great kontent yang brasal dari ide yg inovatif jg

  14. Membuat produk digital bisa membuat orang kaya.. cukup punyai ide berupa produk dan layanan yang bisa dinikmati orang banyak.. sisanya suruh orang lain yang ngerjakan..

  15. Tulisa mas Yodhia ini renyah sekali. Dinaikan, lalu diturunkan. Kadang sesekali dibuat berdecak orang yang ngebaca.
    Dengan data-data yang sangat akurat, karena background mas Yodhia adalah manusia kutubuku, membuat tulisannya tdk garing. Alhamdulillah setiap hari senin saya mengikuti ulasan2 tulisannya.

    http://www.softwarepsikotest.com

  16. Ane tetap jualan sepatu sembari jualan software, jadi memang lebih menguntungkan tinggal sebar link aja udah jalan, nunggu transfer dan kirim via email/SMS/WA

  17. Jazakumullah khairan utk inspirasinya…
    Kami mulai mempromosikan paket umroh murah, biaya umroh murah melalui media internet marketing. Dan alhamdulillah ternyata membidik pasar di google dengan keyword biaya umroh murah sangat banyak.

Comments are closed.