Bonus 70M untuk Direksi Telkom : Kisah Kelam tentang Reward and Performance

Disengaged-Employees reBerita kecil ini membuat saya tercenung agak lama. RUPS Telkom memutuskan untuk memberikan total gaji + tunjangan + tantiem (bonus) sebesar Rp 8.8 milyar kepada SETIAP anggota direksinya. Karena anggota direksi Telkom ada 8 orang, maka total remunerasi yang diberikan 70M. Luar biasa.

Padahal 4 minggu lalu saya menulis kinerja Telkom yang biasa-biasa saja (Flexi gagal, Telkomvision dijual). Layanan andalan mereka Indihome juga masih jauh dari memuaskan. Sekarang tiba-tiba, anggota direksinya dapat total bonus + gaji sebesar 8.8 M per orang. #Makjleb.

Kisah pemberian bonus ini mungkin mendedahkan pelajaran kelam tentang reward and performance. Mari kita jelajahi dengan renyah di pagi yang cerah ini.

Dalam berita itu juga disebutkan, selain direksi Telkom; semua direksi anak perusahaan Telkom juga akan mendapatkan bonus yang melimpah. Total ada Rp 300 milyar yang dialokasikan untuk pemberian gaji + tunjangan + bonus seluruh direksi Telkom dan anak perusahaan. 300M. Sebuah angka yang amat menggetarkan.

Dari perspektif ilmu manajemen kinerja – the science of performance management – setidaknya terdapat tiga pelajaran yang lumayan pahit dari kasus pemberian remunerasi direksi Telkom ini.

Tiga pelajaran yang mengandung paradoks muram tentang human productivity and performance. Tiga paradoks kelam yang layak dicermati oleh setiap praktisi manajemen.

Lesson # 1 : Demotivation Paradox. Dalam tulisan saya 4 minggu lalu tentang Telkom Indihome, ada yang komentar : masih banyak petugas outsourcing Telkom dengan gaji pas-pasan; sementara banyak manajer dan direksi Telkom mendapatkan gaji dan bonus yang melimpah.

Padahal tenaga oursourcing Telkom yang sekarang justru jadi ujung tombak mereka. Merekalah yang ada di lapangan, bekerja keras untuk memasang kabel fiber optik langsung ke rumah pelanggan. Dan mayoritas digaji dengan terbatas, tanpa pernah kenal apa itu bonus.

Apa yang terjadi saat direksi mendapat bonus melimpah, sementara petugas outsourcing yang bekerja keras di lapangan, kesejahteraannya tidak pernah dipedulikan? Demotivasi dalam skala masif.

Sense of unfairness adalah kata kunci yang acap menghancurkan human performance and motivation.

Apa yang ada dalam benak ribuan petugas outsourcing Telkom yang berjibaku memasang kabel di siang yang panas, yang gajinya hanya 2 jutaan per bulan, membaca bahwa setiap direksi Telkom mendapat bonus 8M?

Demotivasi dalam skala masif bisa amat buruk dampaknya bagi mutu pelayanan dan kinerja bisnis. Kinerja yang cemerlang adalah ilusi saat ribuan pegawai yang menjadi ujung tombakmu, mengalami demotivasi.

Lesson # 2 : Efficiency Paradox. Belakangan ini makin banyak BUMN yang mempekerjakan petugas outsourcing (dengan model pemborongan pekerjaan); demi alasan efisiensi biaya pegawai.

Yang bikin galau adalah : kepada petugas kelas bawah yang menjadi pekerja di perusahaan mitra pemborongan pekerjaaan, terus menerus dilakukan efisiensi yang ketat. Akibatnya, level kesejahteraan pekerja kontrak di perusaan mitra itu menjadi kian stagnan.

Namun pada saat yang bersamaan, saat bicara tentang pembagian bonus kepada direksi, kata efisiensi itu disembunyikan dibalik kolong lemari.

Kata efisiensi hanya berlaku untuk petugas kere di lapangan. Namun tidak untuk kelas direktur. Sebuah paradoks efisiensi yang terasa begitu pahit dan kelam.

Apa yang terjadi saat muncul paradoks yang kontradiktif dalam menerapkan makna efisiensi biaya? Sense of togetherness tidak akan pernah bisa terbangun dengan solid. Para petugas lapangan, pekerja oursourcing dari perusahan pemborong itu, akan sulit merasa menjadi “bagian integral” dari Telkom. Proses standarisasi mutu diantara beragam petugas outsourcing menjadi kian sulit dilakukan.

Para petugas lapangan (atau para pekerja oursourcing itu) itu selalu akan merasa menjadi warga kelas dua, yang tidak begitu dipedulikan kesejahteraannya. Dan akibatnya bisa fatal. Sebab sekali lagi, para petugas lapangan itu yang jadi ujung tombak dan langsung berhubungan dengan jutaan pelanggan.

Maka menjadi bukan hal yang aneh, jika pelayanan petugas lapangan itu acap jauh dari memuaskan. Menjadi bukan hal aneh, jika janji-janji dari petugas call center 147 lebih sering berisi janji-janji fatamorgana.

Lesson # 3 : Performance Paradox. Saya termasuk orang yang sangat pro dengan pembagian bonus yang melimpah. Sebab saya percaya, if you pay peanuts, you will only get monkeys.

Namun pemberian bonus itu menjadi masuk akal, hanya dan hanya jika dibuktikan melalui kinerja yang amat istimewa. Sebab jika kita memberi bonus pada kinerja yang biasa-biasa saja atau bahkan kinerja yang buruk, maka yang akan muncul adalah malapetaka manajemen (management disaster).

Sialnya, kinerja Telkom selama ini biasa-biasa saja. Flexi gagal dan proses migrasinya masih belum tuntas. Telkomvision gagal dan dijual. Laba bersih mereka tahun lalu juga hanya naik 3% (sangat jauh dari cemerlang). Lalu, layanan Indihome yang menjadi andalan baru mereka, masih sangat jauh dari memuaskan.

Tulisan saya 4 minggu lalu tentang Indihome Telkom menuai ratusan komen. Dan mayoritas menyuarakan pengalaman pribadi yang mirip : janji petugas yang tak pernah ditepati, biaya yang tidak sesuai harga promosi, hingga gangguan yang tak kunjung mendapat respon perbaikan.

Dengan latar kinerja yang tidak begitu istimewa dan layanan yang relatif buruk seperti itu, apa justifikasi pemberian bonus 8M kepada setiap anggota direksinya? Prinsip-prinsip ilmu manajemen kinerja menjadi seperti terabaikan.

