Sandwich Generation dan Dilema Keluarga Muda Indonesia

family interactionSandwich Generation adalah sebutan bagi generasi berusia 30 s/d 40 tahunan yang sudah menikah, punya anak yang masih butuh biaya hidup dan pendidikan. Namun pada saat yang bersamaan mereka juga harus membiayai orang tuanya yang sudah sepuh dan tak lagi punya penghasilan.

Disebut Sandwich Generation karena mereka seolah memiliki beban ganda : dibawah harus membiayai anak-anaknya sendiri; diatas juga harus menanggung biaya orang tua atau adik-adiknya, lantaran orang tuanya tak lagi punya penghasilan (akibat perencanaan pensiun yang buruk).

Sandwich Generation merebak karena mayoritas orang tua di Indonesia gagal menyusun proses perencanaan pensiun yang baik.

So what?

Sandwhich Generation tidak hanya terjadi di Indonesia. Fenonema ini amat banyak terjadi di berbagai negara di dunia.

Saya tak tahu apakah Anda, saudara atau keluarga di sekitar Anda, punya tantangan yang sama dengan Sandwhich Generation itu atau tidak.

Membantu memberikan nafkah pada orang tua, atau adik-adik yang masih membutuhkan biaya pendidikan tentu merupakan sebuah kemuliaan. Anda akan dicap durhaka jika mengelak dari tanggung jawab itu.

Namun proses itu mungkin memberikan beban yang cukup berat terutama jika keluarga muda tadi penghasilannya juga relatif terbatas; dan masih butuh biaya banyak untuk menghidup istri dan anak-anaknya.

Kenapa banyak terjadi fenomena Sandwhich Generation? Ya itu tadi. Karena mayoritas orang tua di Indonesia tidak punya perencanaan pensiun yang baik.

Seperti yang pernah saya tulis, 90% karyawan Indonesia tidak siap menghadapi pensiun secara finansial.

Perhitungan konservatif menunjukkan, sepasang orang tua mungkin butuh minimal 10 per bulan untuk sekedar hidup di kota besar. 5 juta kalau di kota kecil.

Artinya, setelah pensiun di usia 56, para orang tua itu harus sanggup menghasilkan Rp 10 juta/bulan.

Sayangnya, dulu saat masih muda banyak yang tidak memikirkannya. Mengalir saja hidupnya.

Nah pas saat benar-benar pensiun, tiba-tiba bingung darimana bisa dapat uang Rp 10/bulan secara rutin padahal sudah pensiun. Dan ini harus dilakukan hingga usia 70an tahun (usia rata-rata hidup orang Indonesia).

Akibatnya, banyak yang kemudian menggantungkan hidup dari setoran bulanan anak-anaknya.

Fenomena itu saya menduga cukup banyak terjadi di Indonesia. Sebab memang sebuah survei pernah menemukan fakta kelam : mayoritas orang Indonesia itu buruk dalam melakukan perencanaan jangka panjang hidupnya.

Saat muda tidak pernah cermat melakukan perencanaan jangka panjang. Walhasil saat tua dan sudah pensiun cenderung bergantung pada dukungan finansial anak-anaknya. Lahirlah Sandwich Generation.

Harapannya, Anda tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Anda yang berusia 30 – 40 tahun dan sekarang berperan sebagai orang tua harus berusaha agar kelak tidak menciptakan Sandwich Generation pada anak-anak Anda yang masih belia.

Caranya bagaimana?

Anda harus berpikir keras sejak sekarang bagaimana agar kelak ketika Anda sudah pensiun dan tidak lagi kerja, tetap bisa menghasilkan income minimal Rp 10 juta/bulan (syukur lebih).

Salah satu pilihannya adalah berbisnis – sebab menjalankan bisnis sendiri memang tidak kenal kata pensiun.

Namun idealnya bisnis yang dijalankan juga tidak terlalu makan energi sebab ingat, usia Anda saat pensiun sudah tembus 56 (energinya mungkin tak lagi segarang jaman muda).

Dua contoh (contoh saja) bisnis yang relatif cocok bagi orang yang sudah senja usianya adalah pertama bisnis sewa kos-kosan atau apartemen.

Sewa kos atau apartemen adalah jenis bisnis yang risikonya relatif rendah, dan tidak butuh banyak energi untuk mengelolanya. Kalau sudah ada penyewanya, ya tinggal terima uang sewa per bulan atau per tahun (Anda tak perlu kalang kabut menjalankannya).

Contoh kedua bisnis yang juga cocok untuk orang tua adalah online dropshipper/reseller. Banyak orang bilang bisnis online lebih cocok untuk anak muda saja. SALAH.

Bisnis dropship intinya Anda mempromosikan produk orang lain secara online, dan dapat komisi jika ada penjualan. Urusan produk dan pengiriman dilakukan supplier. Anda cuma duduk di depan laptop, dan aktif promosi di Facebook, WA atau Bukalapak.

