Hedonic treadmill. Tak pelak inilah salah satu sisi paling kelam dalam aspek psikologis manusia – saya dan Anda semua – saat berhubungan dengan uang.
Hedonic treadmill intinya bermakna level kepuasanmu tidak akan pernah naik-naik meski level penghasilanmu sudah naik berlipat. Kenapa begitu? Karena ekspektasi dan gaya hidupmu pasti ikut naik, sejalan dengan kenaikan penghasilanmu.
Jadi ibaratnya hedonic treadmill adalah seperti ini : saat gajimu Rp 5 juta, semuanya habis. Saat gajimu naik Rp 25 juta per bulan, eh semua habis juga.
Dengan kata lain, nafs kita untuk membeli materi/barang mewah akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan income.
Itulah kenapa disebut hedonic treadmill : seperti berjalan diatas treadmill, kepuasanmu akan kepemilikan beragam benda dan materi tidak maju-maju – seolah hanya berjalan di tempat. Sebab ekspektasi dan nafsu-mu untuk memiliki aneka benda itu tidak akan pernah terpuaskan.
Saat income Rp 5 juta/bulan, naik Honda Vario. Saat income Rp 25 juta/bulan naik Toyota Avanza. Ini mungkin salah satu contoh sempurna tentang jebakan hedonic treadmill.
Hedonic treadmill barangkali sejalan dengan sebuah ungkapan klasik yang bilang : hidup itu sebenarnya murah, yang mahal adalah gaya hidup.
Hedonic treadmill membuat ekspektasimu akan materi dan gaya hidup terus meningkat. Itulah kenapa kebahagiaanmu stagnan, meski income makin tinggi. Sebab gaya hidup dan harapanmu akan penguasaan materi juga terus meningkat sejalan kenaikan income-mu.
Ada eksperimen menarik di sini : seorang pemenang undian berhadiah senilai Rp 5 milyar dilacak kebahagiaannya 6 bulan setelah ia mendapat hadiah.
Apa yang terjadi ? Enam bulan setelah menang hadiah 5 milyar, level kebahagaiaan dan kepuasan hidup orang itu SAMA dengan sebelum ia menang undian berhadiah.
Itulah efek hedonic treadmill : karena gaya hidup dan nafsumu terus meningkat, kebahagiaanmu seolah berjalan di tempat, meski income melompat 10 kali lipat. Atau bahkan dapat hadiah milyaran.
Fenomena hedonic treadmill ini mungkin selaras dengan temuan riset yang pernah dilakukan oleh Profesor Daniel Kahneman dan Profesor Angus Deaton yang menunjukkan setelah melampaui titik penghasilan tertentu, maka uang memang tidak memberikan dampak yang sigifikan bagi kepuasan dan kebahagiaan hidup.
Mereka menunjukkan adanya efek “diminishing return” harta kekayaan pada kepuasan hidup. Artinya, makin tinggi kekayaan Anda, maka makin menurun dampak kekayaan itu pada level kebahagiaan Anda. Dengan kata lain, meski orang itu misalnya telah punya penghasilan ratusan juta per bulan, namun belum tentu dia akan jauh lebih happy jiwanya.
Hedonic treadmill ini sejatinya sering juga kita alami dan rasakan dalam keseharian hidup kita. Misal saat kita kebetulan mendapatkan uang lebih (misal baru terima gaji atau baru terima bonus) mendadak kita terdorong nafsuya untuk membeli aneka barang yang kita inginkan. Apalagi jika di olshop banyak program promosi.
Menariknya, kepuasan hati atas beragam barang yang kita beli ini biasanya tidak bertahan lama. Mungkin kita akan merasa senang saat baru membuka bungkusan barang baru itu, dan lalu memakainya.
Namun pelan-pelan setelah empat hingga enam minggu berjalan, kepuasan dan kesenangan kita akan barang baru itu biasanya akan makin menurun. Dan saat kita mulai bosan dengan barang lama itu, maka nafsu kita untuk membeli aneka barang lain yang baru kembali muncul.
Demikian siklus semacam ini terus berulang. Sekali lagi ini terjadi karena efek hedonic treadmill : ekspektasi dan nafsu kita untuk menguasai beragam benda materi terus naik, sejalan dengan kenaikan penghasilan kita.
Tentu saja hedonic treadmill ini tidak begitu memiliki dampak positif bagi kondisi keuangan kita.
Jika godaan nafsu untuk terus mengikuti gaya hidup yang makin mahal terus berjalan, maka niscaya kita tak pernah bisa memiliki tabungan yang banyak buat diinvestasikan secara produktif, atau buat persiapan hidup di masa depan.
Saat kita terus memburu ekspektasi gaya hidup yang makin meningkat, namun kepuasan dan kebahagiaan hidup seperti selalu berjalan di tempat, maka uang Anda bisa terkuras habis karenanya.
Sebab perlombaan mengejar nafsu hedonis itu tidak ada garis akhirnya. Seperti naik treadmill, berapa lamapun Anda berlari, Anda akan tetap pada titik yang sama. Berapapun uang yang Anda belanjakan demi memenuhi nafsu hedonismu, maka kepuasan dan kebahagiaan hidup tidak akan pernah bergerak maju.
Akibatnya sungguh kelam bagi kondisi keuanganmu : lama-lama Anda akan bokek, dan aset kekayaanmu yang produktif selalu nol. Sementara kepuasan dan kebahagiaan jiwamu belum tentu juga akan makin meningkat.