DEMIKIANLAH, tiga pelajaran yang bersifat paradoksal yang bisa dipetik dari kasus pemberian remunerasi super kepada direksi Telkom ini : demotivation paradox, efficiency paradox, dan performance paradox.

Dan studi-studi ilmiah yang bersifat empirik membuktikan : saat tiga paradoks seperti diatas muncul dalam organisasi Anda, maka kinerja bisnis Anda sulit untuk bisa tumbuh dengan gemilang.

Sebaliknya, kinerja bisnis Anda pelan-pelan bisa mengalami kerugian dan kemunduran yang menyakitkan.

Credit photo by : Imgkid

95 thoughts on “Bonus 70M untuk Direksi Telkom : Kisah Kelam tentang Reward and Performance”

  1. Di situ saya sedih banget… Kesenjangan sosial antara DIREKSI sm PELAKSANA.. 🙁

  2. Direksi vs Outsourcing… jika melihat jabatan tersebut memang sangat jomplang dan sepertinya tidak adil. Namun, itulah kebijakan yang berlaku disebagian besar perusahaan…
    yang kaya makin kaya… hohohohooo….

  3. Pengalaman saya di daerah, petugas lapangan lebih senang dipanggil secara pribadi dibanding lewat 147.

    Kalau lewat147 pekerjaan dilakukan sambil manyun. Itu yg sy sedih.

  4. Disinilah kelihatan KETIMPANGAN YANG NYATA yang tidak memiliki ‘Sense of unfairness’.

    Kalau mau jujur, bukan hanya di TELKOM masih banyak terjadi di tempat lain.

  5. Tapi dari pengalaman saya mengenai pelayanan telkom kok mengatakan sebaliknya ya? Malah saya merasa pelayanan telkom sudah lebih baik dibanding 5-7 tahun yg lalu. Layanan pengaduan sudah pakai sistem tiket, follow up juga bagus. Staff dilapangan juga kebanyakan anak muda dan mereka sopan dan smart. Apakah hanya di kota besar saja yg seperti ini?

    1. Mungkin di daerah sampeyan seperti itu. Apa pelayanan daerah lain seperti daerah sampeyan?

    2. Kemungkinan hal yang anda alami hanya terjadi di kota – kota kecil saja. Bayangkan di kota besar seperti jabodetabek atau seperti saya yang di bekasi? saya rasa hanya mimpi di siang bolong saja…

  6. Hal tersebut tidak hanya terjadi di Telkom banyak perusahaan di Indonesia yg kurang lebih sama….mudah2 ….ada perubahan…

  7. Analisa yang bagus Pak…

    Saya bayangkan manajemen Telkom saat ini sedang putar otak bagaimana menetralisir dampak negatif dari tulisan anda, terutama kepada Serikat Pekerja dan Pemegang Saham (Pemerintah).

    Hati2 saja, jangan2 anda malah diminta sebagai konsultan Telkom untuk membantu mengatasi masalah mereka sekaligus mengurangi kekritisan anda pada Telkom….

  8. seharusnya pekerjaan yang sifatnya terus menerus/tetap, layaknya seperti pekerjaan maintanance di lapangan

    harusnya tidak boleh di outsourcing, karena itu merupakan pekerajaan inti, yang layak diberikan reward lebih dari perusahaan

    apalagi mereka termasuk UJUNG TOMBAK, seperti yang dikatakan mas Yod.

  9. Makanya jadilah direktur hehehe…Utk posisi eksekutif KPI nya berbeda, dalam hal ini selama pemegang saham meyetujui pembagian bonus tsb maka bisa saja terjadi. Performance perusahaan itu nilai buku, mungkin sengaja dibuat rugi utk dapat insentif lainnya…perpajakan atau investasi misalnya

  10. Fenomena semacam ini sudah pernah dibahas di salah satu bukunya Robert Kiyosaki yang “Why A Students Work For C Students”.

    Fenomena di mana kapitalis manajerial lebih mementingkan kepentingan mereka dibanding kepentingan perusahaan secara keseluruhan.

    Kendati demikian, kita tidak bisa langsung menyimpulkan tanpa memahami semuanya secara keseluruhan.

  11. Sense of unfairness

    Saya cocok banget dengan celetukan yang ini.

    Keseimbangan dan keadilan menjadi faktor penting untuk menjaga keberlangsungan suatu peusahaan atau bisnis.

    Sense of unfairness ini mencakup banyak hal, mulai dari Job Desc, Tanggungjawab, kinerja, gaji dan juga BONUS tentunya.

  12. 300M dari keuntungan hampir 90T, “cuman” 0.33% nya. Sebenarnya wajar-wajar saja sih.

    Memang bisnis mereka seperti itu, duduk-duduk saja, duit tetap ngalir. Jangan ditanya kenapa belum bisa menyaingi SingTel.

    Lha wong duduk-duduk saja dapat 8.8M kok, ngapain capek-capek kayak SingTel 🙂

    Supaya lebih imbang, mungkin tulisannya perlu dilengkapi informasi remunerasi staff & pegawai kontraknya.

    Siapa tahu mereka juga sudah diberi gaji yang lebih.

    1. Profit Telkom memang relatif besar Rp 14 triliun (bukan 90 T spt Anda tulis).

      Namun sekitar 90% profit ini disumbang oleh Telkomsel (profit Telkomsel sendiri 19 Triliun).

      Jadi yg bagus Telkomsel-nya. Bukan Telkom sbg induk.

      Kalau ndak ada Telkomsel, mungkin akan berat bagi Telkom untuk terus survive. Revenue telpon rumah sudah menyusut.

      1. Sebaiknya telkomsel pisah dgn telkom sbg perusahaan bumn, agar telkom mandiri dan fight utk berkompetisi sehat tidak hanya menyusu terus ke telkomsel Pak

      2. 1.Bener, bahwa bisnis utama telkom bukan lg bisnis line telephone, hampir 90% adalah telkomsel namun jg tidak all 19T profit telkomsel ke Telkom.

        Cmn perlu diingat bgmn proses telkomsel menjadi spt skrg krn bukan hal mudah orang 2 Telkom membangun Telkomsel jd spt skrg.

        Proses produksi telkomsel itu dikelola Telkom dan ditunjang oleh anak2 paerusahaan Telkom lainnya, blm juga kebijakan2 Telkom utk anak perush.

        trmsuk telkomsel yg bisa dibilang “tricky” utk telkom sendiri. Jd jk Telkomsel lepas dr telkom, skema bisnis dirubah, bisa jd telkomsel berubah g dr pertumbuhan 2digit mjd spt operator lainnya (pertumbuhan -).

