Kenapa Hanya 10% Orang yang akan Bisa Meraih Sukses Finansial yang Fenomenal?

Dalam artikel tentang peluang orang miskin menjadi orang yang super kaya, saya menuliskan sebuah hasil riset yang menemukan fakta bahwa : probabilitas orang super miskin untuk menjadi super kaya di berbagai negara dunia berada pada angka 10%.

Dengan kata lain, peluang orang paling miskin untuk melakukan perubahan nasib yang amat heroik dan kemudian menjadi orang paling kaya ada pada angka 10%.

10% – sebuah angka peluang yang menurut saya cukup tinggi juga. Tadinya saya mengira kemungkinannya hanya 1% atau bahkan maks 5%.

10% adalah angka yang mungkin cukup tinggi, sebab riset tadi meneliti perubahan yang amat dramatis. Yakni orang-orang yang tadinya berada pada bottom 5% (artinya 5% lapisan orang yang paling miskin) dan kemudian berubah menjadi top 5% (atau lapisan 5% orang terkaya di masing-masing negaranya).

Dengan kata lain, perubahan heroik itu layak disebut sebagai sebuah cerita sukses finansial yang fenomenal.

From zero to hero. From bloody hell poor to crazy rich.

Meski demikian, jika dilihat dari perspektif sebaliknya, maka peluang 10% itu mungkin juga terasa kecil. Artinya ada 90% populasi yang akan tetap stuck dalam lingkaran kemiskinannya.

Dengan kata lain, dari 10 orang ada 9 orang yang penghasilannya akan tetap stagnan selamanya, mungkin hingga ajal menjemputnya dalam sebuah kesunyian yang muram.

Artinya ada begitu banyak orang yang gagal meraih impian financial freedom.

Ada begitu banyak kidung sendu tentang impian kekayaan yang tumbang dalam perihnya roda kehidupan.

Pertanyaannya adalah : kenapa peluang meraih sukses finansial itu hanya berkisar pada angka 10%?

Kenapa sebagian besar orang tidak berhasil wujudkan angan-angannya untuk merajut kemakmuran yang melimpah dan barokah (misal bisa menabung hingga Rp 20 juta/bulan, atau bisa punya rumah kos-kosan dekat kampus ramai dengan 50 kamar yang disewakan Rp 1 juta/bulan per kamar?)

Secara fundamental ada dua faktor penyebab yang bisa menjelaskan kegagalan finansial tersebut.

Faktor pertama adalah karena faktor eksternal. Dalam ilmu sosiologi kemiskinan, faktor ini acap disebut sebagai aspek struktural.

(Dulu saat kuliah S1 Manajemen dan masih agak kere, saya suka membaca buku-buku para legenda sosiologi aliran struktural ini, seperti karya Andre Gunder Frank, dan Gunnar Myrdal – mereka adalah rock stars dalam ilmu tentang sosiologi kemiskinan).

Dalam perspektif eksternal-struktural, kebanyakan orang menjadi gagal kaya karena faktor eksternal, antara lain : minimnya gizi karena kondisi kemiskinan orang tuanya (bayi yang gizinya jelek cenderung akan jadi tulalit saat dewasa), ketiadaan akses pendidikan bagus, tidak ada biaya untuk kuliah, hingga faktor minimnya listrik atau akses jalan raya yang buruk.

Selain itu, kebijakan bisnis yang tidak akurat ataupun kondisi makro ekonomi yang kurang gemilang juga akan membuat begitu banyak orang akan gagal meraih rezeki yang masif.

Namun bagi yang sudah mampu membaca artikel ini, sebagian faktor-faktor eksternal diatas rasanya tidak lagi berlaku.

Artinya kalau Anda sudah bisa membaca Blog Strategi + Manajemen, kemunginan besar Anda sudah pernah kuliah, bisa menikmati pendidikan yang cukup bagus, bisa makan lumayan enak, listrik di rumah melimpah, dan jalanan di sekitar rumahmu juga sudah lumayan bagus. Benar atau betul?

Maka jika ada orang yang sudah menikmati berbagai priviliges (kemewahan untuk kuliah, atau bisa akses internet denga cepat) namun tetap stuck kondisi finansialnya, kemungkinan adalah karena faktor internal.

Dalam ilmu sosiologi, faktor ini disebut sebagai aspek kultural. Dalam mazhab ini, ada premis bahwa budaya kemalasan dan etos kerja para pelaku itu sendiri yang membuat mereka tetap stagnan nasibnya.

Jika kita padatkan, maka secara fundamental hanya ada tiga elemen internal kenapa 90% orang gagal meriah sukses finansial yang fenomenal.

Elemen 1 : Kegagalan untuk Melakukan Deep Learning yang Heroik

Sejatinya, komponen paling krusial untuk meningkatkan income power itu adalah : SKILLS yang tangguh.

Hampir selalu orang yang meraih keberhasilan masif adalah mereka yang punya great skills dalam arena yang ditekuninya.

Saya sudah sering menulis kalimat ini : your skills will always determine your income level.

Jika level income Anda saat ini masih belum memuaskan, kemungkinan besar karena skills atau kompetensi Anda memang masih lumayan mengecewakan.

Sebab income level Anda saat ini tak lain tak bukan adalah cerminan level skills Anda.

Nah pertanyaannya sekarang adalah : bagaimana agar skills kita bisa terus tumbuh dan mampu hasilkan impak finansial yang masif?

Jawabannya sederhana : Anda harus punya kapasitas deep learning yang cetar membahana. Atau kemampuan untuk melakukan pembelajaran secara mendalam tentang skills yang Anda asah.

