Cara Mudah Membangun Mindset dan Motivasi Kerja yang Mak Nyus

Para Manajer SDM mungkin akan bersorak penuh sumringah kalau saja para pegawai yang bekerja di kantornya memiliki motivasi kerja yang menjulang dan perilaku yang penuh dedikasi. Kita sendiri mungkin juga akan mendesis kegirangan kalau saja kita selalu punya mindset positif yang senantiasa berkibar-kibar.

Cuman soalnya, menjelujurkan spirit motivasi yang terus meruap-ruap sepanjang waktu ternyata tak semudah membikin indomie rebus. Banyak pengelola SDM yang merasa gundah lantaran menyaksikan motivasi kerja para pegawainya kian meredup. Banyak juga dari kita yang merasa frustasi lantaran self-motivation kita kok kayaknya kian termehek-mehek. Doh.

Lalu harus bagaimana? Apa yang kudu diracik agar motivasi dan perilaku kerja kita selalu bergerak ke arah yang kian cemerlang dan mak nyus?

Sebelum kita menelisik jawabannya, kita mau melihat betapa banyak perusahaan (dan mungkin kita sendiri) yang memberikan solusi keliru dalam proses memperbaiki perilaku dan motivasi kerja. Disini kita kita melihat kalau ada karyawan yang motivasi kerjanya melorot, atau yang mindset-nya amburadul, kita segera berasumsi bahwa mereka adalah karyawan atau SDM yang buruk; atau pegawai yang tidak mau berubah ke arah yang lebih baik.

Asumsi itu sering saya dengar dari para pengelola SDM : wah pak, disini karyawannya susah diajak melakukan perubahan. Wah pak, disini mindset karyawannya sulit untuk diajak maju. Atau wah disiplin dan motivasi para pegawainya disini kurang bagus pak.

Para pakar perilaku (human behavior) menyebut asumsi itu sebagai “fundamental attribution error”. Atau asumsi yang segera “menyalahkan” aspek SDM/aspek manusia-nya ketika menyaksikan berbagai keburukan.

Error itu suka muncul, misalnya ketika kita menyaksikan para pengendara sepeda motor di jalanan kota Jakarta (atau kota besarnya) yang mengendarai kendaraan dengan pecicilan. Pak polisi dengan mantap langsung menyebut : disiplin para pengendara sepeda motor di Jakarta sangat memprihatinkan. Atau komenter yang lebih ekstrem : mentalitas para pengendara sepeda motor sungguh tak bermartabat.

Komentar atau asumsi semacam itu disebut sebagai “fundamental error” sebab melupakan satu elemen yang amat penting, yakni : konteks, atau situasi.

Motivasi para karyawan menjadi kacau lantaran konteks/situasi telah membuat ia seperti itu. Para pengendara sepeda motor cenderung bertindak ugal-ugalan lantaran SITUASI telah mendorong mereka mengendarai sepeda motornya seperti itu.

Dengan kata lain, bukan SDM atau manusianya yang brekele; namun situasi atau konteks yang telah membuat mereka bertindak seperti itu.

Orang mengalami demotivasi lantaran mungkin situasi lingkungan kerjanya yang tidak kondusif (jadi bukan orang itu yang buruk motivasinya). Orang mengendarai sepeda motor dengan liar lantaran mungkin tidak adanya jalur khusus untuk sepeda motor atau karena sistem transportasi publik yang buruk. Dan orang tumbuh dengan mindset yang negatif karena mungkin ia bekerja dalam konteks yang membuat ia menjadi seperti itu.

Konteks. Situasi. Ini elemen yang amat penting ketika kita mau melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (lebih disiplin, lebih tekun, lebih gigih, dan lebih cemerlang).

Dalam lingkungan organisasi atau perusahaan, konteks yang menjadi penentu bagus tidaknya mindset para karyawan (atau juga motivasi kerja mereka) antara lain adalah ini : pola komunikasi atasan – bawahan; target kinerja yang jelas, terukur dan fair; atau mekanisme reward yang berbasis prestasi; kompetisi yang fun, asyik dan yang sehat antar bagian; atau juga lokasi/tata letak kantor yang mudah dijangkau dan nyaman. Dan tentu saja ada banyak contoh konteks/situasi lainnya.

