Lima Tantangan Besar yang Menghadang Menteri Keuangan Baru RI

Indonesia punya nakhoda baru di Kementerian Keuangan. Siapa pun dia, tugasnya tidak akan ringan. Di tengah dinamika global yang makin tak menentu, serta tekanan domestik yang makin kompleks, posisi Menkeu adalah salah satu kursi paling panas di kabinet.

Berikut lima tantangan utama yang hampir pasti menanti sang Menkeu baru.

1. Menjaga Defisit dan Disiplin Fiskal di Tahun Politik

Pemilu sudah lewat, tapi dampaknya belum. Tahun politik selalu menggoda pemerintah untuk belanja lebih. Janji kampanye harus direalisasikan. Subsidi ingin diperluas. Proyek populis ingin digenjot.

Padahal, ruang fiskal kita makin terbatas. Defisit APBN tidak bisa terus-menerus ditambal utang. Apalagi, era suku bunga rendah sudah lewat. Biaya utang sekarang lebih mahal.

Menkeu harus berani berkata “tidak” pada berbagai tekanan belanja yang tidak produktif. Menjaga defisit tetap aman—tidak lebih dari 3% PDB—bukan cuma soal angka, tapi soal kredibilitas pemerintah di mata investor global.

2. Menangani Ancaman Pembengkakan Subsidi

Harga energi dunia sulit diprediksi. Jika harga minyak mentah kembali naik, beban subsidi BBM dan listrik bisa melonjak tajam. Tahun ini saja, subsidi dan kompensasi energi diperkirakan tembus Rp 500 triliun jika tidak dikendalikan.

Di sisi lain, mencabut subsidi secara drastis bisa picu gejolak sosial. Sudah banyak contohnya di negara lain.

Menkeu perlu strategi cerdas: merancang skema subsidi yang lebih tepat sasaran, misalnya berbasis data kependudukan. Tapi itu tidak cukup. Harus ada koordinasi yang kuat dengan Kementerian ESDM, Bappenas, bahkan dengan Istana. Karena ini bukan isu fiskal semata, tapi politik dan sosial juga.

3. Reformasi Pajak yang Tak Kunjung Tuntas

Penerimaan pajak memang naik, tapi belum optimal. Rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) kita masih di bawah 11%. Jauh dari ideal.

Pajak karbon belum jalan. Pajak digital masih separuh hati. Tax amnesty sudah dua kali dilakukan, tapi kepatuhan masih stagnan.

Menkeu perlu melanjutkan reformasi perpajakan yang sebenarnya sudah dirintis: digitalisasi, integrasi NIK-NPWP, pemangkasan celah-celah penghindaran pajak. Tapi jangan cuma fokus teknis. Perlu juga pendekatan komunikasi yang lebih membumi. Masyarakat harus merasa “fair”—bahwa pajak bukan beban, tapi kontribusi bersama.

4. Menjaga Stabilitas Ekonomi di Tengah Gejolak Global

Dunia sedang tidak baik-baik saja. The Fed belum tentu segera menurunkan suku bunga. Perang Ukraina belum usai, Gaza masih memanas, dan ekonomi Tiongkok mulai goyah. Semua ini berdampak ke Indonesia.

Nilai tukar rupiah bisa terguncang. Modal asing mudah kabur. Harga pangan bisa naik.

Menkeu harus bekerja erat dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas. Bukan cuma lewat instrumen fiskal, tapi juga dengan signal yang meyakinkan pasar: bahwa pemerintah tetap prudent, tidak boros, dan responsif terhadap krisis.

Ini tantangan yang membutuhkan kepemimpinan. Bukan sekadar hitung-menghitung di spreadsheet.

5. Menata Belanja dan Mendorong Kualitas Pertumbuhan

Selama ini, kita terlalu fokus pada besar kecilnya anggaran. Tapi lupa pada kualitas belanja.

Berapa banyak proyek yang anggarannya besar tapi dampaknya kecil? Berapa banyak anggaran pendidikan yang habis untuk gaji, bukan kualitas?

Menkeu harus mulai mendorong spending better, bukan spending more. Ini bukan pekerjaan satu tahun. Tapi harus dimulai sekarang.

Anggaran pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial harus benar-benar memberi dampak. Kalau tidak, pertumbuhan ekonomi hanya akan bersifat semu: naik secara angka, tapi tidak terasa oleh rakyat.

Penutup: Bukan Sekadar Penjaga Buku Kas Negara

Menteri Keuangan bukan sekadar bendahara negara. Ia juga perancang arah pembangunan. Ia perlu bisa bilang “ya” dan “tidak” dengan tepat. Ia harus bisa menjaga neraca, tapi juga menjaga kepercayaan publik.

Tantangan lima di atas tidak bisa diselesaikan sendirian. Tapi Menkeu adalah titik awalnya. Ia yang memegang kunci koordinasi lintas kementerian. Ia yang mengatur irama antara kehati-hatian fiskal dan dorongan pertumbuhan.

Kalau Menkeu kuat dan kredibel, kepercayaan pasar akan tumbuh. Dan di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, kepercayaan adalah aset paling mahal.