Nah bisnis semacam itu kayaknya cocok juga untuk para orang tua yang sudah pensiun. Tidak perlu banyak tenaga fisik kesana kemari. Cukup bisa dilakukan di rumah sambil duduk leyeh-leyeh.

Itu hanya dua contoh saja. Peluang bisnis lainnya banyak terbuka. Yang utama memang harus pandai memilih bisnis yang relatif rendah risikonya dan tidak perlu banyak energi fisik untuk mengelolanya.

Soal risiko ini penting. Banyak pensiunan baru yang terjebak investasi bodong. Ratusan bahkan ribuan kasus terjadi dimana uang pensiun yang baru didapat malah hilang karena ikut program investasi abal-abal.

Itu kembali soal perencanaan jangka panjang. Karena tergiur janji hasil investasi instan yang menggiurkan, langsung setor uang ratusan juta hasil pensiun. Banyak orang tua yang ternyata mudah tergoda hasil instan juga. Sad but true.

Sandwich Generation adalah kondisi yang sejatinya kurang ideal dilihat dari perspektif pengelolaan keuangan. Sandwich Generation lahir karena kegagalan dalam merencanakan kehidupan masa tua setelah pensiun.

Agar kelak Anda tidak melahirkan Sandwich Generation pada anak-anak Anda, maka sekarang renungkan : apa yang akan Anda lakukan sehingga kelak setelah pensiun bisa tetap dapat uang bulanan minimal Rp 10 juta atau bahkan 20 juta per bulan.

Pikirkan dan lakukan action sekarang. Menunda-nunda hanya akan membuat penyesalan panjang di masa depan.

23 thoughts on “Sandwich Generation dan Dilema Keluarga Muda Indonesia”

  1. Untuk memutus rantai sandwich generation ini memang harus memulai bisnis yg waras sejak sekarang. bisnis yg sustain dn kokoh.. betul kn mas yodh ?

  2. Bisnis kos-kosan adalah bisnis yang paling mudah namun membutuhkan biaya/modal yang besar ketika membangunnya. Untuk itu mulailah berinvestasi mulai dari sekarang selagi usia masih muda dan memikirkan side income yang lain.

    Contoh side income yang tidak membutuhkan modal banyak yaitu bisnis dropship dan reseller. Kita tinggal upload aja barang kita di sosial media atau blog.

    Sosial media yang lagi booming yaitu instagram, kamu jual apa aja bisa laku disana.

    Caranya bagaimana, cek disini ya. Tutorial berjualan di instagram.

    https://www.juarafinancial.com/5-langkah-efektif-berjualan-di-instagram-yang-bisa-dipraktekkan-langsung/

      1. Setuju mas yodhia. Pada dasarnya semakin lebih tua maka lebih baik masuk ke instrumen investasi yang memiliki risiko lebih rendah

  3. Artikel yang menarik. Makanya banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi PNS dengan alasan ada penghasilan tetap setelah pensiun nanti walaupun nilainya tidak seberapa.

    Banyak juga orang menunda menikah karena harus membiayai saudara-saudaranya yang lain. Dan akhirnya problem sandwich generation untuk membiayai keluarganya, saudaranya dan orang tuanya.

    Yap betul. Generasi sekarang harus mampu memutus rantai itu. Apalagi sekarang informasi melimpah dan opportunity banyak termasuk saingan juga banyak 🙂

  4. Dalam rentang waktu 20-30 tahun ke depan kita sudah harus memutus rantai mengerikan ini dan Sandwich Generation sudah musnah dari muka bumi.

    Bagaimana caranya?

    Berinvestasilah dalam ilmu, karena hanya dengan ilmulah kita bisa membangun kerajaan bisnis.

    Betul bahwa dua contoh bisnis di dalam artikel ini adalah opsi yang sangat tepat sekali. Keduanya bisa menjadi saluran passive income bagi kita di masa depan.

    Tapi, masa depan pun nyatanya masih bias. Terprediksi mungkin hanya sebagian saja dan kita tidak tahu apa yang bakal terjadi sebenarnya.

    Negeri menjadi porak poranda bukan tidak mungkin. Segala bangunan yang ada bisa runtuh berantakan. Pada saat itu mungkin properti tidak laku lagi.

    Akan tetapi tidaklah demikian dengan ilmu. Karena sejatinya peradaban baru bisa dibangun kembali hanya dengan ilmu yang bertiwikrama dalam kreativitas-kreativitas baru yang menyegarkan. Puing-puing yang ada bisa rapi terbangun kembali hanya dengan ilmu.

  5. Mungkin, orang tua yang zaman dulu sudah kerja keras tapi income/gajihnya pas-pasan habis buat biaya hidup saja, tidak bisa menginvestasikan sebagian uangnya. Karna melakukan pekerjaan yang salah.