Untuk melakukan perubahan perilaku dan mindset yang sukses, Anda harus kreatif dalam mengutak-utik beragam contoh KONTEKS tersebut diatas.

Artinya, untuk mengubah perilaku dan mindset orang, kita sebenarnya ndak perlu banyak “petuah, ceramah, sesi motivasi, beragam sosialisasi dan himbauan verbal lainnya”. Cukup ubah konteks dan situasi dimana mereka bekerja……dan perubahan perilaku akan dengan sendirinya segera terjadi.

Note : Jika Anda ingin mendapatkan slide powerpoint presentasi tentang management skills dan HR management silakan klik DISINI.

If you think this article is inspiring, please share it clicking this small button :

Author: Yodhia Antariksa

Yodhia Antariksa

34 thoughts on “Cara Mudah Membangun Mindset dan Motivasi Kerja yang Mak Nyus”

  1. kali ini saya terpaksa tidak setuju tentang situasional ini

    mengapa ?

    banyak contoh yang menunjukkan, individu bisa berperilaku di luar perilaku kelompok, dimana kelompok marginl nya sangat bergantung situasi

    karena apabila kita perluas ke kehidupan diluar pekerjaan, situasi dianggap penyebab seseorang berperilaku tatanan hidup bisa “kacau”

    karena fitrah manusia seharusnya tidak situasional

  2. Benar sekali Pak, di tempat saya bekerja konteks dan situasinya kurang mendukung, dan walaupun ada perubuhan dalam hal konteks dan situasi itu alpikasinya lama & bertele-tele, jadi ya semakin hari semakin kurang bersemangat rasanya untuk bekerja, tapi mudah-mudahan setelah saya share kan tulisan Bapak ini para petinggi diperusahaan saya tempat bekerja ini mendapatkan pencerahan. Doain ya Pak.

  3. Benar tuh, kinerja seseorang tenyata juga sangat ditentukan oleh SITUASI. pimpinan yang nyuruh orang harus sesuai dengan nilai2 fondamental seperti kejujuran, adil, pejuli, dll. ternyata suatu saat dilihat bawahan tidak sesuai dengan apa yang dikatakan, maka karyawan juga bisa jadi ngeyel

  4. Sangat setuju dengan tulisannya Mas Yodhia.

    Motivatin is like a fuel for anykind of vehicle, yg tanpanya sebagus apapun kendaraan anda, dan semahal apapun harganya hanya akan membuatnya Haben Nagen ( Terus diam; bahasa sunda)

    Dan salah satu trik dari pemberian motivasi yang baik selain dari yang disebutkan Mas Yodhia diatas dalah dengan memberikan apa yang yang menjadi tingkat kebutuhan dari pegawai dengan bersumberkan dari teori kebutuhan Maslow- kebutuhan Psikologi, keamanaan, sosial, self esteem, dan aktualisasi diri( walaupun ada kelemahannya). dengan mengetahui dimana posisi pegawai itu berada, dan memberikan yang dia butuhkan, diharapkan dia akan termotivasi.

    mksh sebellumnya; and salam kenal semua, ini komen pertama saya sejak ikut membaca site ini setengah tahun yang lalu

  5. Pemikiran yang bagus Pak, memang situasi berperan besar dalam kinerja karyawan, karena berkaitan langsung dengan kenyamanan bekerja.

    Ada yang pernah bilang kenyamanan dan keamanan kerja adalah motivator no. 1 untuk karyawan untuk menjaga ‘behavior’ karyawan itu sendiri

    Tapi kita sebagai karyawan tidak perlu serta merta menyalahkan situasi, karena kerap kali situasi sulit menjadi pelajaran yang berharga untuk kita.

    Kalo mindset kita sebagai karyawan bisa dijaga untuk selalu berfikir positif dalam segala situasi, saya sangat percaya, justru ‘kita’ sendirilah yang dapat memperbaiki situasi dibandingkan dengan terbawa situasi. Terima kasih Pak untuk tulisannya

  6. konteks/situasi kalau boleh saya menerjemahkan adalah lingkungan. lingkungan akan sangat berpengaruh dalam membentuk prilaku, hanya pribadi-pribadi yang kuat yang tidak terlalu terwarnai oleh lingkungannya.

    lingkungan yang baik, kondusif, produktif akan membawa gairah dan semangat kerja yang baik, bila masih ada karyawan yang malas tidak mau maju, inilah mungkin karyawan yang perlu mendapatkan cap mindset yang enggak mau maju. tulisan yang sangat ispiratif mas….

