The Science of Success : Kenapa Anda Sudah Kerja Keras Tapi Belum Sukses Juga

Dalam sajian renyah kali saya akan mencoba mengulik isi sebuah buku yang memikat berjudul The Formula : The Science Behind Why People Succeed or Fail.

Penulisnya adalah Profesor Albert Barabasi, yang juga pakar dalam ilmu networking pada Center for Complex Network Research di kampus Northeastern University.

Dalam buku ini, dia mendedahkan sejumlah prinsip kunci di balik sebuah sukses. Mari kita bedah satu demi satu sambil ditemani secangkir Coffee Latte hangat.

Dalam buku FORMULA ini, setelah melalui serangkaian analisa dan studi empirik tentang the science of success, Profesor Albert Barabasi menemukan sejumlah Law of Success yang layak kita kenang dan cermati.

Kita akan ulik dua diantaranya yang mind-blowing.

Law of Success # 1 : Performance Drive Succes, but When Performance Can’t Be Measured, Networks Drive Success

Hukum pertama ini menarik. Dalam bidang, dimana hasil kerja bisa diukur dengan penuh presisi, maka kinerja Anda akan benar-benar menentukan hasil. Namun dalam bidang yang ukuran keberhasilannya tidak bisa dikuantifikasikan secara eksak, maka sukses Anda akan sangat ditentukan oleh kekuatan network yang Anda miliki.

Dalam buku itu, Barabasi mencontohkan beberapa sampel yang menarik.

Salah satu bidang dimana hasil kerjanya bisa diukur dengan sangat akurat itu adalah arena olahraga.

Dalam dunia sepakbola misalnya, puluhan data statistik (seperti jumlah gol, jumlah assist, jumlah dribel melewati lawan, hingga jumlah menciptakan peluang) kini dengan mudah bisa diukur dengan sangat presisi.

Nah dalam dunia yang serba terukur dengan presisi itu, maka sukses Anda benar-benar akan ditentukan oleh faktor tunggal yakni kinerja Anda.

Your performance drive your success.

Misal : kesuksesan Lionel Messi atau CR7 benar-benar murni karena performance mereka.

Namun dalam bidang yang tidak mudah diukur hasilnya, maka sukses TIDAK ditentukan performance Anda.

Contoh menarik yang disajikan Prof Barabasi adalah dalam bidang bisnis lukisan. Hingga hari ini, tidak ada satupun ilmu yang dengan eksak bisa mengukur kualitas sebuah lukisan. Sama sekali belum ada ukuran yang dengan presisi menyimpulkan lukisan ini lebih bagus dibanding yang lain. Tidak ada.

Jadi kenapa sebuah lukisan Monalisa (Leonardo Da Vinci) bisa berharga puluhan triliun, sementara lukisan yang sama bagusnya, atau bahkan mungkin lebih bagus, harganya hanya Rp 2 juta? Jawabannya : NETWORK.

Studi profesor Barabasi menemukan fakta, semua pelukis yang karyanya jadi mahal tercapai karena mereka memiliki jaringan koneksi yang luas di kalangan galeri dan museum yang prestisius. Inilah satu-satunya prediktor yang akan menentukan value sebuah lukisan : yakni seberapa luas jaringan koneksi yang dimiliki oleh pelukisnya. BUKAN performance sang pelukisnya. Juga bukan mutu lukisannya.

Apa pelajaran dari uraian diatas? Jika Anda bekerja dalam sebuah bidang yang sangat terukur – atau hasil kerjanya dengan mudah bisa diukur dengan sangat presisi, maka memang sukses Anda akan benar-benar ditentukan oleh your performance.

Namun jika Anda bekerja dalam bidang yang hasil kerjanya sulit diukur dengan pasti atau dengan presisi, maka sukses Anda akan amat ditentukan oleh kekuatan jaringan yang Anda miliki.

Ambil contoh dalam dunia kerja. Seringkali di banyak kantor, ukuran kinerja karyawan tidak berhasil dirumuskan secara eksak dan presisi.

Dalam kondisi semacam itu, maka sukses karir dan gaji Anda tidak akan ditentukan oleh kinerja Anda, namun oleh seberapa bagus kekuatan koneksi dan jaringan yang Anda miliki. Termasuk didalamnya adalah kualitas network Anda dengan para pengambil keputusan di kantor Anda bekerja.

Sebab tanpa kekuatan network, maka kerja keras Anda mungkin tetap tidak akan menghasilkan sukses karir seperti yang Anda harapkan. Itulah kenapa sejumlah orang yang meski sudah merasa kerja keras dan menampilkan performance yang menurutnya bagus, akan tetap mentok perjalanan karirnya.

Fenomena itu terjadi sebab dalam Hukum Sukses Pertama ini, Profesor Barabasi bilang : when your performance can’t be measured objectively, your networks drive your success.

Demikian juga dalam dunia bisnis. Saya sendiri merasa sejumlah keberhasilan yang pernah saya raih dalam bisnis yang saya jalani adalah karena kekuatan networking atau kekuatan koneksi jaringan yang saya rintis dan kembangkan. Acapkali order pekerjaan datang karena the magic power of networking.

