The Art of Thinking : 5 Jebakan Kognitif yang Membuat Pikiran Kita Jadi Amburadul

Dalam dunia riset tentang the art of thinking, ada dikenal istilah yang namanya cognitive bias atau sejenis thinking error yang terjadi karena adanya bias atau prasangka yang mendarah daging dalam benak seseorang.

Cognitive bias ini acap membuat seseorang menjadi tidak lagi obyektif memandang sebuah realitas, dan akhirnya membuat hasil keputusannya juga tidak lagi akurat. Cognitive bias ini membuat pikiran kita tak lagi jernih dalam memproses informasi.

Ada lebih dari 50 cognitive bias yang telah ditemukan dalam beragam riset tentang cara kita manusia berpikir dan mengambil keputusan.  Dalam sajian di pagi yang cerah ini, kita hanya akan membahas lima diantaranya secara super ringkas.

Berikut contoh 5 cognitive bias yang terkenal dan sering kita lakukan, acapkali tanpa kita sadari.

Bias Kognitif #1 : Confirmation Bias

Cognitive bias yang pertama ini disebut sebagai confirmation bias : atau kecenderungam kita untuk selalu mencari dan menyimak informasi yang membenarkan atau menjustifikasi apa-apa yang lebih kita sukai (atau sesuai preferensi yang sdh ada dalam benak kita).

Kita cenderung enggan dengan informasi yang bertentangan dengan preferensi yang sudah kita miliki.

Confirmation bias amat sering terjadi saat pemilu; dan bias ini membuat banyak orang jadi tidak lagi obyektif memandang realitas. Kenapa? Sebab orang ini hanya mau membaca dan mendengarkan informasi yang sesuai preferensinya; dan sama sekali tidak peduli dengan informasi yang bertentangan dengan pilihannya.

Alhasil, proses pengambilan keputusan menjadi tidak optimal, dan gagal menghasilkan keputusan yang berkualitas tinggi.

Bias Kognitif #2 : Anchoring Bias

Cognitive bias lainnya yang sering kita temui adalah anchoring bias. Penelitian dalam ilmu economic behavior menunjukkan : angka pertama yang kita  lihat selalu akan jadi anchor atau jangkar untuk membuat perbandingan.

Anchoring bias ini kemudian sering sekali dimanfaatkan oleh para penjual dengan memberikan harga awal yang tinggi lalu dicoret, dan diberi harga baru yang lebih murah. Teknik sederhana ini, ternyata menurut penelitian empirik, sangat efektif dalam membujuk calon pelanggan untuk melakukan pembelian.

Kenapa? Sebab mereka akan menganggap harga baru itu “lebih ekonomis”, sebab jauh lebih murah dibanding harga pertama yang sudah dicoret (dan harga pertama ini selalu akan jadi jangkar/anchor untuk perbandingan).  

Bias Kognitif #3 : Survivorship Bias

Bias lainnya yang suka muncul adalah “survivor bias” – ini adalah sejenis bias yang menganggap bahwa “sukses itu mudah karena ditemui dimana-mana”.

Bias ini muncul sebab banyak media hanya memberitakan orang-orang yang survive dan meraih sukses. Padahal diantara satu kisah Bill Gates atau Jack Ma, ada ratusan ribu orang yang gagal. Namun hanya yang survive dan berhasil yang diberitakan oleh beragam media, sementara yang tidak survive dan gagal jarang muncul dalam pemberitaan.

Kenapa yang gagal dan tidak survive jarang diberitakan? Mungkin karena memang orangnya malu mengabarkan kegagalannya, sehingga tertutup kepada media. Wajar memang, kalau gagal, orang kadang suka malu dan cenderung menutupi kisah kegagalannya. Sebaliknya orang yang sukses malah ingin diberitakan biar dirinya makin bangga (dan karena itu mereka jauh lebih terbuka dengan media).

Sebab lain, mungkin juga media menganggap kisah sukses lebih mudah dijual dibanding memberitakan kegagalan.

Padahal, tak jarang kita justru bisa lebih banyak belajar dari kisah kegagalan dibanding dari kisah kesuksesan.

Apapun alasannya, survivor bias ini memberikan kesan bahwa sukses itu mudah dan ada dimana-mana. Padahal kenyataannya tidak. Ada jutaan lebih banyak yang gagal dan tidak pernah muncul di permukaan.

Bias Kognitif #4 : Availability Bias

Availability bias. Ini bias yang sering terjadi di medsos. Bias ini terjadi saat seseorang hanya mengandalkan satu bukti yang dia lihat di sekitarnya, dan langsung menyimpulkan bahwa apa yang dia lihat itu mewakili semua kejadian.

Contoh availability bias : misal seseorang bilang merokok itu tidak berbahaya, buktinya paman saya perokok dan sampai sekarang usianya 70 tahun baik-baik saja. Ini namanya availability bias yang sangat keliru. Yakni mengambil satu fakta untuk menyimpulkan semuanya.

Padahal faktanya ada puluhan juta orang yang mati muda karena merokok (namun fakta ini diabaikan karena orang itu tidak pernah melihatnya sendiri, atau tidak pernah menyimak datanya).

Availability bias ini amat berbahaya. Sebab orang mengambil kesimpulan hanya berdasar satu data yang amat terbatas, dan lalu melakukan generalisasi seolah semuanya seperti itu.

Bias Kognitif #5 : Sunk-Cost Fallacy

Bias ini disebut  dengan “sunk-cost fallacy” atau sering juga dinamakan “escalation of commitment”. Artinya : saat seseorang sudah telanjur menginvestasikan uang, tenaga dan pikiran pada sebuah projek/aktivitas tertentu, maka ia akan cenderung mempertahankan selamanya, meski sudah terbukti tidak menguntungkan.

Contoh sunk-cost fallacy : sayang ah, saya sudah telanjur basah dalam bidang usaha ini. Dia telanjur terikat secara emosional dengan aktivitas usaha ini, dan enggan melepaskannya meski sebenarnya sudah tidak menguntungkan.

Contoh lain sunk-cost fallacy : enggan putus karena pacaran sudah lama; padahal rasanya sudah nggak cocok lagi. Namun sayang banget kalo putus, sebab sudah banyak waktu dan pikiran yang dinvestasikan di dalamnya. Ini namanya juga jebakan sunk-cost fallacy.

Sunck-cost fallacy bisa membuat kita kehilangan kesempatan lain yang lebih bagus. Kenapa? Sebab saat kita keukeuh bertahan dengan pilihan lama yang sebenarnya sudah tidak menguntungkan, kita otomatis mengabaikan peluang lain yang kemungkinan memberikan hasil yang jauh lebih baik.

Demikianlah, lima jenis jebakan kognitif yang sering kita jumpai dan bahkan kita alami sendiri. Jika dibahasakan secara ringkas, maka lima jebakan kognitif itu adalah sbb :

  1. Confirmation bias : kita hanya mau mendengar apa yang kita inginkan
  2. Anchoring bias : angka pertama akan selalu jadi acuan perbandingan
  3. Survivioship bias : hanya kisah sukses yang sering diberitakan
  4. Availability bias : melakukan generalisasi hanya berdasar satu data
  5. Sunk-cost fallacy : kita ternyata susah untuk move on.