  7. lingkungan kerja yang nyaman dan pekerjaan yang menarik memang bisa memotivasi seseorang pak. namun, kira-kira ada tidak kemungkinan dengan munculnya zona nyaman pada masing-masing orang?? nyaman pada tempat kerjanya, nyaman pada pekerjaanya, serta nyaman pada penghasilannya.

    nah, apakah ini justru akan menjadi tantangan tersendiri untuk sebuah perubahan. soalnya bila kita bicara konsep perubahan, bukannya kita ini harusnya mencari sesuatu yang bisa men-drive perubahan??

    mohon petunjuknya pak. soalnya di instansi kami (yang kemaren jumat bapak datangi) ternyata zona nyaman udah menjalar kemana-mana. banyak yang takut dengan reorganisasi, takut dipindah, takut kehilangan jabatan, serta takut pekerjaanya diambil alih orang lain…

  8. Irfan (6) : saya kira justru situasinya yang kemudian harus “di-rekayasa” agar orang itu mau bergerak melakukan perubahan ke arah lebih baik.

    Rekayasa situasi itu misal : menetapkan target kinerja yang terukur dan challenging; dan bagi yang tidak achieve, langsung mendapat dis-insentif dan yang achieve mendapatkan insentif.

    Atau : memberikan special project….yang jelas timeframe dan tujuannya….

    Atau seperti yang Anda ucapkan itu : manfaatkan “ketakutan” itu (takut kehilangan jabatan, takut lain-lainnya) untuk mendorong mereka melakukan perubahan.

    Kan justru pemicu utama perubahan ke arah yang lebih baik adalah : “ketakutan untuk tidak mampu bertahan”.

    Kata pendiri Intel : only paranoid will survive. Jadi ubah “ketakutan” itu menjadi sumber utama penggerak perubahan.

  9. ikutan nimbrung mas…

    mmg banyak hal yg mempengaruhi seseorang termotivasi utk bekerja sepenuh hati.Kl saya melihatnya ada 2 hal yg mempengaruhi yaitu faktor diri sendiri/mentalitas dan faktor lingkungan. Cuma kl saya runut ujung2nya adlh mslh kepuasan kerja yg diperoleh di tempat kerja.

    Kepuasan kerja disini menyangkut ttg apakah harapan atau ekspektasi karyawan dpt terpenuhi dgn berbagai fasilitas yg ada ditpt kerja tsb?

    jadi sbg business owner (BO) sebenarnya tugasnya dlm melayani ada 2 yaitu konsumen sbg pemakai/pengguna produk/jasa yg dihasilkan dan karyawan yg menyediakan/terlibat dlm kegiatan operasional sehari2.

    kedua2nya sama penting dan butuh keahlian dlm mengelolanya.Sbg contoh dlm hal mengelola karyawan, saya menggunakan cara yaitu menyelaraskan antara hasil yg diperoleh perusahaan dgn insentif yg diterima oleh karyawan.

    Artinya insentif/take home pay seiring dgn peningkatan laba perush dan ini saya berikan per bulan,disamping bonus yg diberikan tahunan. hal ini dikarenakan sesuatu yg pasti dan langsung dirasakan oleh karyawan lebih besar dampaknya thd kinerja karyawan.

    Mungkin segitu dulu masukan dari saya…smoga bermanfaat.

  10. Motivasi, setahu saya sumbernya ada 2, motivasi intrinsik (berasal dari dalam individu) dan ekstrinsik (berasal dari faktor di luar individu). Mana yang lebih berpengaruh?