        Jd hampir tidak mngkin telkomsel lepas dr telkom, orang IPO saja tdk boleh. Kecuali muncul kebijakan dr ” yg diatas” Telkom.

        2. Terkait gaji outsource, adalah variatif tergatung bagian.

        Mksudnya dia bekerja di bagian apa (ya masa untuk skrng OBmau digaji 4jt), utk yg mmrlukan skill kusus kisaran gaji minimal 3jt’an bahkan bs mrncapai 5jt lbh, utk gaji yg 2,5 keatas itu hanya untuk administratif, dan itu blm trmsuk jk lembur, perjalanan dinas, dll.

        Sebagai gambaran, tmn sy selevel administratif bisa membeli iphone 6 tepat 1 bulan stlh launching. Bahkan outsource ttp dpt THR meskipun itu kewajiban perush penyalur.

        3. Jk msh belum puas knp bisa terjadi ketimpangan remunerisasi, mungkin anda bisa pinjam dokumen kontrak pekerja outsource.

        Disana pasti tertulis hak dan kewajiban, lalu boleh ditanyakan apakah yg jd kewajiban lebih besar dr yg tertulis dr kontrak?

        Apakah hak yg diterima lebih kecil dr yg tertulis di kontrak?

        4. Kenapa bonus BOD Telkom tinggi sekali? Sejatinya Telkom adalah sebuah PT namun jg adalah BUMN, dimana tanggung jawab tidak hanya pd perusahaan tapi jg pada negara.

        Lalu mengapa angkanya begitu besar? Ya karena memang profitnya besar karena kita bicara bonus maka bicara Telkom sebagai holding, angka 90T tsb adlh angka pendapatan Telkom sbg company blm trmasuk sbg holding.

        5. Saya minta pendapat anda, jk anda pegawai tetap Telkom atau perusahaan lain memperkerjakan pegawai outsource, maukah digaji sama atau 5% lebih tinggi?

        6. Sejujurnya jika bicara lingkup micro masih jauh dari puas terhadap telkom.

        Mulai dr gangguan yg sering terjadi, pelayanan yg kadang kurang ramah, harga yg berubah2, dsb.

        Namun ketika melihat scr macro dan global, saya bangga sekaligus miris Indonesia memiliki Telkom.

        Dimana Telkom cukup disegani di Asia bahkan sdh menuju global, namun di Indonesia sendiri dihujat.

        Begitu banyak kritik tanpa solusi, bukan hanya buat Telkom, hampir semua hal di Indonesia dikritik dan disalahkan tana tahu kebenarannya.

        Maka dari itu sy mulai berusaha kembali ke poroduk2 lokal (telkom salah satunya).

        Ya walaupun terkadang ngeselin tapi ttp berusaha sabar dan memberi masukan mengingat pegawai telkom ternyata tdk sebayak yg dibayangkan, kadang marah memang, makanya saya cari kontak org telkom untuk disolusikan.

  13. di indonesia struktur organisasi perusahaan dalam hal kesejahteraan karyawan layaknya piramida terbalik, atasan akan menjadi beban bagi bawahan masing2 sub ordinat.

    itulah kenyataan di Indonesia, jadi gak akan mungkin level bawahan akan sejahtera.

  14. tulisan ini memang menjadi kenyataan di lapangan

    saya sendiri adalah OS (outsourcing) mitra telkom dalam penanganan gangguan, dengan gaji yang terbatas manajemen menuntut untuk menangani 3 jenis layanan yang sekarang lebih populer disebut indihome.

    Perlu diketahui bahwa penanganan jaringan di telkom selama ini sudah menerapkan sistem full operrasional jaringan maksudnya telkom mempercayakan penanganan hal-hal yang menyangkut jaringan kepada perusahaan mitra nya dengan sistem pemborongan kerja sehingga keterlibatan telkom sendiri menjadi sangat kurang dalam pengelolaan jaringan.

    Hal ini berakibat pada efisiensi pada perusahaan-perusahaan mitra telkom yang memperkerjakan para outsourcing telkom dan efisiensi ini menjadi hal yang lumrah untuk mensiasati jumlah budget yang diterima agar dapat mencukupi kebutuhan gaji OS dan material untuk pemeliharaan jaringan telkom.

    Di kalangan pegawai sendiri kalau saya perhatikan kondisi di lapangan atau forum-forum pekerja outsourcing telkom sendiri khususnya pekerja penanganan gangguan rata-rata mereka mengejar tips dari konsumen meskipun hal ini diharamkan oleh manajemen telkom

    tetapi menjadi suatu hal yang sangat ironis ketika terjadi pengharaman untuk menerima tips dari konsumen sementara tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing nya sendiri sangat rendah.

    Saya sangat setuju dengan penulis yang menyebutkan if you pay peanuts, you will only get monkeys ya itu lah kenyataannya jika anda membayar murah anda akan hanya mendapatkan apa adanya dan itu yang terjadi di lingkungan OS telkom.

    Mungkin bagi saya pekerja OS telkom jajaran direksi itu adalah para dewa yang keberadaannya juga tidak pernah kami ketahui dan hanya ada dalam dongeng jadi saya tidak terlalu mempedulikan bonus yang diterima yang mencapai nilai M

    tetapi Demotivation Paradox yang dimaksudkan oleh penulis memang terjadi karena adanya kesenjangan gaji yang cukup jauh antara karyawan telkom dengan os nya sementara beban kerja sangat jauh sekali.

    demikian mungkin sedikit tanggapan saya terhadap tulisan diatas daripada jadi curhat yang mungkin akan makin panjang 😀

    1. Mas Ubed…hidup memang tidak pernah fair. Kalau bisa gak diambil kontraknya, tapi gak ada bisnis ya…jadi bersyukur aja deh. Ada ulasan lain ttg daya saing dan kekuatan ekonomi, pelan2 saja nanti usahanya bisa berkembang dan gantian ngatur Telkom

    2. UBED, thanks atas masukan Anda sebagi petugas OS Telkom.

      Efisiensi di tingkat petugas lapangan (mitra kerja) memang bisa berdampak buruk pd pelayanan.

      Mudah2an ada petinggi Telkom yg baca tulisa ini, dan membuat perbaikan di level petugas lapangan.

      Karena Anda adalah ujung tombak Telkom.