Pelajarannya apa? Simpel. Entah Anda bekerja sebagai pekerja kantoran atau melakukan usaha sendiri, maka selalu aktif-lah membangun jaringan yang luas. Semakin luas network yang berhasil Anda bangun, maka biasanya peluang rezeki akan lebih banyak hadir.

Sebab kadangkala kerja keras saja tidak cukup. Anda butuh bantuan jejaring yang luas untuk bisa membuka peluang yang lebih lebar dan bisa mengubah nasib hidup Anda.

Law of Success #2 : Performance is Bounded, but Success is Unbounded

Hukum sukses yang kedua ini juga menarik. Kualitas kinerja atau performance kita itu sejatinya terbatas. Ada batasnya. Sementara kesuksesan yang bisa kita raih tak ada batasnya.

Disini, Profesor Barabasi kembali menyodorkan fakta yang menarik.

Ia menulis : para atlet fenonemal seperti Tiger Woods, Roger Federer, Lebron James hingga Usaian Bolt itu sejatinya punya performance yang terbatas. Maksudanya, mereka bukan super human. Mereka punya batas maksimum kinerja. Mereka tidak akan sanggup menembus batas maksimal itu. Ibaratnya, kinerja mereka sudah ada plafonnya.

Dan ini dia : performance atlet top dunia itu sejatinya hanya beda tipis dengan para atlet lain yang ada di peringkat 10 atau 20an. Beda tipis saja kinerjanya. Dalam arena golf misalnya, keunggulan Tiger Woods mungkin hanya 2 kali pukulan dibanding para rivalnya. Keunggulan Usain Bold malah hanya sepersekian detik.

Intinya adalah their performance are bounded. Kinerja mereka sungguh beda tipis dengan para rivalnya yang berada pada beberapa nomer dibawahnya.

Namun begitu bicara sukses ketenaran dan sukses finansial, maka beda atlet top itu dengan puluhan rivalnya bagaikan langit degan bumi.

Misal : penghasilan Lebron James bisa seratus kali lebih dibanding para rivalnya. Demikian juga penghasilan Tiger Woods bisa ratusan kali dibanding para rival yang hanya beberapa poin dibawahnya.

Fakta itu terasa langsung menohok.

Kenapa menohok? Sebab jika dilihat dari aspek kinerja, maka kualitas performance Lebron dan Toger Wood dengan para rivalnya itu hanya beda tipis. Hanya hitungan beberapa poin saja selisihnya.

Namun kenapa begitu bicara tentang sukses, mereka bisa ratusan kali lebih sukses dibanding para rivalnya?

Itulah inti dari Hukum Sukses Kedua : Your Performance is Bounded. But Your Success is Unbounded.

Sekilas hukum sukses kedua itu terasa tidak adil. Perbedaan tipis kinerja diantara dua orang ternyata bisa menghasilkan gap sukses yang amat jauh.

Namun rasa tidak adil ini kita alami juga hari ini.

Misal sebagai pebisnis, sejatinya kualitas kinerja Anda (your performance) mungkin tidak terlalu jauh dibanding misalnya kinerja William Tanuwidjaya atau Chairul Tanjung. Beda tipis saja. Namun sukses finansial Anda dengan dia bisa ribuan kali bedanya.

Demikian pula ada seorang Manajer SDM yang bekerja di sebuah perusahaan biasa-biasa saja. Saya percaya sekali kinerja dia sejatinya beda tipis dengan kinerja Manajer SDM di Telkomsel atau Pertamina. Perbedaan kinerja mereka tidak mencolok.

Namun begitu bicara tentang sukses penghasilan, perbedaan mereka bisa bagaikan langit dengan bumi.

Dengan kata lain : kualitas kinerja Anda dengan orang-orang yang super sukses itu sebenarnya tidak beda jauh. Beda tipis saja. Kenapa? Sebab performance setiap orang – betapapun suksesnya – pasti punya batas juga. Ingat prinsip performance is bounded.

Mereka bukan super human. Kinerja mereka punya batas maksimum. Dan batas masimum itu sekali lagi, tidak beda jauh dengan kinerja kebanyakan orang seperti saya dan Anda.

Performance is bounded. But success is unbounded.

Kalimat itu sejatinya menyimpan sisi kelam. Kenapa? Sebab kinerja kita sejatinya sama dengan orang-orang yang kita anggap sukses itu. Karena bersifat bounded, kinerja mereka tidak beda jauh dengan level kinerja kita.

Namun entah kenapa, mereka bisa meraih sukses ribuan kali dibanding kita.

DEMIKIANLAH, dua hukum sukses yang berhasil ditelisik secara saintifik.

Hukum yang pertama : saat hasil kerja bisa diukur dengan presisi, maka kinerja nyata Anda akan menentukan sukses yang Anda raih. Namun dalam bidang dimana hasil kerja tidak bisa diukur dengan pasti, maka kekuatan jejaring Anda yang akan menentukan sukses.