    Saya kira, dua-duanya sama berpengaruhnya. Bekerja di perusahaan yang excellent-pun kalo motivasinya memble, ngerek motivasinya pastinya nggak gampang juga. Di sisi lain, bekerja di perusahaan biasa tapi motivasi intrinsiknya bagus, insyaAllah menjadikan si individu ini tetap mak nyus kinerjanya. Justru kondisi dipandang sebagai tantangan untuk membuatnya lebih baik. Budaya kerja di tempat kerja saya yang pertama begitu. Yang indah itu kalo kerja di tempat yang excellent dengan motivasi yang bergeni-geni (baca:berapi-api) pula.

    Kabarnya generasi yang lahir sekitar tahun 70-80an paling suka bekerja pada perusahaan yang memberikan passion untuk mereka. Bekerja di perusahaan yang nggak memberikan passion bikin generasi ini selalu lirik-lirik halaman tetangga. kali aja lebih hijau karena dukungan perusahaan untuk pengembangan diri dan kompetensinya.

    Reportnya, dalam posisi sebagai bawahan kadang kita nggak bisa memengaruhi atmosfir motivasional di sekitar kita. Nah, kalo mau survive disegala musim (dalam situasi dan konteks apapun), smart step-nya apa ya?

  11. Setiap dari kita kudu selalu menyesuaikan diri dengan berbagai macam situasi dan kondisi dimana kita berada, bukan sebaliknya.

    coz.. sikon tersebut sering kali tidak kongruen dengan minat kita, (ex. berapa banyak PNS yg berpotensi, karena sistem birokasi tetep menjadi orang “biasa” saja) ini bisa menjadi variable prediktor yang memicu timbulnya demotivasi.

    so..faktor intrinsik lah yg kudu diperkuat. kalo sudah kuat pondasinya mau di bangun tingkat 2 atau tingkat 9. tetep berdiri tegak.

  12. Urun rembug mas Yodhia …
    Menurut saya perlu diperhatikan juga tingkat komitmen tim kita, berada dimanakah posisinya?

    Mulai yg paling rendah yaitu Komitmen Politik (saya bekerja karena saya dibayar, titik! Lalu Komitmen Intelektual (mulai memberikan ide/gagasan, walaupun belum tentu bermanfaat bagi perusahaan…).

    Meningkat ke komitmen Emosional (merasa bertanggung jawab terhadap hidup matinya perusahaan), dan yang paling “Top Markotop” adalah Komitmen Spiritual (tidak semata-mata bekerja, tapi ada tujuan jangka panjang yang hendak diraih, menyangkut idealisme).

    Kalo sudah terpetakan, barulah kita angkat komitmen mereka secara bertahap. Dan biasanya memang tidak bisa langsung “Loncat”, langsung dua level diatasnya…

  13. Pada dasarnya semua prilaku dan Mindset dan motivasi manusia akan muncul pada saat kita sudah beradaptasi dengan linkungan yang sesungguhnya. jadi pada intinya : Situasi dan Lingkungan adalah pengendali prilaku manusia. ( Adaptasi )

  14. kalo mind-set berarti tak perduli lingkungan seperti apa…karena sumbernya dalam diri. dan dalam kasus di perusahaan saya, cara yang selalu jitu adalah dengan menjadikan lingkungan pabrik sebagai ajang kompetisi , baik olahraga maupun project

  15. Article Good. Sharingnya juga oke. Sungguh site yg mencerahkan. Semoga Bang Yody nggak henti2nya apalagi bosan untuk berinovasi terus. thanks.

  16. Hmm… smua cocok tapi ada tidak sinkronisasi dengan budaya??

    Mnurut saya itu muncul dari budaya.. layaknya motor tadi, spertinya mereka pencilan karena budaya di kota yang sering memamerkan kecepatan dari pada keselamatan..

    kalau bisa di tekan lagi ke element apa saja yang signifikan terhadap mindset om… jadi lebih mengerti tapi nice post om..

  17. Yodhia (13) : Thanks berat Pak :D. Mantap banget smart stepnya.

    Btw, Kyaknya aplikasinya butuh niat yang kuat, komitmen yang keukeuh, dan berlapang hati. Niat dan komitmen yang kuat sebagai pemacu semangat sedangkan berlapang hati kalo ketemu hal-hal yang tidak menyenangkan.Tapi kalo dipikir-pikir, endingnya memang terdengar indah…

    Jadi ingat law attraction, apa yang dipikirkan itulah yang akan menjadi kenyataan = prasangka Rabbnya=prasangka si hamba.

