Pay + Passion + Purpose = True Happiness

Semburat sinar mentari selalu hadir menyapa di ufuk timur :Β  cahayanya membuat langit merekah merah. Tiap pagi, tetesan embun senantiasa jatuh di sudut dedaunan. Dan tiap pagi pula kita terus mengawali hari dengan sepercik asa untuk merajut hidup yang lebih syahdu. Tidakkah sejarah hidup kita akan terasa lebih indah jika sepercik asa dan setangkup harapan itu bisa menjelma menjadi kenyataan?

Pertanyaannya sederhana : terus apa yang kudu dihayati agar setangkup harapan untuk menyulam hidup yang syahdu nan bahagia itu bisa menjelma menjadi kenyataan? Apa yang kudu dilakoni agar sejarah hidup kita yang terus mengalir ini bisa terus mengalun dalam lengking kebahagiaan dan limpahan kebermaknaan (meaningfulness) ?

Sepotong jawaban untuk merajut happiness life itu barangkali terletak pada formula 3 P atau singkatan dari Profit/Pay, Passion and Purpose. Jadi kalau kita rumuskan menjadi : Pay + Passion + Purpose = Happiness.

P yang pertama adalah profit (bagi Anda yang punya usaha sendiri ) atau pay (atau gaji bagi para pekerja kantoran). Uang bukanlah segala-galanya, begitu sebuah pepatah lama berkidung. Benar sekali, sebab uang semata acapkali tidak membikin kita bahagia (money can’t buy us happiness).

Namun sebaliknya juga benar : tanpa income yang cukup, atau apalagi dengan penghasilan yang terus defisit, kita nyaris tidak bisa hidup dengan tenteram dan tidur nyenyak. Kalau tidak percaya, tanyakan pada teman atau kerabat kita yang dikejar-kejar debt collector gara-gara keblablasan memakai kartu kredit, atau terjerat utang lantaran income-nya selalu defisit.

Sebab kita tahu, harga rumah rasanya semakin tak terjangkau, biaya anak-anak sekolah rasanya makin mahal, dan tidak pernah ada dalam sejarah harga sepeda motor atau mobil turun. Karena itulah, kita mesti meraih pay atau profit yang layak agar kita bisa merajut kehidupan yang juga memadai.

Lalu berapa besaran idealnya? 16 juta per bulan, demikian angka yang sudah pernah saya bahas DISINI. Wah kok lumayan gede ya? Ya, sebab dengan angka itulah kita barangkali baru bisa membeli rumah yang layak. Dibawah angka itu, kita mungkin seumur-umur hidup di rumah kontrakan. Nah kalau kitanya wafat lalu anak kita mau tinggal di rumah siapa? Ngontrak lagi? Atau berkemah di pinggir jalanan?

P yang kedua adalah Passion. Kalaulah kita sudah lulus ujian dalam P yang pertama (pay atau profit), idealnya kita juga bisa menemukan passion dalam pekerjaan atau usaha yang kita jalankan sehari-hari. Betapa indahnya kalau kita telah mendapatkan pekerjaan dengan gaji gede, dan kita pun mencintai pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.

Lazimnya, pay dan passion itu memang berjalan beriringan. Logikanya, jika Anda memiliki passion dengan pekerjaan Anda, maka Anda akan selalu bersemangat dan gigih dalam menuntaskan tugas-tugas yang ada. Hasilnya pasti akan mak nyos, dan selanjutnya karir atau usaha Anda otomatis akan terus melaju. Tentu dengan begitu, gaji atau profit Anda akan terus juga melesat naik.

Sebaliknya, kalau Anda tidak punya passion, maka Anda akan menjalani pekerjaan atau usaha Anda dengan terpaksa, lalu hasilnya pasti akan brekele, dan selanjutnya karir/usaha Anda akan mentok. Lalu, gaji atau profit Anda akan stagnan : berhenti, tidak kemana-mana. Waduh cilaka dong.

P yang terakhir adalah Purpose. Kalaulah kita sudah bisa meraih pay/profit yang memadai, dan juga menemukan passion dalam pekerjaan /bisnis kita; maka bentangan berikutnya adalah : finding purpose in our life. Maksudnya, bagaimana kita selalu bisa mentautkan pekerjaan dan passion kita pada tujuan (purpose) yang lebih hakiki, yakni tak lain tak bukan : sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada Sang Pencipta Kebahagiaan Sejati.

Pay atau profit yang layak dan passion yang terus menyala mungkin akan membawa kebahagiaan pada hidup kita. Namun hanya melalui niat dan tujuan untuk selalu hormat pada Sang Ilahi yang benar-benar akan membawa kita pada kebahagiaan sejati.

Demikianlah rumus Pay + Passion + Purpose = True Happines.

Setiap petang, sang mentari selalu tenggelam dalam peraduannya. Setiap hari sejarah hidup kita terus dianyam. Semoga dalam perjalanan hidup yang panjang itu, kita semua bisa menuntaskan rumus diatas dengan sempurna. Dan kemudian bisa meraih kebahagiaan yang hakikiki dalam hidup.