      1. Berapa total karyawan Telkom? mungkin masih di kisaran puluhan ribu. Tapi berapa total karyawan Telkomsel? sekitar 4ribuan saja..

        1. Tet tot..

          Jumlah karyawan telkom adalah sktr 16 rb sdh karyawan yg ditempatkan di anak perudahaan, karyawan cuti sekolah, termasuk karyawan masuk masa pensiun (sudah tdk aktif), pada tahun 2020 jumlah akan mnjd sktr 8rb.

          Karyawan telkomsel sktr 8rb blm termasuk karyawan telkom yg ditempatkan di telkomsel

  15. Paling gampang Cek aja kinerja Saham Telkom, harga saham TLKM naik 20%an setahun terakhir artinya pasar /inveator mengapresiasi kinerja keuangan n bisnia Telkom.

    Tapi kita harus lihat lebih jauh, siapa seh sebenarnya yg berkontribusi terhadap bisnis Telkom??

    Dari tulisan sebelumnya banyak produk2 Telkom yang kurang berhasil bahkan gagal.

    Sedangkan jumlah karyawan udah kebanyakan, makin banyak lagi yang nganggur akibat Telkom banyak menerapkan BPO.

    Tapi kok kinerja TLKM masih cemerlang?

    Jika dilihat dari laporan keuangan consolidated Telkomsel kontribusi 80% pendapatan Telkom, belum termasuk capex/opex telkomsel yg masuk ke TelkomGroup.

  16. petugas lapangan selalu menolak dikasih fee dengan alasan gak boleh dari kantor pusat. tapi mereka cuma di kasih gaji pas-pasan.

    telkom gitu mah orangnya

  17. Seharusnya pemberian reward dan bonus harus terukur dengan parameter yang jelas.

    Alangkah tidak fairnya kalau yang menerima bonus hanya direksi saja. Apakah di Telkom sudah diterapkan KPI.

    Kalau cuma ngelihat dari sisi laba yang tingi aja tidak bisa melihat kinerja perusahaan. Berapa pertumbuhan pelanggan?berapa pertumbuhan pendapatan? nilai nilai dari rasio ini harus terukur dalam KPI yang tegas dan jelas.

    Bonus Direksi besar yang termotivasi hanya direksi saja, yang kerja di lini depan malah terjadi demotivasi-ironi..

  18. yang begini ini ni yang sangat menyakitkan…..sekaligus membuat kita tercengangang. Betapa tidak, disaat kinerjanya pas2an malahan bertabur bonus yang melimpah, dan wajar jika kinerja telkom menjadi merosot.

    Untuk alasan inilah hampir semua pimpinan berhak mendapat bonus melimpah, padahal kinerjanya belum tentu powerfull, bahkan terkesan menurun.

    Mungkin ini hampir terjadi pada semua perusahaan dan tempat kerja para pembaca hari ini Mas Yodhia

    namun saya pribagi berpandangan: Seberapapun yang didapatkan akan habis, karena tidak ada yang bersifat kekal, bukan begitu?

    kalimat inilah yang menjadi penghiburan bagi kita semua!

    Salam

  19. Sangat ironis, sebagai pemakai jasa Telkom (Indihome) kita jadi heran, apa hebatnya manajemen Telkom sekarang ?

    Yang pasti pelanggan tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan. 147 tidak lebih dari posko yang “tidak” ada gunanya. Pelanggan hanya buang waktu jika mengeluhkan pelayanan Telkom.

    Tagihan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan (janji ada harga promosi-tapi tagihan tarif normal) terus saja terjadi, nyala – mati internet dan cable tv terus bergantian, teknisi yang kurang bergairah, koordinasi antara Marketing – Operasional yang nggak nyambung, sepertinya mereka jalan masing-masing.

    Jangan-jangan bonus itu didapat dari kumpulan pembayaran pelangan yang dipaksa bayar melebihi tagihan semestinya.

  20. kinerja telkom yang saat ini hanya bergantung pada anak perusahaannya.. Telkomsel.

    ya berdoa aja semoga telkomsel tidak jadi ajang bisnis karena saat ini komisaris telkomsel jg titipan.. hedew….

  21. maaf mas mau tanya tolak ukur 8 M itu besar buat skala organisasinya dibandingkan dg outsource 2 jt atau memang 8 m itu adalah “harga” termurah untuk performa yang buruk dr seluruh rapor BUMN.

    saya bukan belain T*LK*M, buat saya rata2 BUMN service levelnya rendah dan harganya belum make sense..mungkin mereka merasa diatas angin karena hal2 vital masih dikuasai mereka.

    dan saya sangat setuju dengan artikel mas sebelumnya tentang T*LK*M, dimana ada barang yang berkualitas dan harga yang make sense ditunjang dengan service purna jual yang bertanggung jawab niscaya produknya diterima baik oleh masyarakat dan perusahaannya bisa tumbuh dengan baik.

    thx ya Mas Yod

  22. Wow, membicarakan produk Indi home, dimana info dari 147 wow harganya mahal sekali… sementara produk speedy yang masih terjangkau sudah tidak ada kecuali bagi pelanggan lama.

    Kinerja telkom yang bagus kemungkinan karena kinerja anak perusahaan seperti telkomsel… yang kerjanya cukup jungkir balik keliatannya…

  23. Hm, kalo lihat siapa yang memerintah Indonesia sekarang, semoga aja Telkom ga dijual. Kalo sampai dijual, mau punya apa kita? Setelah tragedi Indos*t…

  24. Seharusnya diberlakukan batas bawah terendah dalam hal gaji dan bonus, sehingga kesenjangan antara direktur dan manajemen tidak terlalu jomplang dengan karyawan yang low level.

    Sehingga saat high level menerima bonus dalam jumlah besar, low level pun akan merasakan manisnya hasil kerja keras mereka.

    Utamanya terhadap BUMN

  25. Sebagai salah satu pelanggan telkom yang sudah cukup lama,kalau boleh jujur saya agak kecewa. Sebenaranya permasalahannya cukup spele, dalam hal ini saya memakai speedy yang terdaftar di paket 5 Mbps dan 1 Mbps,

    Kenyataannya saya ndak pernah mendapatkan kecepatan internet sesuai dengan paket yang dipakai, rata2 kec. internetnya hanya 3 Mbps (untuk paket 5 Mbps) pun dengan paket 1 Mbps yang jauh lebih rendah.