    Betul?

  18. Klo menurut saya kondisinya dulu yang harus menjadi ideal, berarti semua elemen harus melakukan perubahan baru pemimpin menjadi ideal. Ingat ayat yang berbunyi “Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum klo dari kaumnya itu sendiri tidak melakukan perubahan”. Kaum disini merujuk ke orang banyak. Agak sedikit percuma klo kita mencari pemimpin ideal terlebih dahulu untuk melakukan perubahan menjadi lingkungan yang ideal. Ingat juga pada jaman Nabi Muhammad, perubahan dilakukan tidak hanya pada diri nabi tetapi juga dari para sahabatnya.

  19. Situasi lingkungan kerja yang kurang membuat nyaman akan mengurangi semangat orang-orang untuk bekerja. sehingga pekerjaan apapun tidak akan pernah selesai dengan sempurna..

  20. salam kenal semua…
    simple sih mengetahui prinsip kita sebagai pekerja. kesampingkan kata-kata mutiara dan loyalitas dalam pekerjaan, mari kita lihat fakta dan yang kita rasakan dan inginkan ketika bekerja di sebuah perusahaan.
    ada 4 rumus yang membuat pekerja akan bertahan atau tidaknya dalam sebuah perusahaan.

    1: GAJIH BESAR DAN SITUASI NYAMAN
    ha,ha,ha, ini adalah idaman kita semua,,, tapi ini yang kita cari… (TENTUNYA SESEORANG AKAN BERTAHAN BAHKAN BISA JADI RELA MATI UNTUK DAPAT TETAP BEKERJA DI PERUSAHAAN TERSEBUT.)

    2: SITUASI TIDAK NYAMAN TAPI GAJIH BESAR
    hmmm…. MASIH BISA BERTAHAN BEKERJA DAN AKAN BERASUMSI “MAKLUM RESIKO PEKERJAAN.LAGIAN SUSAH BANGET BISA DAPETIN GAJIH SEBESAR INI DI PERUSAHAAN LAIN”. bukan nyaman atau tidak lagi yang di pikirkan tapi sudah menyangkut ekonomi keluarga…..he,he,he,he.

    3: GAJIH KECIL TAPI SITUASI NYAMAN
    ha,ha,ha,… untuk lajang atau yang baru bekerja sih, CENDRUNG BERTAHAN DENGAN ALASAN ” AH.. SAYA GAK PERLU GAJIH YANG BESAR YANG PENTING SITUASI NYAMAN…” walaupun harus ngebatin setiap TERIMA GAJIH karena tidak cukup untuk kesana kemari…ho,ho,ho…

    4: GAJIH KECIL + SITUASI TIDAK NYAMAN
    YA TUHAN …. BULSHIT DENGAN TUNTUTAN LOYALITAS KEPADA PEKERJA YANG DI MINTA OLEH PERUSAHAAN SEPERTI INI.
    ADAKAH POINT YANG BISA DIHARAPKAN? YA BISA.. AKHIRNYA HANYA SEBAGAI BATU LONCATAN SAJA…

    KITA GA MULUK-MULUK KOK…
    SEBANDINGKAN HAK YANG KAMI TERIMA DENGAN KAPASITAS DAN KEMAMPUAN KAMI SEBAGAI PEKERJA…

    BAGI PARA MANAGER DAN PENGELOLA SDM, ADA BAIKNYA ANDA MELIHAT SISTEM PERUSAHAAN DALAM MEMPERLAKUKAN HAK PARA PEKERJA SEBELUM ANDA MEMBERI TEKANAN DAN TUNTUTAN KEPADA STAFF ANDA…

    PERLAKUKAN MEREKA SEBAGAI REKAN / PARTNER KERJA
    BUKAN SEBAGAI BAWAHAN.

    KITA SEBAGAI PENGELOLA SDM HANYA SEBAGAI FASILITATOR SDM, BUKAN PEMILIK PERUSAHAAN… KADANG JABATAN KITA HANYA MALAH MEMPERSULIT PEKERJAAN PARA STAFF SAJA.. YANG AKHIRNYA MALAH BUKAN SEBAGAI FASILITATOR SDM.