    Pas pensiun, anaknya yang biayain karna tidak bisa kerja lagi.
    Kalau anaknya gajihnya juga pas-pasan akan jadi rantai setan.

    Kita sebagai Generasi Millineal harus berpikir keras agar mendapatkan income yang besar.

    Tidak ada yang tidak mungkin kalau kita mau berusaha lebih cerdas dan berdoa lebih keras.

    Semoga kita mendapatkannya pasiv income yang yang kita inginkan.
    Aminnn..

  6. http://www.BijiPlastik.net

    lah iya mas, generasi kaya gini memang byk bgt di jumpai , saya salah satunya yang melihat kedua orang tua smpe sekarang justru klimpungan masih kerja keras demi menghasilkan income bulanan wlo umurnya sudah dikatakan cocook untuk pensiun.

  7. Mungkin (mungkin loh ya) itulah salah satu alasan mengapa orang jaman dulu punya prinsip “banyak anak banyak rezeki.” Biar saat tua banyak yang mengurus. Sesuatu yang saat ini sudah tidak relevan dengan keadaan.

    Makanya generasi masa kini harus punya perencanaan yang matang sejak dini, baik soal bisnis maupun karier agar income yang didapat cukup untuk membiayai anak, orang tua maupun bekal kelak di masa tua.

    Dan saya setuju dengan mas Yodhia, berbisnis & punya usaha sendiri adalah pilihan yang tepat. Alasannya karena selain menjanjikan profit tak terbatas, bisnis juga bisa dijalankan tanpa mengenal batas usia.

    Tentu saja perencanaan bisnis yang mantap itu penting. Jangan sampai karena salah planning justru akibatnya bikin repot anak kita kelak. Mewariskan utang segunung misalnya.

  8. Mantap dan inspiring banget Kang.

    Alhamdulillah kedua orang tua abdi negara+usaha percetakaan kecil-kecilan.

    Jadi tidak punya beban untuk menafkahi, meng-hajikan+meng-umrohkan mereka, mereka sudah mampu sendiri, bahkan kami yang awal-awal berkeluarga dibantu ortu 🙂

    Bagi yang masih menanggung beban itu, KREATIFITAS adalah salah satu KOENTJI untuk menyelessaikan persoalan tersebut,
    misalnya mengais rejeki lewat internet,
    kalau alasannya ‘gak bisa internet’, ya belajar…
    banyak materi bersliweran baik yang gratis maupun berbayar.

    Bila alasannya lagi “gak ada internetnya”, cari yang biaya murah seperti di warkop pinggir jalan yang free wifi. Cukup sediain Rp 5000 sudah dapat kopi+gorengan+internet sepuasnya.

    Bila uang Rp. 5000 masih berat, cari wifi korner di kantor telkom yang bertebaran hampir di setiap wilayah, bisa internet gratis sepuasnya.

    Bila masih beralasan juga “yo wis Mas, nikmati aja kenyamanan dalam KETIDAKNYAMANAN”
    sambil terus berdo’a diberi sebongkah berlian dari langit sono 🙂

    Terima kasih
    https://manajemenkeuangan.net/
    Tempat belajarnya akuntansi keuangan GRATIS!

  9. Fakta yang tragis sih mas, dan benar terjadi disekitar kita. Makanya kalau menurut saya diusia 30 atau 40 ke atas (40 paling telat) harusnya udah ada bisnis atau jalani short investment.

    Misal usia 30, sudah ada tabungan 20 juta. Bisa dibelikan 15 Domba bakalan. Titipkan di petani yg dipercaya. 5 bulan (saat idul adha) dijual bisa dapat 450,000 x 15 ekor. Kalau pola ini tiap tahun dijalani, lama2 punya bisnis sendiri. Dan itu yg saya coba jalani sekarang ( karena kerjaan utamanya ngurus clothing http://www.nmclothing.co.id)

  10. Memang harus dengan cermat ambil tanggung jawab dan berbisnis.

    Bila hari ini abai maka yang rugi diri kita sendiri dan anak, menjadi beban.

    Mas, Yodhia, Alhamdulillah bapak saya sekarang mulai berbisnis jualan pakaian via online.

  11. Semakin cepat pensiun semakin baik, apalagi pensiun muda

    Problemnya adalah bagaimana Anda bisa menciptakan uang..

    Blogging? Well, itu salah satu jawabannya sih

  12. Berarti sejak muda harus sudah memprioritaskan investasi, sehingga waktunya pensiun ada uang untuk buka kos-kosan.

    Tapi mas Yodhia, buat anak muda sekarang, ada “godaan” namanya traveling. Gimana menurut mas Yodhia, apakah traveling ini worth it untuk dituruti, atau dibelakangin aja setelah investasi?

  13. terimakasih banyak sharenya mas, buat saya yg belum kuliah ini jadi renungan agar tidak terlalu monoton ke kuliah nanti.

Comments are closed.