    Ya barangkali saat ini hanya itu saja yang saya kecewakan dari pihak Telkom,

    mohon maaf jika komentar ini mungkin agak menyimpang 😀

    ————————

    Oh ya mas Yodh,

    saya mau tanya tentang bisnis yang digerakkan oleh Duta Network Indonesia (DNI),

    saya tidak tau pasti dengan bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut, tapi beberapa teman saya sudah bergabung dan mereka bilang bahwa ketika gabung dengan network tersebut kita akan mendapatkan pulsa maupun reward setiap hari, dan yang cukup membingungkan lagi mereka bisa menjual pulsa/jasa pembayaran internet, jauh dari harga standar.

    Barangkali mas Yodh tau??

  26. Menarik Ulasannya ..

    Kalau boleh mengikuti ulasannya

    Selama perusahaan itu meraih keuntungan dan sesuai aturan yang diberlakukan yang ada saya pikir sah2 saja mereka mendapatkan rewardnya, tapi kalau perusahaan Merugi, performance tidak jelas dan ada pembagian keuntungan maka itu perlu di pertanyakan (khusus perusahaan BUMN)…

    sering kita mendengar perusahaan BUMN merugi tapi direksi dan jajaranya pendapatanya stabil dan cenderung “tinggi” …

    kalau perusahaan swasta kayaknya jangan harap demikian kecuali memang perusahaan yg owner nya baik hati 🙂 …..

    Mungkin BUMN yang merugi perlu belajar ke perusahaan swasta, bagaimana merasakan perusahaan ketika performance naik turun dan pendapatan juga naik turun 🙂

  27. Pengalaman saya telepon ke 147 untuk pemasangan speedy di rumah saya, sebuah perumahan di Depok. Ternyata belum bisa karena jaringan sudah penuh :(.

    Beberapa bulan kemudian masuk jaringan internet fiber optic dari In****te, dan hancurlah bisnis speedy di kompleks perumahan saya….

    too late untuk antisipasi…

  28. asem tenan, voucher2 wifi telkom g smuanya waras. user n pas bener tp dianggap false mulu. Ngadap Pakde Google baru dpt solusinya.. wifian gratis seumur hidup bersama telkom. Ayeee..

    Sebuah reality didunia neolib saat ini. Roket meledak ke bawah tapi malfungsi keatas. tak hnya di Telkom, nasib pegawai lapangan non tetap/non pns dimanapun berada pasti mengalami nasib demikian.

    Berharap tulisan ini mampu membuka mata bnyk pihak dan merubah keadaan menjadli lebih adil, makmur dan sejahtera bg semua golongan..

  29. yang mengerikan itu pak yod, kalau demotivasi karyawan outsourcing menjadi viral…

    kita lihat dampaknya di daerah jawa barat, tangerang, saat demo buruh pabrik besar-besaran. Wuih, bisa rugi milyaran rupiah sebuah pabrik saat itu juga.

    Lebih mengerikannya lagi kalau viral demotivasi itu menjadi berkepanjangan.

    Ya, akhirnya bangkrut.

  30. Hmmm… saya rada setuju… tp jg rada tdk setuju.

    Tdk setuju krn menurut pengalaman saya pribadi… bisnis itu sangat counterintuitive.

    Misal seseorg terlihat tdk punya apa-apa, blm tentu dy bner2 tdk punya apa2.

    Mgkn dy “terlihat” tdk punya apa2 krn dy fokus pd riset dan pengembangan… jd uangnya digunakan untuk high end products/services, bkn untuk kantor mewah ato mobil mewah.
    Apakah Telkom bner2 tdk “punya apa2” / profitnya begitu kecil dilihat dr ukuran perusahaan?

    Kita tdk bner2 tau, kita hanya melihat dr luarnya.

    Setuju krn… mmm… bisnis itu bagus ato tdk bagus… pada akhirnya dilihat dr profitnya.

    Seberapa bermanfaatnya pun produk/jasa, tp jika tdk ada profitnya ( ato profit terlalu tipis ) maka bisnis akan mati.

    Selama 5th byk org bilang sy tdk punya uang, pdhl semua uang sy gunakan untuk riset n pengembangan ( eksperimen, beli alat, bahan, dll).

    Dan hasil dr R&D 5th itu skrg menghasilkan profit 4x lipat… n sy punya ckup byk monopoli… n sy hampir mustahil disaingi krn sy punya byk rahasia.

    Apakah Telkom menggunakan cara yg sama seperti saya?

    Ato kah memang Telkom seperti apa yg terlihat d luar?

    Hmmm… sangat counterintuitive…

    1. Saya cukup setuju dgn pendapat mas Ahmad, problemnya adalah kita tidak hanya melihat profit, tapi produk.

      Talking about telkom, lihatlah produk2 mereka. Sudah diulas juga di blog ini bahwa produk mereka lbh byk yg gagal di pasar.

      Eksekusi tidak lancar, pelayanan tidak memuaskan, pemasaran tidak menyeluruh, dan msh byk masalah lainnya.

      Kalau sdh seperti ini, semua riset dan pengembangan bisa dikatakan nihil hasil, karena r&d yang baik itu sewajarnya memperhitungkan aspek2 yang saya sebutkan di atas.

      Pada akhirnya kita hanya dapat berharap semoga tulisan ini bisa membuka mata petinggi Telkom dan kepada semua institusi di Indonesia

  31. Menarik sekali pak artikelnya. saya beberapa kali membaca artikel yg bapak tulis dengan bahasa yg begitu cerdas.

    Namun disisi lain saya ingin mengritisi tanggapan anda bahwa kinerja telkom bagus krn telkomsel, jika anda tahu sejarah awal mula telkomsel itu berdiri, saya yakin anda akan malu.

    Telkomsel merupakan anak perusahaan telkom yg dahulunya adalah salah satu unit ditelkom seperti flexi. yg kemudian dijadikan anak perusahaan.

    Sebagian pegawai telkom juga dipekerjakan di telkomsel. Jadi jika tidak ada ttelkom maka telkomselpun tidak akan lahir.

    Telkomsel bisa spt skrg ini krn kerja keras banyak pihak terutama telkom sbg pendiri telkomsel. terimakasih.