Anda harus tanamkan dalam sekujur batinmu sebuah sikap untuk terus mau belajar, keep improving, melakukan constant learning demi makin tajamnya skills yang Anda miliki.

Sebab saat skills Anda stagnan, maka impian untuk meraih financial freedom selalu akan terkapar mati dalam sebuah kesunyian yang kelam.

Elemen # 2 : Kegagalan untuk Melakukan Action secara Konsisten

Elemen kedua ini yang paling sering membuat orang gagal meraih perubahan nasib. Kenapa begitu?

Sebab yang selalu ada adalah angan-angan, rencana, disertai fantasi, lalu ditambah halusinasi dan fatamorgana.

Tak ada didalamnya serangkaian action yang dilakukan secara konsisten, tanpa henti, hari demi hari, minggu demi minggu, tahun demi tahun.

Sejumlah orang memiliki angan-angan untuk melakukan ini dan itu. Namun hingga bertahun-tahun lamanya, angan-angan itu tak pernah terwujud menjadi kenyataan – sebab memang tidak pernah disertai dengan tindakan yang real dan konkrit.

Yang juga agak muram, kalaupun akhirnya melakukan action, hampir tidak pernah dilakukan secara konsisten dan dengan daya ketekunan yang masif.

Profesor Angela Duckworth menemukan fakta bahwa faktor penentu keberhasilan paling kritikal adalah adanya elemen GRIT – atau ketekunan untuk terus melakukan key actions secara konstan, konsisten dan dalam durasi yang panjang hingga mereka menemukan titik puncak kinerja.

Elemen # 3 : Kegagalan untuk Membangun Ekspektasi Positif

Kadangkala sejumlah orang juga gagal melakukan perubahan nasib menuju yang diharapkan karena alam pikirannya selalu dihantui oleh keraguan, pesimisme, dan ketakutan akan gagal.

Padahal dalam studi yang dilakukan Profesor Martin Seligman (dalam bukunya Learned Optimism), terbukti orang-orang yang memiliki ekspektasi positif akan masa depannya cenderung akan lebih berhasil wujudkan impiannya.

Ekspektasi Positif adalah koentji.

Kalau dalam bahasa ilmiah, istilahnya adalah Positive Expectancy. Atau semacam mindset yang percaya bahwa diri kita akan bisa melakukan serangkaian tindakan yang sesuai dengan harapan positif yang kita bangun.

What you believe is what you get.

Jika kita punya keyakinan positif akan masa depan dan rencana tindakan yang sudah kita rajut, maka biasanya itu pula yang akan kita dapatkan.

Untuk memberikan penjelasan yang lebih detil dan renyah tentang Positive Expectancy ini, saya sudah mengemasnya dalam video bagus dibawah ini.

Silakan di-klik dan nikmati sajiannya yang mencerahkan πŸ™‚

Abaikan cover gambar saya, fokus saja pada isinya yang amazing πŸ™‚ πŸ™‚

18 thoughts on “Kenapa Hanya 10% Orang yang akan Bisa Meraih Sukses Finansial yang Fenomenal?”

  1. konsisten memang terlihat gampang tetapi terkadang susah dilakukan karena hasil tidak kunjung datang, apakah ada tips untuk hal ini pak? terimakasih

  2. Mencerahkan..
    Jebakan kultural ,malas ,ga konsisten, ragu jadi sarang penghambat..

    Semoga kita semua mampu terbebas dari kedua faktor..

  3. “Kayake wis takdir, piye maneh” πŸ™‚
    ya sudahlah nikmatin saja prosesnya, tidak dapat dunia, tapi akhiratnya dapat.

    apapun yang terjadi terus bahagia.

    Katanya makin tua umur dunia ini, maka kemakmuran makin merajalela.

    so, mau jadi obyek, atau subjek,
    cuma lihat orang-orang di sekitar kita makin KAYA, atau ikut BERDJOANG agar ikutan KAYA JUGA.

    Semua keputusan kembali pada Anda.

    Salam sukses penuh keberkahan.

  4. Kadang2 ada satu faktor lagi : garis tangan atau hoki…hehehe. Ada temen yg biasa2 aja, pinter kagak, bodoh banget juga kagak sih, tapi pinter “jual diri”. Skrg posisinya di ktr lumayan tinggi setingkat dibawah direktur.

  5. Intinya yang dibahas oleh Pak Yodhia adalah daya Resiliensi. Jika sedari muda tidak dilatih untuk hal ini memang di kemudian hari akan terasa sukar menjalaninya. Tapi dengan niat dan tekad baja, InsyaAllah kita akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi

  6. sebenarnya pak Yodhia selalu mengingatkan hal ini.

    Namun tetap, kuncinya ada pada diri sendiri. yes, kosistensi salah satu kuncinya. tetap semangat meraih keberkahan.

  7. Terima kasih atas pencerahan rutinnya Mas Yodh. InsyaAllah senantiasa menjadi penyemangat bagi kami untuk terus menggapai sukses baik pada karir diperusahaan dan bisnis #KepitingDepok.

  8. Setuju mas harus selalu fokus, dan tahan banting untuk menjaga keberlangsungan usaha dan pekerjaan kita.

    Yang penting jg tdk lupa selalu bersyukur atas semua nikmat pemberianNya. Selama bersyukur ndak akan pernah merasa kekurangan. Dan lanjutkan ikhtiar untuk mendapatkan keberkahan

Comments are closed.