Lebih Baik Beli Toyota Fortuner atau Aset Produktif yang Menghasilkan?

Dalam artikel minggu lalu kita sudah membahas tentang dampak kelam hedonic treadmill. Yakni saat dana kita habis hanya untuk memenuhi aneka dorongan nafsu demi menguasai aneka benda materi. Sayangnya nafsu ini tak pernah bisa terpuaskan, sebab keinginan kita untuk pamer dan memiliki aneka materi memang tak pernah ada ujung akhirnya.

Dari perspektif keuangan, gaya hidup yang boros dan pola pengeluaran yang konsumtif semacam itu tidak akan memberikan manfaat finansial dalam jangka panjang.  Sebab aneka pengeluaran yang konsumtif semacam itu seringkali lebih didorong oleh nafsu untuk memuaskan keinginan (want), dan bukan kebutuhan sejati yang memang nyata (needs).

Dari sudut ilmu tentang kekayaan (the science of wealth) pembelian aneka barang yang konsumtif itu acapkali malah menimbulkan “kerugian finansial”. Kenapa? Sebab benda-benda (entah berupa gadget, mobil, motor, atau tas) yang kita beli demi memuaskan nafsu  itu dalam jangka panjang malah akan mengalami depresiasi (atau nilainya makin menurun).

Jadi pembelian konsumtif itu dalam jangka panjang malah akan membuat Anda makin miskin dalam artian sebenarnya. Maksudnya, jika dihitung dengan ukuran aset kekayaan bersih, aneka benda konsumtif itu lama-lama malah akan membuat nilai aset kekayaan Anda makin rendah, sebab semua benda itu akan mengalami depresiasi (penurunan nilai harga dibanding saat harga pembelian awal).

Namun harus diakui menahan godaan untuk melakukan pembelian aneka barang itu kadang tidak mudah. Ada semacam kepuasan (meski sesaat) ketika kita melakukan proses belanja barang baru (entah beli gadget atau sepatu atau mobil).

Nah salah satu cari efektif untuk melawan godaan belanja konsumtif itu adalah bukan menghilangkannya sama sekali. Namun caranya adalah dengan mengalihkan sensasi asyik berbelanja itu dengan fokus pembelian aneka layanan atau produk yang produktif.

Dengan kata lain, kita selalu berusaha agar pengeluaran yang kita lakukan bisa ditujukan untuk aneka pengeluaran yang produktif, sehingga kelak malah bisa memberikan keuntungan finansial yang positif.

Pengeluaran yang produktif adalah jenis pengeluaran uang yang nantinya justru akan bisa menghasilkan manfaat finansial yang positif bagi kita.

Ada beragam jenis pengeluaran produktif. Jenis yang pertama adalah pengeluaran untuk membeli aneka produk investasi yang kelak nilainya akan makin tinggi. Tipe produk investasi ini bisa berupa deposito, emas, saham, reksadana, hingga aset properti seperti tanah, sawah, rumah kos, ruko, ataupun apartemen.

Aset investasi lainya juga bisa berupa sapi, kambing, burung perkutut, ikan arwana, hingga koleksi arloji klasik, batik kuno, atau aneka jenis sneakers langka. Semua barang ini disebut, sebab jika dipelihara atau dikelola dengan baik, maka nilainya akan makin meningkat di masa depannya.

Jenis pengeluaran produktif yang kedua adalah untuk pengeluaran untuk investasi bisnis. Misal untuk modal memulai bisnis baru atau bisnis sampingan. Atau untuk membeli produk franchise. Pengeluaran semacam ini adalah pengeluara produktif sebab kelak akan bisa menghasilkan imbalan finansial yang positif

Jenis pengeluaran produktif yang ketiga adalah untuk membeli beragam jasa atau produk yang bisa memintarkan diri Anda. Dengan kata lain, ini adalah jenis investasi untuk pengembangan diri Anda agar makin kompeten.

Termasuk dalam pengeluaran produktif yang ketiga ini misalnya adalah dana untuk ikur kursus online, dana untuk sekolah fotografi atau kuliah S2. Contoh lain adalah pengeluaran untuk membeli buku-buku yang berkualitas dan relevan dengan bidang pekerjaan yang Anda tekuni.

Nah kelak ketika godaan hedonic treadmill dan nafsu untuk belanja konsumtif datang membayang, maka segera lakukan analisa seperti berikut ini. Apakah uang Rp 5 juta ini harus saya gunakan untuk membeli gadget terbaru, atau sebaiknya saya gunakan untuk membeli reksadana yang kelak akan menghasilkan keuntungan?

Atau kalau ada dana Rp 20 juta, dan ada godaan untuk membeli motor baru maka segera lakukan analisa perbandingan : apakah dana ini sebaiknya saya alokasikan buat modal memulai bisnis plus ikut kursus online tentang trik memakai Instagram Marketing agar jualan laris manis?

Atau jika ada dana Rp 50 juta, dan ada godaan untuk DP beli mobil, maka pertimbangkan apakah dana itu tidak sebaiknnya digunakan untuk membeli kombinasi saham dan emas? Sebab dalam 10 tahun, nilai emas dan saham ini pasti akan naik, sementara harga mobil yang akan saya beli malah jatuh nilainya hingga 70%?

Terus terang langkah analisa semacam di atas selalu saya lakukan saat saya mendapatkan rezeki yang lumayan banyak. Saat ada godaan untuk membeli aneka benda materi (misal membeli mobil Fortuner baru), maka saya selalu merenung : bukankah lebih baik dana Rp 500 juta ini saya gunakan buat membeli apartemen yang bisa saya sewakan dan menghasilkan passive income, daripada digunakan buat beli Fortuner?

Membeli Fortuner mungkin akan membuat gengsi terpenuhi. Namun dari sudut keuangan personal, dalam jangka panjang pembelian ini malah “merugikan secara finansial” karena faktor depresiasi. Misal saat ini, harga Toyota Fortuner rata-rata mengalami depresiasi hingga 10% per tahun. Artinya dalam 3 tahun, kita bisa kehilangan dana hingga Rp 150 juta (jika harga Fortuner baru adalah Rp 500 juta).

Selain itu, membeli aset konsumtif seperti mobil Totota Fortuner juga butuh biaya perawatan, biaya BBM dan biaya perpanjangan STNK yang mahal. Apalagi saat ini harga Pertamina Dex (solar premium) naik tinggi, sehingga beban biaya kepemilikan Fortuner menjadi makin boros.

Sebaliknya membeli aset properti seperti apartemen (terutama jika lokasinya bagus), bukan hanya bisa menghasilkan uang sewa bulanan, namun kelak bisa dijual kembali dengan nilai berlipat.

Melakukan analisa perbandingan pembelian konsumtif vs pembelian produktif seperti di atas akan memaksa kita untk merenung ulang, setiap kali godaan hedonic treadmill datang menyergap.

Sekali lagi, kita tidak berniat menghindar sama sekali dari godaan mengeluarkan uang. Sebab kadang kita ingin tetap menikmati keasyikan berbelanja dan membeli barang baru. Yang kita lakukan disini adalah mengalihkan proses pembelian itu, dari sekadar pengeluaran yang konsumtif, menjadi pengeluaran produktif yang menguntungkan.

Sebab tidak semua pengeluaran uang itu jelek. Pegeluaran uang yang ditujukan untuk keperluan produktif, dalam jangka justru akan memberikan imbalan finansial yang positif dan membuat kita makin makmur.