  32. maaf….saya petugas telkom(OS BUMN) pelayanan gangguan pelanggan…

    saya kerja merasa makin lama saya seperti di perbudak…kerja full libur 2 hari dalam 1 bulan..klo ga mau piket dianggap melanggar..

    ya ujung ujungnya putus kontrak….tapi mau ga mau kita harus ambil kerja itu karena untuk menghidupi istri dan anak….

    mengenai tips pelanggan saya pribadi ga mau ngambil tapi klo sekedar “hadiah” selain uang seperti buah, air mineral atau kue ato sayur..permen saya terima….

    saya ga munafik…intinya OS BUMN sangat menyiksa

    kami /atau saya ga perlu gajih besar bonus besar yang penting status pekerjaaan jelas…ga setiap tahun “di hantui” dengan putus kontrak

    1. BAYU : I feel you. Disitu kadang saya merasa sedih.

      Profit BUMN triliunan, namun kadang tidak peduli dengan pegawai OS/kontrak seperti Anda.

      Mereka sangat efisien untuk pegawai kontrak. Namun tidak efisien dalam mengelola biaya pegawai di kantor pusat (manajer, direksi dkk).

  33. He he he itulah salah satu cara yang direkomendasikan untuk mencapai kebebasan financial ….. menjadi top eksekutif sebuah korporasi ….

    dan untuk mengomentari telkom saya kira akan lebih bijak bila sudah tau dapur pacunya bagaimana ….

    bila hanya dilihat dari kejauhan saya hawatir ada sindrome Rabun Jauh dan jangan jangan orang sekelas Kang Yodhia juga bisa bisa terkena sindrom tsb ….

  34. Selama ini pelayanan telkom cukup memuaskan, namun utk indihome beberapa waktu yg lalu sempat mengalami gangguan dan agak lama perbaikannya.

    sy setuju dgn pendapat mas taufik utk tidak menjudge telkom dr satu sisi saja.

    Krn setahu sy telkomsel dahulunya adalah pilot project telkom itu sendiri.

    dan setelah sukses dgn projectnya maka mdpt ijin untuk berdiri mjd perusahaan sendiri sbg anak usaha telkom.

    cmiiw.

  35. Mas Yodhia, jika tulisan anda fokus pada perbandingan antara besarnya bonus direksi Telkom dengan penghasilan tenaga outsourching, indikasi kegagalan Flexy & Telkom Vision, lalu akibat kualitas layanan Indihome yang buruk.

    Saya merasa ada data yang kurang dalam pemaparan tulisan tersebut.

    Bagaimana kinerja anak2 perusahaan Telkom lainnya? Lalu sumbangsihnya untuk Telkom?

    Kita tau bahwa Telkom Group adalah satu korporasi besar yang di dalamnya ada Telkomsel yang sekalipun sahamnya 65%, adalah anak perusahaan yang nyaris sebesar bapaknya, Mitratel, Telkom Property (GSD), dan lain2, lengkapnya ada disini ( https://id.wikipedia.org/wiki/Telkom_Group ), bagaimana dengan kinerja mereka?

    Apa perbandingan antara sebelum direksi ini masuk dan setelah direksi ini menjalankan kebijakan2nya?

    Lalu, bagaimana perbandingan bonus dari anak2 perusahaan yang berkinerja baik dan yang jelek?

    Saya kuatir, pemaparan ini seperti membahas pasak yang lupa membahas tiangnya…

  36. Dear Pak Yodhia,

    untuk perbandingan di tahun 2012-2013-2014, direksi telkom terima berapa ya Pak?

    jika ada perbedaan yang mencolok berarti ada pertanyaan besar kenapa ditahun 2015 berbeda?

    jika tidak ada perbedaan..berarti kan sudah tradisi….

  37. Sepengetahuan saya Telkom sudah tidak punya pegawai outsourcing ya, mungkin yang penulis maksud karyawan kontrak di anak perusahaan.

    Mekanisme renumerasinya sudah berbeda dengan Telkom.

    Soal gap antara top level dengan low level menurut saya sih itu kenyataan pahit di semua sektor industri di Indonesia..

    Makanya inequality Indonesia cukup tinggi. Ini bukan masalah Telkom saja. Kuncinya di regulasi pemerintah kalau ini.

    Yang saya paling heran itu mengapa tulisan2 anda tentang Telkom punya tendensi mengadu domba Telkom dan Telkomsel, saya penasaran dengan tujuan penulis.

    Telkom punya saham mayoritas di Telkomsel, sesederhana itu 😀

    Buat saya sih yang namanya produk Telkom ya termasuk produk Telkomsel, dan produk anak2 perusahaan Telkom lain..

  38. Sekedar meramaikan diskusi,

    Saya rasa perlu diluruskan, telkomsel itu yang buat dan yang punya (mayoritas saham) adalah telkom, maka apabila telkomsel jadi tulang punggung telkom kayanya tidak ada yang salah bukan?

    Seperti yang saya katakan di twitter, logical fallacy kalo anda sibuk membandingkan pendapatan direksi yang setiap keputusannya berpengaruh secara langsung terhadap nyawa perusahaan, dengan pegawai OS yang, mohon maaf, bisa diganti dengan lulusan SMK.

    Saya rasa training seminggu lebih dari cukup untuk sekedar tarik dan sambung kabel.

    Terasa pahit buat kawan kawan yang di OS, hanya saja bargaining power anda kecil.

    Buruh pabrik saya rasa juga ngga pernah protes gaji atau bonus direksi karena mereka merasa menjadi “Ujung Tombak” dari produksi pabrik bukan?

    Karena mereka mudah digantikan.

    Yang perlu dilakukan telkom imho adalah memperbaiki sistem pelayanan dan pengawasan para vendor OS pemeliharaan & pemasangan.

    Saya sangat setuju pelayanan indie home memang masih jauh dari harapan..

    Karena penulis hanya menganalisa dari faktor luar, saya pun berpendapat di twitter bahwa pendapat penulis dangkal tanpa ada pembahasan faktor dari dalam.

    Penulis mengesankan direksi telkom seolah-olah tidak ada prestasinya, hanya menerima pemasukan dari telkomsel sehingga tidak pantas menerima kompensasi.

    Buat saya Telkom adalah BUMN paling berat bidang bisnisnya, karena berubah dengan sangat cepat.

    Apakah telkom hanya diam? Tentu tidak, luar biasa banyak yang telah dilakukan direksi yang kemarin terkait dengan culture dan arah perusahaan. Sisi ini lah yang absen dibahas penulis.

    Mungkin karena kurangnya informasi.

    Aspek politis yang pasti menjangkiti BUMN pun tak disebutkan. Sedikit mengingatkan Flexi pernah mau disinergikan telkom ke esia untuk kemudian dijual ketika CDMA sedang jaya.

    Namun karena faktor politis, penjualan tersebut batal hingga sekarang jadi tidak ada harganya.