Hukum yang kedua : kinerja (atau performance) yang Anda miliki hanya beda tipis dengan orang lain. Namun sukses orang lain itu bisa ribuan kali lebih banyak dibanding yang Anda bisa raih.

SELAMAT BEKERJA, TEMAN. Semoga Anda bisa meraih sukses yang makin melimpah dan barokah.

Yodhia Antariksa – Profil Konsultan Manajemen Terbaik Indonesia

14 thoughts on “The Science of Success : Kenapa Anda Sudah Kerja Keras Tapi Belum Sukses Juga”

  1. Sangat menarik,

    Untuk menembus hukum yang pertama (saat hasil kerja bisa diukur dengan presisi, maka kinerja nyata akan menentukan sukses,
    namun dibidang dimana hasil kerja tidak bisa diukur dengan pasti, maka kekuatan jejaring yang akan menentukan sukses kita) berarti kita harus meningkatkan performance dan memperbanyak network.

    Untuk hukum yang kedua “kinerja ( performance) yang hanya beda tipis, namun sukses orang lain tsb bisa ribuan kali lebih banyak), saya masih merasa mereka memiliki beberapa hal yang tidak dimiliki orang lain yang kalah sukses, seperti kemampuan melihat dan mengambil sebuah peluang bisnis serta kemampuan menduplikasi bisnis tersebut.

    … ???

    Topik ini sangat menarik, masih butuh pencerahannya lagi, mungkin lain waktu Pak Yodhia bersedia membahasnya lebih dalam … ^_^

    Thanks banget Pak Yodhia

  2. Selalu mencerahkan, menggugah ghirah dan mengawali hari makin berpendar-pendar!

    Mantap Pak Yodh.

    Mau tanya sedikit Pak:

    Faktor nasib/takdir/luck/keberuntungan atau apapun istilahnya sebenarnya ada tidak Pak?

    Apa memang hanya 2 faktor itu?

    Apa tidak ada faktor X yang membuat seseorang bisa ribuan kali sukses, sementara yang lain ‘kerja keras’ masih ‘gitu-gitu aja’, tiap hari berkubangan dengan kehidupan yang ‘berat dan ngoyo’

    Apa benar kata motivator-motivator jaman old yang familiar dengan istilah ‘manusia dilahirkan sama’ padahal nggak juga, wong DNA, kecerdasan, dan nasab, tiap orang sudah beda?

    Apapun harinya, nikmatin aja prosesnya, kan masih bisa makan enak, berkendara ke kantor, kerja nyaman+punya keluarga yang ngangenin, walau tidak sekaya pendiri Microsoft dan Google 🙂

    Salam sukses penuh keberkahan!

  3. Hukum kedua nya masih butuh penjelasan lebih dalam lagi Mas Yodh… Apa yg harus kita lakukan dalam menyikapi hukum kedua itu…?

  4. Blog ini selalu membedah buku-buku inspiratif, merangkumnya menjadi bacaan menarik.

    Ga lupa tiap senin pagi kemari. Semoga jadi amal jariyah ilmunya.

  5. Mungkin jenis usaha yang saya jalankan sekarang lebih tepatnya mengarah ke network yang harus kuat.

    saat ini, sangat terasa sekali dengan performa maksimal tapi tidak diimbangi dengan network yang kuat bisa mempengaruhi jumlah orderan yang masuk

  6. Faktor luck agaknya sangat mempengaruhi hukum kedua yg disebutkan di atas. Apa benar sprti itu?

    Utk hukum pertama sgt menginspirasi utk bisa memperluas network. Terimakasih mas.

  7. M-e-n-o-h-o-k

    Terima kasih Pak Yodhia Antariksa. Sungguh artikel yg sangat menggugah

  8. Seperti pembalap MotoGP, seburuk2nya performa, posisi paling buncit pun, sebenernya udah one of the best. Tapi gajinya bagai bumi dan awan dengan yang team “teratas.”

    Ada banyak faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi Law of Success nomor dua, sepertinya.

    Ujung2nya tetap saja; siapa yang bisa memanfaatkan dengan maksimal kesempatan dan performa yang dia punya; dia yang sukses.

    Ada inspirasi kuat sekali dari artikel ini, thanks om Yodhia.

  9. Review yang keren dan inspiratif. Utamanya yang formula 44, eh nomor pertama, semoga membuka hati mereka yang mudah buruk sangka terhadap istilah koneksi atau berjejaring.

    Utamanya di kalangan fresh grad yang sedang berburu pekerjaan, maka koneksi sering divonis sebagai wujud ketidakadilan bagi yang merasa tidak punya koneksi, sebagai perilaku korup dan bahkan sebagai tindak kriminal.

    Alangkah baiknya formula pertama itu diajarkan di kuliah sejak tingkat awal dan prakteknya sebelum mereka diwisuda. Koneksi itu kunci. Koneksi itu bisa dipelajari. Salam.

Comments are closed.