Photo credit by : MorBCN @ flickr.com

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

38 thoughts on “Pay + Passion + Purpose = True Happiness”

  1. mungkin sudah banyak dan panjang bahtera keehidupan telah kita lalui , kadang letupan – letupan ini akan berubah menjadi ledakan yang dasyat , tapi sayang kita tidak pernah sadar bahwa hidup kita hanya sementara !!!!!!!!!!!1 tetap semangat mengarungi hidup yang penuh dengan tantangan dan jangan pernah menyerah dengan segala tantangan di depan karena setiap saat perubahan pasti ada . selamat menunaikan ibadah puasa semoga amal ibadah kita di terima oleh Allah SWT Amien

  2. Sangat mencerahkan, semoga kita semakin hari semakin terpacu memberikan yang terbaik utk lingkungan dmn kt berada dan menggapai sukses.

  3. benar pak, betul sekali… kebahagiaan tidak bisa dibeli dnegan uang, pun juga tanpa uang mungkin diri kita juga tidak bisa memberikebahagiaan kepada orang lain. So menjalani hidup dengan format ambil hikmah MASA LALU, menikmati dan menjalani MASA KINI, Membangun jalan visi hidup bermakna di MASA DEPAN. yukk mari, thank pak Yodhia

  4. Mohon pencerahannya, jika P1 (Pay/Profit) masih jauh panggang dari api, P2 (Passion) di tempat yang berbeda dengan keseharian yang ditekuni, bagaimana memberi nilai yang lebih baik pada yang kita miliki untuk menselaraskan semua hal tersebut, cukupkah dengan memanjatkan syukur kepadaNya semata, menginfaqkan rizki di jalanNya? Terima kasih, selamat menjalankan ibadah puasa. Wassalam.

  5. Apakah passion tidak tergantung strata seseorang dalam segitiga Maslow? Bagi seseorang, faktor ekstrinsik sangat berperan mempengaruhi semangat kerja. Sementara bagi oranglain, faktor intrinsik lebih berperan, sehingga passion dalam bekerja biasanya dipicu oleh perasaan bahwa hasil kerja dibutuhkan atau diakui. Bagi yang pertama, antara Profit/Pay dengan Passion saling berkaitan. Sedang bagi yang kedua, antara Passion dan Purpose saling berkaitan. Cuman, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam segitiga Maslow, seseorang akan naik stratanya bilamana kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi.

  6. Bung Yodh,

    Saya setuju ketiga variabel P diatas yang menuju ke True Happiness hanya saja saya melihat hubungannya bukan dalam faktor penjumlahan tapi PERKALIAN. Pay x Passion x Purpose = True Happiness.

    Jadi bila salah satu variabel=0, maka True Happiness juga tidak akan pernah didapatkan.

    Thanks for sajian nikmat pagi ini.

    Salam
    Robin

  7. sesorang menjadi yang terbaik diukur dari seberapa bermamfaatnya dia bagi orang lain, dan kita kita bisa bisa melakukan itu jika kita punya kelebihan baik harta maupun ilmu, dengan harta kita bisa bersedakah dan berinfaq dengan ilmu kita bisa membuat kehidupan orang lain menjadi lebih baik, so carilah harta dan ilmu itu untuk tujuan yang mulia,,,,semoga kita bisa memberikan yang terbaik bagi kehidupan ini,,selamat menjalankan ibadah puasa ,,,salam dari lombok

  8. terima kasih bang yod secangkir teh hangatnya. orang bilang gaji itu relatif, yang penting bisa menikmati. tapi kl angka 16 kayaknya masih ketinggian. masih harus banyak ngobyeknya neh….

  9. profit usaha blm besar walaupun sdh amat passion dan memiliki purpose yg baik. modal besar amat berpengaruh thd usaha krn sy memulai usaha dg modal yg ckp nekat

  10. Pay….tetap harus diupayakan meningkat dgn cara yang halal dan barokah….., Passion…..semangat dan penuh hasrat adalah bentuk usaha karena sangat menghayati dan penuh makna…..Purpose….tujuan semuanya adalah bentuk ibadah kepadaNya…sangat setujuuu!!!! Selamat Ibadah Puasa, Mohon maaf lahir & Bathin.

  11. Setuju Mas Yodh, terutama soal PASSION.

    Sayangnya banyak orang terpaku dengan prinsip “Winner is not Quitter”, mengejar passion dianggap seperti kemewahan. Banyak orang berpikir memiliki pekerjaan yang kita cintai itu hanya terjadi dalam mimpi dan negeri dongeng.
    Mereka berpikir “itu hanya terjadi pada orang lain, tapi aku engga mungkin”.
    Atau karena mereka kadung ada di comfort zone – atau status quo- dan enggan mencoba mengejar passion mereka karena takut dengan perjuangannya (start over).