    Hambatan terbesar telkom menurut saya adalah di bisnis telekomunikasi yang dinamis dan cepat perubahannya, telkom terlalu besar dan lamban dalam bergerak karena terjangkit begitu banyak kepentingan dan faktor.

    Saya kurang familier dengan studi studi ilmiah bersifat empiris yang penulis maksud, namun saya rasa penggunaan kata paradox kurang tepat.

    Terasa lebih ambigu lagi ketika istilah demotivation paradox, efficiency paradox, dan performance paradox yg dipakai penulis memiliki makna berbeda dengan istilah yang biasa dipakai khalayak di luaran.

  39. Dear Mas Yodhia,

    Thank ya Mas for sharing your opinion tentang Telkom.

    Telkom, dengan 17rb karyawan (unconsol), saya pastikan terus melakukan perubahan dan pembenahan karena sudah menjadi sunnatullaah-nya.

    Salah satu yang saya pahami mengenai perusahaan dan perubahan adalah ketika perubahan internal lebih cepat dibandingkan dengan perubahan eksternal maka perusahaan/organisasi akan terus bisa berkembang.

    Sebaliknya, jika lebih lambat, ya siap-siap gulung tikar. Sudah ada contohnya kan? 😛

    Soal rewards & performance bagi karyawan, Telkom juga terus berbenah Mas.

    Ini yang sedang saya upayakan di Telkom yaitu melakukan perubahan perspektif Total Remuneration menuju Total Rewards baik menggunakan model WorldatWork maupun Towers Watson.

    Tujuannya ya tiga itu Mas Yodhia, to attract, retain and motivate karyawan yang akhirnya bisa mendorong kinerja yang semakin baik.

    Memang perlu waktu dan tentu saja kesabaran mengingat kompleksitas subyek ini untuk dibenahi. Begitu mas 🙂

  40. Telkom Fuck…………

    karyawan banyak yang korupsi, tapi malah ngga pernah terjamah KPK…… ternyata mantan Direkturnya jadi Mentreri Pariwisata…..sandiwara apa lagi ini..

    mau di kemanakan pertelekomunikasian kita…??

    super Payah, sok pintar…sok teknologi banget…. padahal mah… NOL Besar…. pelanggannya byk yang fiktif.

  41. Migrasi Flexi yg katanya nomor belakangnya akan sama ternyata tidak terbukti 100%.. Padahal no Flexi cantik..

    Jika begitu mending beli baru GSM..
    Penjualan Telkomvision juga perlu disorot

  42. apa lagi kalau dilihat pekerja outsourch yg dilapangan

    selain kena panas dan hujan untuk menyelesaikan tugasnya,sangat beresiko (dekat dg Tuhan)/MAUT.

    lihat aje yg manjat2 tiang,,,safety kagak.

    itu semua demi apa….?

  43. pelajaran yang sangat berharga, tidak hanya untuk telkom, juga bagi para top level di berbagai perusahaan yang membaca artikel ini bisa menyelami betapa kurangnya perhatian mereka terhadap front man seperti teknisi lapangan.

    kritisi yang sangat membangun, karena kita juga semua menginginkan telkom yang lebih baik. Setidaknya dengan telkom yang lebih baik akan berdampak pada koneksi internet yang jauh lebih baik dan jauh lebih murah dari sekarang.

    saya juga sering mencocokkan artikel yang Pak Yodh buat dengan usaha yang sedang saya rintis saat ini, terutama artikel-artikel terbaru tentang rewards and performance indicator.

    Aktivitas Pak Yodh saat ini masih bekerja di perusahaan atau buka usaha sendiri ?

    klo masih bekerja, saat ini sedang berada di jabatan apa dan direksi apa, dan kalau sedang wiraswasta, apa jenis usahanya ?

    tq

  44. kalau telkom sebagai salah satu BUMN yang bergerak bidang telekomunikasi tidak maju, bagaimana telekomunikasi dan informatika di negara kita bisa maju.

    Sudah sering kita dengar dan baca, Indonesia adalah salah satu negara dengan internet terlambat dan mahal.

    Dibandingkan dengan negara-negara maju sangat jauh.

    Jaringan fiber optic telkom saja belum merata, perkembangannya masih lamban, apalagi mutu dan pelayanannya yang semakin rendah, yah ternyata terjadi kesenjangan yang cukup tinggi antara para pegawai ujung tombak telkom (customer service, teknisi lapangan, dll) dengan para direksinya.

    Kesenjangan ini yang membuat mereka kerja asal-asalan. Plis telkom jadi lebih baik dong.

  45. Hmmm kinerja bisa dilihat dari laporan keuangannya Pak…

    kalau publik mungkin hanya melihat TELKOM dan TELKOMSEL…

    ternyata banyak subsidiary telkom itu banyak dan juga merupakan tambang emas Telkom secara konsolidasi

  46. saya salah satu “korban” flexi karena dihapusnya flexi dan diganti ke telkomsel, saya harus merubah seluruh atribut usaha saya krn pergantian no telp perush yg notabene saya menggunakan flexi..

    menyatakan…turut berduka cita mendengar kabar ini

  47. Duluuu saya pengguna telkom speedy..kecewa dg layanan akhirnya saya berpaling ke provider lain..dan ternyata ini toh salah satu penyebab kinerja frontliner telkom kurang memuaskan

  48. yang saya bingungkan adalah… itu siapa yang memutuskan untuk memberi direksi insentif sebanyak itu?

    pertimbangannya apa coba kalau dilihat dari kinerja masa lalunya? tanda2 bagi jatah mau bangkrut kali ya. wkwk

  49. indihome 10Mbps kecepatan download hanya 80kbps

    untuk 2 komputer langsung problem loading page ..

    WTF Telkom

    bayar udah mahal pelayanan kacau

  50. Mungkin telkom udah uzur jdi harus di topang oleh anak nya telkomsel..

    Bicara pekerja lapangan outsorcing sangat menyakitkan batin, mreka bak sapi perah yg terus di perah susunya, dan itu terjadi di semua perusahaan telekomunikasi

  51. Wah padahal baru aja cari-cari info tentang ISP (termasuk IndiHome-nya Telkom). Setelah baca 2 tulisan mas Yodh, saya jadi berpikir dua kali untuk mengambil IndiHome.

    Jadi timbul keinginan membantu para OS (yang nantinya akan memasang IndiHome di rumah saya, kalo jadi) dengan memasang IndiHome. Hanya sebatas “iba” kepada OS-nya, bukan karena pingin menikmati produk yang ditawarkan Telkom.