    LAGIAN ANEH BANYAK PERUSAHAAN YANG MEMPEKERJAKAN ORANG-ORANG SEPERTI KITA SEBAGAI PENGELOLA SDM YANG FAKTA KERJAANNYA MALAH CUMAN NUNJUK SANA SINI DAN LEBIH BANYAK DUDUK SAMBIL NGOPI DARI PADA MEMBANTU KESULITAN STAFF KITA….

    SIP….
    TERIMA KASIH DAN SUKSES UNTUK KITA SEMUA.
    GBU….

  21. Motivasi biasanya bertahan hanya beberapa hari ,paling lama 2 mingguan

    Yang dibutuhkan sangat penting adalah menjaga motivasi dan semangat tetap bertahan terus menerus,sampai kepada titik yang kita tuju…

  22. Wah artikelnya sangat relevan dengan tempat kerja saya. menurut saya pihak pengelola SDM (HRD) harus lebih kreatif dalam mencari faktor-faktor yg memotivasi para karyawan dan pihak HRD harus jeli melihat situasi apa saja di tempat kerja yang bisa meningkatkan kinerja dan motivasi karyawan. Motivasi terbesar utk seorang karyawan tentunya pendapatan yg tinggi, sebaiknya karyawan yg tidak pernah terlambat lebih tinggi gajinya dari karyawan yang sering terlambat masuk kantor.

  23. Artikel yang sangat bagus dan menginspirasi bagi saya. Setelah saya membaca artikel cara mudah membangun mindset dan motivasi kerja yang maknyus saya merasa termotivasi dan bersemangat untuk berjuang meraih sukses. Pola pikir kita sendiri yang akan merubah segalanya. Semata-mata untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak daripada sekarang. Terima kasih.

  24. Setuju bang…
    Di sebuah perusahaan swasta yang terpenting bagaimana bos senang, tdk memandang prestasi karyawannya, walaupun tadinya semua sudah tercurah 100persen jika pendapat bersebrangan dg bos di kotak juga…. Bikin loyo jadinya

  25. Share pengalaman, dan barangkali ada masukan buat saya . Sy bekerja di suatu perusahaan consumer good yg sedang melalukan perekrutan sales area dan pengembangan.
    Sy berposisi sebagai seorang sales kanvas yg membawa mobil box , pada saat sy bekerja pertama kali, sy diminta untuk membuka “lahan baru” diluar costumer lama yg di handel oleh sales senior yg sudah bekerja selama 25 tahun sebagai seorang sales di situ. Sudah 6 bulan sy buka lahan baru bersama rekan rekan sales yg baru pula. Ketika itu “owner” memberikan penilaian kepada kinerja kami(sales baru) kata beliau: koq cuma begini, koq tidak seperti sales senior hasilnya? Dan berkali kali beliau membandingkan kinerja dan hasil sales senior dengan kami sales baru, sy pun terdiam sejenak.
    Bos berkata: order besar kalian akan di handle oleh pihak pengiriman kantor, dan kalian tidak boleh mengirim order yg besar tersebut.karena kalian akan kehilangan waktu melakukan pengembangan.. Sy pun menyetujui.. Selang waktu setahun jerih payah kami(sales baru) membuahkan hasil. Dan tidak tanggung-tanggung target yg diberikan kepada kami, semua dapat kami capai 150%-200%.
    Suatu ketika order kami(sales baru) sedang mengalami peningkatan..dan kala itu situasi pengiriman dari pihak kantor dibuat kalang kabut oleh order yg kami dapat. Pada saat itu sy mendapat order yg cukup banyak sehingga sy pun sampai diminta mengirim order tersebut sementara sisanya di handle kantor. Usut demi usut masalah yg terjadi ternyata order kami(sales baru) semuanya di tolak dan dikembalikan ke pada kami kembali untuk mengirim sendiri..dikarenakan orderan dari sales senior juga banyak.
    Padahal order sy sudah sy masukan antrian di H-7hari sebelum pengiriman, dan di H-1 di batalkan(dikarenakan sudah full pengiriman di hari H) padahal di hari H tersebut dikirim semua order sales senior yg didapatkan di hari H-1(merupakan kebiasaan selama bertahun tahun ,dengan kata lain bekerja hari ini hanya untuk makan besok 1hari saja)
    Akhirnya dengan sedikit kecewa dengan sistem perusahaan. Kami memutuskan untuk bekerja sekuat tenaga dan waktu kami sebagai seorang sales hanya untuk mengirim saja..akhirnya toko retail baru yang kami dapat banyak yg mengalihkan produk kami yg belum kami kirim ke produk lain.
    Di situ kami merasa pada saat saya kerja keras mengarap lahan kering dan merubahnya menjadi lahan basah..dan disaat kami ingin memanennya, kami kehilangan banyak waktu untuk memanen..yg seharusnya bisa terpanen semua kini hanya terpanen 50%saja. Dan “owner” cuma selalu menyuruh kami membuka terus lahan baru..
    Dengan sales senior yg tidak dapat melakukan pengembangan sales sendiri(dengan jumlah costumer yg tetap dari tahun ketahun , tidak bertambah tapi malah berkurang) yg terkenal sebagai orang yg selalu mencari muka kepada si bos…
    Apa yg harus kami lakukan selanjutnya..
    Apakah kami akan menjadi “sales abadi”? Sales yg tidak maju juga tidak mundur bahkan juga tidak ada prestasi hanya sales yg biasa biasa saja?

