
FORE Coffee kini sudah jadi nama besar di dunia kopi lokal. Dari awalnya hanya pemain baru di tengah dominasi Starbucks dan kopi-kopi lokal lain, FORE berhasil jadi salah satu brand F&B paling berkembang di Indonesia.
Apa rahasianya? Berikut lima faktor utama yang menjelaskan kenapa FORE bisa melesat, bahkan saat banyak kafe lain justru tumbang.
1. Produk Konsisten, Rasa Familiar
Kopi di FORE bukan kopi terbaik sedunia. Tapi satu hal yang mereka kuasai: konsistensi.
Rasa cappuccino-nya sama, baik di outlet Jakarta, Bandung, maupun Medan. Pelanggan tahu apa yang mereka akan dapat.
FORE juga tidak sok “hipster.” Racikannya cenderung aman, dengan rasa yang sudah akrab di lidah konsumen Indonesia. Mereka tahu target market mereka bukan pecinta kopi ekstrim, tapi orang kantoran dan anak muda yang ingin ngopi enak, cepat, dan terjangkau.
Kombinasi ini berhasil bikin banyak orang balik lagi dan lagi. Karena buat pasar menengah perkotaan, yang paling penting justru rasa yang familiar dan bisa diandalkan.
2. Brand Lokal yang Tahu Cara Berbicara
Dari awal, FORE sudah sadar: mereka bukan sekadar jual kopi, tapi jual identitas. Brand positioning-nya kuat: lokal, modern, dan relevan.
Mereka pintar bermain di desain—logo simpel, warna hijau segar, dan packaging yang clean. Tapi bukan cuma soal tampilan. Komunikasi FORE juga sangat “ngerti anak muda.”
Caption media sosialnya ringan, kadang jenaka, dan pakai bahasa sehari-hari. Mereka ikut tren TikTok, pakai meme, dan bahkan bikin campaign yang viral.
Brand-nya terasa dekat, tidak kaku, tidak ketinggalan zaman. Hasilnya: engagement tinggi, loyalitas kuat, dan banyak pelanggan yang rela jadi “promotor sukarela” lewat story dan feed mereka.
3. Fokus ke Teknologi dari Hari Pertama
FORE bukan kafe konvensional. Sejak awal mereka lahir sebagai tech-enabled coffee chain.
Mereka punya aplikasi sendiri yang bukan cuma buat pesan minuman, tapi juga untuk loyalty program, voucher, dan notifikasi promo.
Sistem pemesanannya efisien. Order via apps, ambil di outlet, tanpa antri panjang. Bahkan di masa pandemi, sistem digital mereka jadi kekuatan utama—bisa bertahan saat kafe lain kelimpungan.
FORE mengerti bahwa di kota besar, waktu adalah segalanya. Teknologi bukan hanya pelengkap, tapi jadi bagian dari experience pelanggan.
4. Lokasi dan Format yang Cerdas
FORE tidak maksa buka kafe besar-besaran dengan ratusan kursi. Mereka tahu kebanyakan pelanggan hanya butuh ngopi cepat, bukan nongkrong lama.
Maka banyak outlet FORE kecil, efisien, tapi strategis. Di lobi gedung kantor, stasiun MRT, mall, bahkan di pojok coworking space.
Dengan model seperti ini, biaya operasional bisa ditekan, tapi penjualan tetap tinggi karena volume pelanggan besar.
Model ini juga scalable. Mereka bisa cepat ekspansi tanpa harus investasi besar untuk setiap lokasi. Cocok untuk pertumbuhan cepat dengan risiko relatif lebih kecil.
5. Agresif Tapi Terukur dalam Ekspansi
FORE bukan brand yang santai. Mereka agresif buka cabang, buka partnership, dan ekspansi ke kota-kota besar lainnya.
Tapi agresivitasnya bukan sembrono. Mereka pelajari data, uji pasar, dan pastikan ada demand sebelum buka outlet baru.
Mereka juga aktif menjalin kolaborasi. Misalnya, dengan brand makanan ringan, aplikasi delivery, bahkan selebritas lokal.
Model kemitraannya pun menarik untuk investor kecil, yang ingin terlibat di bisnis kopi tapi tanpa perlu bangun dari nol.
Agresif, tapi penuh kalkulasi. Itulah kunci mereka dalam memperluas pasar, tanpa “membakar uang” seperti banyak startup lain.
Kesimpulan: FORE, Kombinasi Strategi & Eksekusi
FORE sukses bukan karena satu hal besar, tapi dari banyak hal kecil yang dijalankan dengan konsisten dan terukur.
Mulai dari rasa kopi yang aman, teknologi yang memudahkan, sampai branding yang menyentuh emosi konsumen muda—semuanya dirancang dengan presisi.
Mereka bukan brand yang revolusioner. Tapi justru karena realistis, tahu siapa target market-nya, dan disiplin dalam eksekusi, mereka bisa tumbuh cepat.
Di dunia bisnis F&B yang keras dan margin tipis, FORE membuktikan bahwa diferensiasi tidak harus ekstrem. Cukup jadi yang paling relevan, efisien, dan konsisten.
Dan itu kadang jauh lebih penting daripada sekadar jadi yang paling kreatif.