    Jadi selama ini saya tahu apa yang kakak saya alami sebagai OS Telkom, dan sedihnya lagi dia gak pernah cerita yang beginian.

    Buat para OS, satu kata dari saya: upah kalian besar di Sorga. Tuhan memberkati.

  52. Bonus besar buat Telkom…hhhmmmm klo dr hubungan silsilah..mungkin bisa dianggap wajar.

    Wajar klo jatah orangtua (induk) dapat lebh besaar dari anak (perusahaan)..

    apalagi bila mau dibanding anak tetangga (Outsorcing)…

    klo jatah anak lbh besar dr induk, nanti kualat hehehe..

    mungkin perlu intervensi pemerintah sbg pemegang saham BUMN utk membuat regulasi agar “anak tetangga” tadi juga merasakan kue yang dihasilkan

  53. Alhamdullilah makin semangat kerja, setelah resign dr outsourching telkom.makin terlihat antara os dan karyawan.tutup mata tutup telinga.semoga os nya dberi rizki yg barokah

  54. statement nya jelasss, nyataa, terbukti…!!!

    Mana ada karyawan TELKOM yang real bekerja penuh ..!!!

    yang ada nyuruh – nyuruh aja tuh bisa nya..!!!

    Anak perusahaan udah mah di bayar alakadarnya,, malah masih banyak Outsourching
    dan TLH , tapi di pkerjakan paksa demi target target anda..
    Sekar juga termasuk di dalam nya yang bisa nya cuma nyuruh anak anak TLH apalagi Outsourching

    PENDAPATAN JAUH DARI ” SEJAHTERA”
    WADUKKK SEMUA OMONGANNYAAA..!!!

    paling banter ”ORANG TELKOM” bikin laporan tuh mereka,,
    atau ”pegang pinggang” layak nya mandor kalo di lapangan…

    madesu semua… ;p

  55. JGN HANYA TULISAN DAN KOMENTAR SAJA.
    KARYAWAN OUTSOURCING TELKOM ITU BANYAK.

    KITA BISA MELAWAN UNTUK SEBUAH KESEJATERAHAN KAUM OUTSOURCING .

    KITA YANG BEKERJA ORANG TELKOM YANG MENDAPAT REWARD.

    Ayo kita mulai dari sekarang untuk pergerakan.

    INGAT!! MAU SAMPAI KAPAN KITA SEPERTI INI.

  56. Salam,

    Baru tau ada artikel ini. Perkenalkan, saya mantan karyawan anak perusahaan telkom yang mengurusi all maintenance line telepon, speedy dan Internet corporate baik tembaga maupun optik.

    Pada awalnya saya kira akan berkarir bagus di sini tetapi setelah 6 bulan.

    Saya tidak tahan mengenai gaji yang tidak jelas dan kerja yang hampir 7×24 jam tetapi tidak ada uang lembur.

    Saya heran mengapa BUMN sebesar ini tidak mampu mendanai karyawan lapangan secara adil. Sementara saya selalu bertemu ratusan pelanggan corporate, mereka bayar juta-jutaan perbulan ke telkom. Belum lagi fixed line retail yang masih dipakai.

    Jumlah karyawan di daerah kami sekitar 200. Semua pasti mengeluh dan heran setiap terima gaji.

    Kami sebagai ujung tombak langsung bertemu pelanggan seperti kehilangan motivasi bila melihat pekerjaan semakin banyak tetapi upah yang diterima tidak jelas dan cenderung turun.

    selain itu sarana dan prasarana kerja berantakan , mobil, bensin , kabel , dan yang lain berantakan.

    Perlu diketahui orang TELKOM asli rata2 berusia 40 tahun keatas yang masih kaku dan bergaya manajemen militer (loyalitas yang utama) semakin membuat kesenjangan antara Telkom Karyawan Asli dan anak perusahaan yang diisi anak2 umur 20an.

    Saya menyimpulkan anak perusahaan maintenance ini dibuat untuk mengurangi Cost maintenance.

    Dulu karyawan lapangan telkom permanen, gaji besar dan dapat pensiun.

    Sekarang diganti dengan anak muda bergaji UMR dan kontrak.

    Untuk Topik diatas memang wajar dapat segitu, sah2 saja. Saya tahu revenue TELKOM tbk. Sebagian besar dari Telkomsel. Yang manajemennya lebih bagus, karyawan lebih selektif dan untuk membangun dan merawat infrastruktur GSM tidak memerlukan banyak karyawan seperti TELKOM kabel.

    Itu saja sekian , yang saya lihat dari dalam mengenai manajemen di Telkom. Masih banyak sebenarnya yang dapat saya kritik.. hehe..

    Terima Kasih

  57. memang outsorcing itu sebenarnya kayak pemerasan kalau soal kerjaan harus sangat bagus tapi kalau gaji sesukanyalah

    #kerja ikut Telkom mulai th2000 sampai sekarang, ada juga yang lebih lama

    #gaji dari 450, 650, 900 dan sekarang 1.250 di bawah standart banget

    #masa depan ga jelas karir juga gak jelas

    #jaminan kesehatan ga ada, semua biaya sendiri

    #soal pekerjaan, tim outsorcing sangat bertanggung jawab dan handal saya yakin itu

    #tolong pemerintah, direksi pt telkom perhatikanlah kami sedikit aja soal kesejahteraan kami meskipun kedepanya kurang jelas buat kami

    #terahir saya doakan semoga teman” outsorcing sehat wal alfiat amiiiinn

  58. Bukan hanya Telkom…. Sebutkan BUMN yang benar-benar bisa bersaing dengan “sehat” dengan perusahaan swasta??? Gausah ngomong perusahaan asing dulu deh, kejauhan…

    Mereka hanya bisa monopoly dengan kebijakan negara badut ini….

    Kalau saya jadi Menteri BUMN, saya akan bayar orang asing yang benar-benar ahli di masing-masing bidang BUMN tersebut, agar semua direksi sampai kalangan bawahnya tahu bagaimana cara bekerja yang benar, efektif, kreatif, efisien…

    Kita harus jujur… Rata-rata orang BUMN bukan tidak mampu, Rata-rata orang BUMN terlalu malas dan tidak bisa TEGAS dalam menjalankan aturan… Dan rata-rata mereka sudah “Puas” dengan masing-masing yang mereka dapat…. ITU !!!

  59. Saya kira perjalanan telkom udah kaya kehilangan arah. salah satu perusahaan BUMN terbesar yg kehilangan ide-ide kreatifnya -_-

Comments are closed.