  26. Share pengalaman, dan barangkali ada masukan buat saya . Sy bekerja di suatu perusahaan consumer good yg sedang melalukan perekrutan sales area dan pengembangan.
    Sy berposisi sebagai seorang sales kanvas yg membawa mobil box , pada saat sy bekerja pertama kali, sy diminta untuk membuka “lahan baru” diluar costumer lama yg di handel oleh sales senior yg sudah bekerja selama 25 tahun sebagai seorang sales di situ. Sudah 6 bulan sy buka lahan baru bersama rekan rekan sales yg baru pula. Ketika itu “owner” memberikan penilaian kepada kinerja kami(sales baru) kata beliau: koq cuma begini, koq tidak seperti sales senior hasilnya? Dan berkali kali beliau membandingkan kinerja dan hasil sales senior dengan kami sales baru, sy pun terdiam sejenak.
    Bos berkata: order besar kalian akan di handle oleh pihak pengiriman kantor, dan kalian tidak boleh mengirim order yg besar tersebut.karena kalian akan kehilangan waktu melakukan pengembangan.. Sy pun menyetujui.. Selang waktu setahun jerih payah kami(sales baru) membuahkan hasil. Dan tidak tanggung-tanggung target yg diberikan kepada kami, semua dapat kami capai 150%-200%.
    Suatu ketika order kami(sales baru) sedang mengalami peningkatan..dan kala itu situasi pengiriman dari pihak kantor dibuat kalang kabut oleh order yg kami dapat. Pada saat itu sy mendapat order yg cukup banyak sehingga sy pun sampai diminta mengirim order tersebut sementara sisanya di handle kantor. Usut demi usut masalah yg terjadi ternyata order kami(sales baru) semuanya di tolak dan dikembalikan ke pada kami kembali untuk mengirim sendiri..dikarenakan orderan dari sales senior juga banyak.
    Padahal order sy sudah sy masukan antrian di H-7hari sebelum pengiriman, dan di H-1 di batalkan(dikarenakan sudah full pengiriman di hari H) padahal di hari H tersebut dikirim semua order sales senior yg didapatkan di hari H-1(merupakan kebiasaan selama bertahun tahun ,dengan kata lain bekerja hari ini hanya untuk makan besok 1hari saja)
    Akhirnya dengan sedikit kecewa dengan sistem perusahaan. Kami memutuskan untuk bekerja sekuat tenaga dan waktu kami sebagai seorang sales hanya untuk mengirim saja..akhirnya toko retail baru yang kami dapat banyak yg mengalihkan produk kami yg belum kami kirim ke produk lain.
    Di situ kami merasa pada saat saya kerja keras mengarap lahan kering dan merubahnya menjadi lahan basah..dan disaat kami ingin memanennya, kami kehilangan banyak waktu untuk memanen..yg seharusnya bisa terpanen semua kini hanya terpanen 50%saja. Dan “owner” cuma selalu menyuruh kami membuka terus lahan baru..
    Dengan sales senior yg tidak dapat melakukan pengembangan sales sendiri(dengan jumlah costumer yg tetap dari tahun ketahun , tidak bertambah tapi malah berkurang) yg terkenal sebagai orang yg selalu mencari muka kepada si bos…
    Apa yg harus kami lakukan selanjutnya..
    Apakah kami akan menjadi “sales abadi”? Sales yg tidak maju juga tidak mundur bahkan juga tidak ada prestasi hanya sales yg biasa biasa saja?
    Dan bagaimanakah seharusnya kami bersikap ?