    Menurut orang seperti ini, lebih baik “mencintai pekerjaan” daripada “mengerjakan yang kita cintai”. Itu kan yang membedakan “seorang pemenang dengan pecundang. Pemenang ga menyerah!”. Tapi apakah mengejar passion dibilang ‘menyerah’? saya rasa bukan…

    Dengan mengerjakan pekerjaan yang bukan passion-nya, mereka sering mengeluh, lelah secara fisik, tampak lebih tua dari seharusnya, dan mengalami store di usia muda.. πŸ˜€ (kisah nyata, hehe)

    Nah, Mas Yodh, punya saran ngga untuk orang-orang ini?

  12. an overview. Prakteknya agak susah bang yod kecuali bagi org yang sudah paham dan betul – betul mengerti tentang hakekat dan esensi apa itu “true happiness”. Apalagi bagi kalangan orang – orang yg secara ekonomi termarginalkan. Memang kalau ditelisik lebih dalam lagi segala perilaku kita pada dasarnya untuk bertujuan dan mencari kebahagian. Tapi kebahagian yang seperti apa. Mengingat banyak sekali geseken2 sosial yg terjadi hanya yang kadang2 untuk memperebutkan sesuap nasi aja susahnya luar biasa. dengan otomatis khan susah untuk bisa bahagia apalagi bahagia lahir dan batin, dunia dan akhirat.

  13. yang paling sulit adalah menemukan purpose kita.

    karena semakin besar pay/profit dan passion kita maka purpose kita terkadang akan berubah dengan sangat drastis. hal itu yang tejadi dengan para katifis mahasiswa dan orang yang dulu idealis

  14. Qonaah adalah istilah yang dilantunkan sang nabi untuk membuat hidup ini menerima pemberian Sang Pencipta dengan hati yang terbuka tanpa menghujat kenapa kita cuma dapat segini hari ini padahal sudah segenap upaya diusahakan. Allah pasti tahu apa yang terbaik bagi diri ini.

    Maka tawakal setelah berusaha dan berdoa membuat hidup makin tenteram. Betul bahwa kita harus bekerja mencari rejeki, betul pula tiada makan siang yang cuma-cuma. Tapi semua rejeki datang atas perkenan dari-NYA.

    Jadi saya lebih sepakat jika purpose adalah hal yang harus kita dahulukan sebelum pay dan passion. Niat itu mendasari setiap usaha. Tiada kebahagiaan jika uang korupsi dibangun masjid, membantu fakir miskin, mendirikan sekolah, menolong anak yatim. Karena dalam niat yang baik harus terkandung tiga komponen yang saling mendukung. Satu saja komponen itu rusak, maka rusaklah niat baik itu.

    Ketiga komponen itu adalah sasaran harus baik, tujuan harus baik, cara juga harus baik. Semoga bisa menjadi bahan perbandingan bagi Mas Yodhia dan segenap pembaca blog ini.

  15. bagus bgt, namun 1 hal bahwa dibalik keinginan dan kerja keras, sang penciptalah yang menentukannya

  16. terimakasih atas pencerahan nya…. sangat membantu agar saya tetap ‘bangun’, untuk meraih mimpi saya

  17. Salam Kenal dariku, artikel menarik πŸ˜€ Sekalian mau bilang Met Puasa bagi yang puasa. Met sejahtera bagi yang gak njalanin. Semoga selamat & damai dimuka Bumi. Amin πŸ˜€

  18. Pay + Passion + Purpose = True Happiness, rumus yang bagus untuk menjalani hidup kedepannya dengan selalu semangat.

    mkasih untuk pencerahan yang membangun.

    routeterritory.wordpress.com

  19. Pay + Passion + Purpose = True happiness

    akan menjadi

    Purpose = True Happiness – Passion – Pay

    artinya jika orang ingin tahu tujuan hidupnya, dia harus menemukan True happiness dikurangi Passion dan Pay…

  20. Hari pertama bekerja aktifitas pertama kali langsng buka email dan yg pertama dibuka adalah artikel 3p = true happiness lumayan jadi sarapan pagi yg mencerahkan ..setelah libur lebaran saatnya untuk back to work by passion…thanks mas yodh..

  21. purpose ini bener2 ingin saya raih. tapi apa daya jika profit/pay dan pasion di pekerjaan sekarang belum terlaksana. terimakasih rinciannya Mas Yod…..

  22. Jay (36) cara paling mudah sih, melihat apakah kita merasa tak sabar untuk melakukan pekerjaan kita (artinya kita selalu antusias dan tak sabar menunggu segera melakukan pekerjaan kita).

    Juga apakah kita merasakan “tenggelam” dan menikmati pekerjaan kita, detik tiap detiknya.

    Ada juga kuesioner khusus yang bisa digunakan untuk mengukut level of engagement (dan passion) kita terhadap pekerjaan. Di Gooogle banyak tersedia survei semacam itu (employee engagement survey).

Comments are closed.