  27. Share pengalaman, dan barangkali ada masukan buat saya . Sy bekerja di suatu perusahaan consumer good yg sedang melalukan perekrutan sales area dan pengembangan.
    Sy berposisi sebagai seorang sales kanvas yg membawa mobil box , pada saat sy bekerja pertama kali, sy diminta untuk membuka “lahan baru” diluar costumer lama yg di handel oleh sales senior yg sudah bekerja selama 25 tahun sebagai seorang sales di situ. Sudah 6 bulan sy buka lahan baru bersama rekan rekan sales yg baru pula. Ketika itu “owner” memberikan penilaian kepada kinerja kami(sales baru) kata beliau: koq cuma begini, koq tidak seperti sales senior hasilnya? Dan berkali kali beliau membandingkan kinerja dan hasil sales senior dengan kami sales baru, sy pun terdiam sejenak.
    Bos berkata: order besar kalian akan di handle oleh pihak pengiriman kantor, dan kalian tidak boleh mengirim order yg besar tersebut.karena kalian akan kehilangan waktu melakukan pengembangan.. Sy pun menyetujui.. Selang waktu setahun jerih payah kami(sales baru) membuahkan hasil. Dan tidak tanggung-tanggung target yg diberikan kepada kami, semua dapat kami capai 150%-200%.
    Suatu ketika order kami(sales baru) sedang mengalami peningkatan..dan kala itu situasi pengiriman dari pihak kantor dibuat kalang kabut oleh order yg kami dapat. Pada saat itu sy mendapat order yg cukup banyak sehingga sy pun sampai diminta mengirim order tersebut sementara sisanya di handle kantor. Usut demi usut masalah yg terjadi ternyata order kami(sales baru) semuanya di tolak dan dikembalikan ke pada kami kembali untuk mengirim sendiri..dikarenakan orderan dari sales senior juga banyak.
    Padahal order sy sudah sy masukan antrian di H-7hari sebelum pengiriman, dan di H-1 di batalkan(dikarenakan sudah full pengiriman di hari H) padahal di hari H tersebut dikirim semua order sales senior yg didapatkan di hari H-1(merupakan kebiasaan selama bertahun tahun ,dengan kata lain bekerja hari ini hanya untuk makan besok 1hari saja)
    Akhirnya dengan sedikit kecewa dengan sistem perusahaan. Kami memutuskan untuk bekerja sekuat tenaga dan waktu kami sebagai seorang sales hanya untuk mengirim saja..akhirnya toko retail baru yang kami dapat banyak yg mengalihkan produk kami yg belum kami kirim ke produk lain.
    Di situ kami merasa pada saat saya kerja keras mengarap lahan kering dan merubahnya menjadi lahan basah..dan disaat kami ingin memanennya, kami kehilangan banyak waktu untuk memanen..yg seharusnya bisa terpanen semua kini hanya terpanen 50%saja. Dan “owner” cuma selalu menyuruh kami membuka terus lahan baru..
    Dengan sales senior yg tidak dapat melakukan pengembangan sales sendiri(dengan jumlah costumer yg tetap dari tahun ketahun , tidak bertambah tapi malah berkurang) yg terkenal sebagai orang yg selalu mencari muka kepada si bos…
    Apa yg harus kami lakukan selanjutnya..
    Apakah kami akan menjadi “sales abadi”? Sales yg tidak maju juga tidak mundur bahkan juga tidak ada prestasi hanya sales yg biasa biasa saja?
    Dan bagaimanakah seharusnya kami bersikap ?
    Terimakasih

Comments are closed.